Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Adab Kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan RasulNya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-(bag.2)

Jumat, 22 Oktober 21
Pada bagian pertama tulisan ini telah disebutkan empat di antara adab kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan RasulNya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- , yaitu,
1-Menujukan Ibadah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Semata
2-Mengagungkan dan memuliakan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-
3-Takut kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.
4-Mencintai Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan Rasul-Nya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- Lebih daripada yang lainnya.
Berikut ini adalah beberapa adab yang lainnya,

5-Bertawakkal Hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Semata
Di samping bertawakkal kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata, hendaknya pula menyerahkan seluruh perkara kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan selalu bergantung kepada-Nya. Ini merupakan buah dari ma’rifah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, iman kepada-Nya, kepada kekuasaan-Nya yang agung dan maha luas, kekuatan-Nya, hikmah-Nya, dan ilmu-Nya yang meliputi setiap sesuatu. Tawakkal adalah buah dari pengetahuannya bahwa Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-senantiasa membela orang-orang yang beriman, serta keyakinan bahwasanya jika Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- menghendaki sesuatu, pasti akan terlaksana. Tidak ada satu pun yang dapat menghalanginya. Bahwasanya Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berkuasa menjaga hamba-Nya dari segala perkara yang ia benci serta makar para musuh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dari kalangan setan, manusia maupun jin.

Berangkat dari situlah seorang hamba Mukmin hanya bertawakkal kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, tidak bertawakkal kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah,


æóÚóáóì Çááøóåö ÝóÊóæóßøóáõæÇ Åöäú ßõäúÊõãú ãõÄúãöäöíäó


“...dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Qs. al-Maidah : 23)

Tawakkal hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan seorang Mukmin, di antaranya :
1. Perlindungan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-terhadap hamba-Nya yang Mukmin dengan menjaganya dari keburukan manusia dan jin, serta dari seluruh keburukan, sebagaimana firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


æóãóäú íóÊóæóßøóáú Úóáóì Çááøóåö Ýóåõæó ÍóÓúÈõåõ


“…dan barang siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…” (Qs. Ath-Thalaq : 3)

Maka dari itu, barang siapa yang membaguskan tawakkal kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, niscaya Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-akan menjaganya dari setiap keburukan. Umar bin Khaththab-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-pernah berkata : “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjaganya. Barang siapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Dia akan mencukupinya. Barang siapa memberi pinjaman kepada-Nya, niscaya Dia akan membalasnya. Barang siapa bersyukur kepada-Nya, niscaya Dia akan menambahnya.”

2. Kekuatan hati seorang Mukmin, yaitu ia berani menyampaikan kalimat yang haq, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, berdakwah kepada Allah, melaksanakan semua perintah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, dan tidak takut terhadap celaan orang yang mencela. Ia tidak takut kepada siapa pun dalam membela hak-hak Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Sebab, ia mengetahui bahwasanya tidak ada seorang pun yang mampu mendatangkan manfaat ataupun mudharat kecuali atas izin Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ia pun mengimani bahwasanya ajal dan rizki hanya berada di tangan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, sebagaimana sabda Rasulullah,


Åöäøó ÑõæúÍó ÇáúÞõÏõÓö äóÝóËó Ýöí ÑóæúÚöí Ãóäøó äóÝúÓðÇ áóäú ÊóãõæúÊó ÍóÊøóì ÊóÓúÊóæúÝöí ÑöÒúÞóåóÇ æóÃóÌóáóåóÇ ÝóÇÊøóÞõæúÇ Çááåó æóÃóÌúãöáõæúÇ Ýöí ÇáØøóáóÈö, æóáóÇ íóÍúãöáóäøóßõãú ÇöÓúÊöÈúØóÇÁõ ÇáÑøöÒúÞö Úóáóì Ãóäú ÊóØúáõÈõæúåõ ÈöãóÚúÕöíóÉö Çááåö ,ÝóÅöäøó ãóÇ ÚöäúÏó Çááåö áóÇ íõäóÇáõ ÅöáøóÇ ÈöØóÇÚóÊöåö


Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) membisikan ke dalam hati sanubariku bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa hingga terpenuhi rizki dan ajalnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, perbaguslah cara kalian dalam mencari rizki, dan janganlah rizki yang terlambat datangnya itu memaksa kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan mentaati-Nya (Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (X/27) dan yang lainnya dari Abu Umamah. Lihat kitab Shahihul Jaami’(2085)

3. Bersahaja dalam mencari rizki. Sebab, seorang Mukmin mengetahui bahwasanya usaha dalam mencari kenikmatan dunia tidak akan menambah rizki yang telah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-takdirkan, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- tulis, dan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-kehendaki. Demikianlah perintah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, yakni, bersahaja dalam kebutuhan hidup di dunia. Sebagaimana hadis yang lalu.

