Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Bagaimana Seseorang Mengetahui Bahwa Imannya Kuat ?
Senin, 10 Oktober 22
**
Soal :
Seorang wanita bertanya :

Bagaimanakah seseorang mengetahui bahwa dirinya telah sampai kepada derajat iman ?

Karena, aku memiliki seorang saudara perempuan yang mengatakan bahwasanya ‘dirinya seorang mukminah dan imanku kuat.’

Bagaimana seorang insan mengetahui bahwa imannya kuat ?

Apa persyaratan yang akan menjadikan seorang mukmin kuat imannya ?

Apakah seseorang dapat mengetahui bila mana imannya kuat atau lemah ?

Aku berharap Anda memberikan penjelasan mengenai hal-hal tersebut. Semoga Anda diberikan pahala.

Jawab :
Syaikh-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-menjawab,

Iman lebih tinggi tingkatannya daripada Islam. Dan, seseorang akan tahu bahwa dirinya seorang mukmin (seorang yang beriman) adalah dengan sesuatu yang terdapat dalam dirinya berupa pengakuan yang pasti terhadap hal-hal yang wajib diimani, yaitu : iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan para Rasul-Nya, hari akhir, takdir yang baik dan yang buruk. Dan, terhadap hal-hal yang menjadi hasil dari keimanan tersebut, yaitu kembali kepada Allah dengan mengerjakan ketaatan-ketaatan, bertaubat kepada-Nya dari tindak kemaksiatan-kemaksiatan, mencintai kebaikan bagi orang-orang yang beriman, mencintai kemenangan bagi Islam, dan hal-hal lainnya yang merupakan konsekwensi dari keimanan yang menunjukkan dengan jelas bahwa seseorang itu seorang mukmin.

Dan, mungkin juga bagi seseorang untuk mengetahui bahwa dirinya seorang mukmin (orang yang beriman) dengan menyesuaikan kondisi dan keadaannya serta amal-amalnya terhadap apa-apa yang datang di dalam sunnah (Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó), seperti,


áóÇ íõÄúãöäõ ÃóÍóÏõßõãú ÍóÊøóì íõÍöÈøó áöÃóÎöíåö ãóÇ íõÍöÈøõ áöäóÝúÓöåö


Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman sebelum ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Maka, hendaknya ia melihat, apakah ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri, ataukah ia lebih suka untuk lebih mengutamakan dirinya atas saudaranya dan tidak perhatian terhadap urusannya, atau apa ?

Dalam hal bermuamalah : Apakah ia seorang pemberi nasehat dalam muamalahnya terhadap saudara-saudaranya, ataukah seorang yang berlaku curang terhadap mereka ?

Karena Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – telah bersabda,


« ÇáÏøöíäõ ÇáäøóÕöíÍóÉõ » ÞõáúäóÇ áöãóäú ÞóÇáó « áöáøóåö æóáößöÊóÇÈöåö æóáöÑóÓõæáöåö æóáÃóÆöãøóÉö ÇáúãõÓúáöãöíäó æóÚóÇãøóÊöåöãú »


Agama itu nasihat. Kami (para sahabat) mengatakan, ‘untuk siapa ?’ Beliau menjawab, ‘untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin dan rakyatnya. (HR. Muslim)

Dan telah valid pula dari beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – behwa beliau bersabda,


ãóäú ÛóÔøó ÝóáóíúÓó ãöäøöì


Barang siapa curang maka ia tidak termasuk golonganku (HR. Muslim)

Dan, hendaknya pula kita melihat, apakah ia baik muamalahnya dengan tetangga, ataukah sebaliknya ?

Karena kebaikan muamalah dengan tetangga termasuk tanda-tanda iman. Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


æóÇááøóåö áóÇ íõÄúãöäõ æóÇááøóåö áóÇ íõÄúãöäõ æóÇááøóåö áóÇ íõÄúãöäõ Þöíáó æóãóäú íóÇ ÑóÓõæáó Çááøóåö ÞóÇáó ÇáøóÐöí áóÇ íóÃúãóäõ ÌóÇÑõåõ ÈóæóÇíöÞóåõ


“Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman.” Ditanyakan (kepada beliau), ‘Siapakah gerangan (orang yang tidak beriman itu), wahai Rasulullah ?. Beliau menjawab, ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari gangguan-gangguannya.’ (HR. al-Bukhari)

Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-juga bersabda,


ãóäú ßóÇäó íõÄúãöäõ ÈöÇááøóåö æóÇáúíóæúãö ÇáúÂÎöÑö ÝóáúíõßúÑöãú ÌóÇÑóåõ


Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tetangganya. (HR. al-Bukhari)

Dan hadis-hadis lainnya yang dengannya seseorang mengetahui apa yang ada pada dirinya berupa iman, kuat dan lemahnya.

Maka, seorang insan yang berakal sehat yang dapat melihat, ia menimbang imannya dengan apa yang dilakukannya berupa ketaatan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan menjauhkan diri dari bermaksiat kepada-Nya, serta mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri dan juga untuk kaum Muslimin.

Adapun perkataan si penanya’aku seorang mukminah (wanita yang beriman) dan imanku kuat’, maka hal ini jika ia mengatakannya sebagai bentuk anggapan akan kesucian dirinya, maka sungguh ia telah keliru, berdasarkan firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ÝóáóÇ ÊõÒóßøõæÇ ÃóäúÝõÓóßõãú åõæó ÃóÚúáóãõ Èöãóäö ÇÊøóÞóì [ÇáäÌã : 32]


Maka, janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia lebih mengetahui siapa yang bertakwa. (an-Najm : 32)

Dan jika ia mengatakannya sebagai bentuk menceritakan kenikmatan yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-karuniakan kepadanya, dan untuk memberikan semangat terhadap selain dirinya agar memperkuat imannya, maka tidak ada masalah dan tidak mengapa.

Dan, seseorang akan dapat mengetahui kuatnya iman-sebagaimana telah kami sebutkan tadi-dengan melihat kepada bekas-bekasnya yang menjadi konsekwensi dari keimanannya. Dan, kapan kuat imannya, niscaya seseorang menjadi seperti seolah-olah ia dapat menyaksikan perkara yang tidak kelihatan yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-kabarkan, di mana tidak ada sedikit pun keraguan pada dirinya terhadap apa-apa yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan rasul-Nya-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-kabarkan berupa hal-hal yang tidak terlihat.

Wallahu A’lam

Sumber :
Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, 1/48








Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1905