Artikel : Analisa Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - NULL,

Jajak Pendapat Tentang Poligami
oleh : Abu Muthiah

Betapa Banyak Bencana Membawa Manfaat

Kehidupan telah mengajariku untuk menerima segala keadaannya dengan penuh ridho dan pasrah. Dan aku melihat keridhoan itu meringankan beban dan menguraikan segala kesedihanku.

Muhammad Ghozali mengatakan: “ Islam itu berusaha untuk mengubah kesabaran menjadi keridhoan, pada tempat-tempat yang memang dibenarkan untuk itu. Dan jiwa itu tidak akan pernah sempurna merasakan dinginnya keridhoan dengan mengeluarkan atau memasukan urusan yang kasar. Tidaklah mungkin, karena suatu urusan membutuhkan kelembutan jiwa dan uluran perasaan. Jika hal ini tidak terpenuhi maka tidak ada harganya Engkau mengatakan saya ridho akan tetapi dadamu merasakan kesempitan dan jiwamu membencinya. Padahal pertama kali yang dituntut oleh Islam darimu adalah engkau memperhatikan perasaanmu terhadap apa yang menimpamu. Siapa yang tahu betapa banyak musibah membawa manfaat yang menyehatkan badan, dan siap pula yang tahu dibalik kesengsaraan ada karunia?. Mungkin juga kepayahan -kepayahan yang engkau maksud merupakan pintu menuju kebaikan yang tersembunyi. Dan apabila kita berbuat dengan sebaik-baik dalam penderitaan itu, maka kita bebas menyusup ke dalamnya menuju masa depan yang lebih baik. Allah Ta’ala telah berfirman:

[ و عسى أن تكرهوا شيئا و هو خير لكم و عسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم و الله يعلم و أنتم لا تعلمون ] البقرة : 216

Artinya:
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui (QS Al-Baqoroh : 216)

Dan berapa banyak wanita telah menciptakan kehidupan yang baru bersama madunya. Tumbuh erat hubungan antar mereka bertiga, setelah sebelumnya gersang dan kosong. Dan di sana ada wanita yang mengaduh karena suaminya berbuat aniaya dan tidak ada perhatian kepadanya. Sampai akhirnya sang suami menikah lagi dengan wanita lain agar ia mampu berbuat adil kepada ke 2 istrinya. Maka sang istri pertama pun dapat mengambil sepotong penghormatan dan nafkah dari suaminya yang sebelumnya tidak pernah ia dapatkan.

Dan di sana ada wanita yang beruban rambutnya dengan banyaknya rayuan dari suaminya untuk menikah lagi dengan yang lain. Sang istri mengatakan: “ apakah engkau menginginkan yang baru itu makan dan minum bersamaku? Sampai-sampai ia menjumpaiku dalam mimpi, apakah engkau tidak merasa cukup?. Tapi keluhan tidak diperhatikan, bahkan sang suami sampai merasa letih dan menarik nafas panjang setiap kali melihat wanita lain, baik di televisi maupun di jalan, dan jiwanya tidak tenang sebelum mencoba menikah ke-dua kali. Maka tenanglah jiwanya, menengok ke pekerjaannya dan kembalilah kehidupan kita seperti biasanya.

Adapun Ibu Sulton mengatakan: Setelah penikahanku berlalu selama satu tahun, saya mendapati diriku tercampakkan di depan keluarga suamiku. Penyebab itu semua adalah karena aku bukan kerabat mereka. Mereka mempunyai kebiasaan menikahkan laki-laki mereka dengan anak-anak perempuan dari kerabat mereka sendiri. Dan inilah yang menjadi titik kelemahanku, di mana hal ini tidak sanggup aku hadapi. Perkataan mereka tentang diriku ibarat sebuah tikaman belati bagiku , dan tidak seorangpun yang mampu menahannya, hingga akhirnya suamiku menikahi anak pamannya. Aku merasa kehidupanku sudah berakhir. Dan sesuatu yang mampu membuatku sabar telah hilang dariku.

Pada malam pernikahan suamiku dengan anak pamannya, aku mencoba untuk menekan perasaanku. Aku membantu melepaskan baju suamiku, memberinya wewangian. Akan tetapi aku mengetahui bahwa wanita itu tidaklah mempunyai masalah dengan diriku. Suatu kebetulan kamar pengantin suamiku berhadapan pintu dengan kamarku, ini karena kami tinggal satu rumah milik mertuaku. Di pagi hari malam pernikahannya, aku mendengar ketukan di pintu kamarku. Ternyata dia adalah suamiku, ia ingin berbaring di ranjangku dengan alasan tidak mampu berpisah dariku. Namun aku menyangka pada awalnya ia hanya berbasa-basi untuk sekedar meringankan kepedihanku. Tapi ternyata hal ini menjadi kebiasaannya. Ia selalu meletakkan sepatunya di depan kamar pengantinya, agar keluarganya menyangka ia tidur bersama istri barunya. Dan selanjutnya ia datang untuk tidur bersamaku. Kejadian ini berlangsung sampai 3 bulan, hingga tiba-tiba datang keluarga pamannya untuk menuntut perceraian. Pada akhirnya kerabat suamiku merasa yakin bahwa tidak ada satu kekuatan yang mampu memisahkan kami. Mereka pun menghormatiku, menghargai apa yang aku lakukan demi kebahagiaan anak mereka, yang tidak lain adalah suamiku.

Seandainya setiap wanita meninggalkan rumah dan menuntut cerai ketika suaminya menikah lagi, mungkin ini lebih baik bagi wanita ini. Ia masih seperti anak gadis di usianya. Ia hanya menikah selama satu tahun saja, dan belum ada hubungan anak yang mengikatnya. Akan tetapi luapan cinta kepada suaminya tak mampu dibendung hanya dengan berbuat seperti itu.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexanalisa&id=1§ion=an001