4. Seorang Mukmin berusaha dengan cara-cara yang disyariatkan. Hal itu berlaku dalam seluruh urusan hidupnya. Ia berusaha dengan cara-cara yang disyariatkan guna memenuhi hajat-hajatnya dan mengejar cita-citanya, dengan menyerahkan semua urusan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ia menikah untuk mendapatkan keturunan yang shalih, namun ia menyerahkan urusan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ia bertani dan mengairi sawahnya agar dapat memetik panen dan keuntungan. Meskipun demikian ia tahu bahwasanya segala sesuatu ada di tangan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ia berobat karena mengharapkan kesembuhan. Ia tahu bahwasanya kesembuhan itu ada di tangan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.
Tawakkal tidaklah menafikan usaha dengan cara-cara yang disyariatkan. Sebab, meninggalkan usaha secara total adalah tawakkal semu bukan tawakkal yang sesungguhnya.

6-Selalu Mengaitkan Diri kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-
Hati seorang Mukmin selalu terkait kepada Rabbnya dengan cinta, pengagungan, tawakkal, inbah (taubat), pengharapan, serta rasa takut. Maka, ia pergi, bergerak, dan beraktivitas, sementara hatinya terkait kepada Rabbnya dan anggota badannya selalu bersama perintah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, mengharap rahmat-Nya, takut terhadap adzab-Nya, serta mengharapkan didatangkannya manfaat dan dijauhkannya dari mudharat. Sebab, ia telah mengetahui dan menyaksikan bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan, keagungan, dan hikmah rabbaniyyah yang sangat agung.

Barang siapa yang selalu mengaitkan hatinya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, maka Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-pasti memenuhi semua hajatnya dan melindunginya dalam segala urusan.

7-Tunduk kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan Merasa Butuh kepada-Nya
Tunduk kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan merasa butuh kepada-Nya disebabkan seorang Mukmin menyaksikan hikmah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, kekuatan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- yang tidak dapat dilawan, fenomena keagungan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, tanda-tanda ketidakbutuhan-Nya kepada makhluk-Nya, qayyumiyyah (berdiri sendiri)-Nya dalam kerajaan-Nya, dan keagungan-Nya yang Maha besar. Kemudian, ia kembali dan memikirkan keadaan dirinya sendiri serta seluruh makhluk Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ia pun mendapati semua bertolak belakang dan berkebalikan dengan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Mereka semua hina, lemah, fakir, banyak kekurangan, dan sangat membutuhkan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dalam seluruh urusan kehidupan mereka. Mereka tidak dapat terlepas dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- sedikit pun. Telah ditetapkan pula atas mereka kefanaan. Maka jika seorang Mukmin merasakan hal itu pada dirinya dan alam sekitarnya, akan bertambahlah ketundukannya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, kerendahan, ketawadhuan, rasa butuh dan berlindung kepada-Nya, untuk menutupi segala kerendahan dan kekurangannya, mengampuni kesalahannya, dan memperbiki cacatnya.

Jika demikian, ketundukan dan rasa membutuhkan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-ini akan membuahkan pengaruh yang sangat banyak, di antaranya,
1. Ketawadhu’an hamba di hadapan seluruh manusia : tidak sombong, takabbur, dan membanggakan diri. Sebaliknya, ia tawadhu’ di hadapan makhluk sebagai buah dari ketundukkannya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Sikap tawadhu’ ini merupakan sebab terbesar untuk memperbaiki hubungan seorang hamba dengan orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


æóÅöäøó Çááøóåó ÃóæúÍóì Åöáóìøó Ãóäú ÊóæóÇÖóÚõæúÇ ÍóÊøóì áóÇ íóÝúÎóÑó ÃóÍóÏñ Úóáóì ÃóÍóÏò æóáóÇ íóÈúÛöì ÃóÍóÏñ Úóáóì ÃóÍóÏò


Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bertawadhu’ sehingga seseorang tidak menyombongkan diri dan berbuat aniaya terhadap orang lain (HR. Muslim)

2. Mengaitkan hati kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dalam setiap urusan : menyerahkan setiap urusan kepada-Nya dan menggantungkan semua hajat kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

3. Bertambahnya keimanan seorang Mukmin karena apa yang disebutkan di atas merupakan bentuk ibadah yang sangat agung. Maka dari itu, tatkala seorang manusia telah menyempurnakan perkara ini, akan bertambahlah imannya dan semakin tinggi kedudukannya di sisi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

8-Berlindung kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-
Berlindung kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- merupakan buah dari apa yang disebutkan sebelumnya. Apabila telah tertanam dalam jiwa seorang hamba bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- adalah pemilik segalanya, di tangan-Nyalah kekuasaan langit dan bumi, dan Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Mahakuasa atas segala sesuatu, maka saat itulah ia akan berlindung kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, pemilik alam semesta, pemilik kemuliaan dan kekuasaan. Ia akan mendatangi pintu-Nya, mengakui semua nikmat yang telah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-karuniakan kepadanya, serta mengakui kelemahan dan kekurangan dirinya dengan penuh pengharapan dan rasa takut kepada-Nya. Ia mengetahui bahwasanya tidak ada tempat lari dari-Nya kecuali kepada-Nya. Tidak ada yang bisa terlepas dari perhitungan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-kecuali orang-orang yang dirahmati-Nya. Ia mengharapkan pertolongan dan kekuatan dari-Nya, khususnya pada saat tertimpa masibah dan bencana. Selain itu, ia meninggalkan sesuatu selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, baik manusia, batu, malaikat, maupun wali yang shalih, dan menyandarkan seluruh hajatnya hanya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata. Sebab, ia mengetahui bahwasanya tidak ada yang memiliki sesuatu pun di alam semesta ini kecuali Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Sikap kembali dan bergantung kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-ini merupakan inti dan hakikat ‘ubudiyyah(peribadatan)

9-Malu kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-
Malu kepada Allah merupakan adab yang sangat agung. Sesungguhnya seorang Mukmin jika telah tertanam dalam jiwanya bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mendengar setiap ucapan, melihat setiap amal, mengetahui seluruh perkara baik yang tersembunyi maupun yang nyata, selalu mengawasinya, mengetahui seluruh keadaannya, dan mengawasi setiap apa yang dilakukan masing-masing jiwa, maka ketika itu ia akan merasa malu sebab Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-melihatnya mengucapkan kata-kata yang buruk, melakukan perbuatan jelek, atau berusaha dalam berbuat kerusakan. Rasa malu ini akan selalu ada dalam setiap keadaannya. Tidak pernah terlepas atau terpisah darinya selamanya, terlebih lagi saat ia bersendiri. Jika ia jauh dari pandangan manusia dan berdiam seorang diri, maka ia merasakan kebersamaan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dengannya. Dengan demikian, ia malu karena Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-melihatnya melakukan kemaksiatan.

Rasa malu ini merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi seorang hamba dan memiliki pengaruh yang sangat besar, di antaranya :
1. Bersegera melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Hal itu dilakukan karena malu jika Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-melihat hamba-Nya yang Mukmin meninggalkan suatu perintah atau melakukan larangan. Sesungguhnya seorang Mukmin malu jika Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- melihatnya dalam keadaan seperti itu.

2. Malu Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-kepada hamba. Sesungguhnya balasan itu sesuai dengan amal. Barang siapa malu kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- untuk berbuat maksiat, niscaya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-akan malu mengazabnya pada hari Kiamat. Dalam sebuah hadis Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda tentang tiga orang yang berada dalam sebuah majlis ilmu :


ÃóãøóÇ ÃóÍóÏõåõãú ÝóÃóæóì Åöáóì Çááøóåö ÝóÂæóÇåõ Çááøóåõ æóÃóãøóÇ ÇáúÂÎóÑõ ÝóÇÓúÊóÍúíóÇ ÝóÇÓúÊóÍúíóÇ Çááøóåõ ãöäúåõ æóÃóãøóÇ ÇáúÂÎóÑõ ÝóÃóÚúÑóÖó ÝóÃóÚúÑóÖó Çááøóåõ Úóäúåõ


Adapun salah seorang dari mereka kembali kepada Allah, maka Allah pun menyambutnya. Seorang yang lain malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Sementara yang lain lagi berpaling, maka Allah pun berpaling darinya. (HR. al-Bukhari, 66 dan Muslim, 2176 dari Abu Waqid al-Laitsi)

3. Menanamkan pada diri seorang Mukmin rasa malu kepada makhluk. Sesungguhnya barang siapa yang membiasakan malu kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, maka rasa malu itu akan menghalanginya untuk melakukan keburukan. Rasa malu itu akan menjadi kebiasaan, tabiat dan perangainya sehingga menjadikannya malu kepada manusia dan mencegahnya dari perbuatan buruk. Malu adalah bagian dari iman, sebagaimana sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


ÇóÅöa íúãóÇäõ ÈöÖúÚñ æóÓóÈúÚõæäó ÔõÚúÈóÉð æóÇáúÍóíóÇÁõ ÔõÚúÈóÉñ ãöäó ÇáÅöíúãóÇäö


Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang, dan malu adalah cabang dari iman. (HR. Muslim, 35 dari Abu Hurairah)

10-Mengamalkan Konsekwensi Makna Asma (Nama) dan Sifat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-
Mengamalkan konsekwensi makna Asma (Nama) dan Sifat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-merupakan buah keimanan yang sangat agung. Sebab, seorang yang beriman kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-meyakini apa-apa yang ditetapkan bagi Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dari nama-nama-Nya yang husna (indah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulyai (tinggi), dan menetapkan bagi-Nya kesempurnaan makna-maknanya yang hakiki, serta makna-makna ini tertanam dalam jiwanya serta meresap ke dalam hatinya, maka keimanan ini akan membuahkan hasil yang nyata dalam perilaku dan muamalahnya, tanpak pada anggota badannya dan tercermin dari perkataan maupun perbuatannya.

Maka barang siapa beriman bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Maha Mendengar niscaya ia tidak akan berbicara dengan ucapan yang dapat mengundang kemurkaan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, takut Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- akan mencatatnya dan mengadzabnya karena hal itu. Barang siapa mengimani bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Maha Melihat, menyaksikan dan mengawasi, niscaya ia akan takut Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-melihatnya berbuat maksiat dan mengadzabnya dengan siksa yang pedih. Maka dari itu, ia pun tercegah dari perbuatan maksiat dan berhenti melakukannya. Barang siapa meyakini bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- Mahaperkasa, niscaya ia tidak akan tunduk kepada selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan tidak merendahkan diri kecuali kepada-Nya. Barang siapa mengimani bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berkuasa menahan dan membentangkan rizki, niscaya ia tidak akan meminta kelapangan rizki atau yang lainnya kecuali kepada-Nya. Barang siapa mengimani bahwasanya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Maha Kuat lagi Maha Perkasa, niscaya akan semakin bertambah ketundukannya kepada-Nya dan kekuatan seluruh manusia terasa kecil dalam dirinya sehingga ia tidak merasa takut dan lemah di hadapan mereka.

Demikian halnya dengan semua nama-nama dan sifat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- yang lain. Kita harus merasakan hakikat maknanya secara sempurna dan mengamalkan seluruh konsekwensinya. Inilah hakikat menghitung nama-nama Allah yang disebutkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dalam sebuah hadis :


Åöäøó áöáøóåö ÊöÓúÚóÉð æóÊöÓúÚöíäó ÇÓúãðÇ ãöÇÆóÉð ÅöáøóÇ æóÇÍöÏðÇ ãóäú ÃóÍúÕóÇåóÇ ÏóÎóáó ÇáúÌóäøóÉó


Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa menghitungnya, niscaya ia masuk Surga (HR. al-Bukhari, 6410, Muslim, 2677 dan lafazh ini miliknya, dari Abu Hurairah)

Menghadirkan makna nama-nama Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-yang husna (indah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (tinggi) merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi seorang Mukmin. Di samping itu, merupakan sebab terbesar yang meluruskan perilaku maupun anggota badannya hingga menjadi sebab kebaikan hatinya, anggota badan, serta amal perbuatannya. Ini merupakan realisasi kebenaran tauhid.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :
Mausu’ah al-Aadaab al-islamiyyah, Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, E.I. hal. 24-31


























Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=944