Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Bila Seorang Wanita Melanjutkan Puasanya Kendatipun Keluar Darah Haidh
Jumat, 02 April 04

Tanya :

Pada bulan Ramadhan yang lalu, saya mengalami haidh beberapa menit sebelum waktu berbuka. Saat itu saya tidak langsung berbuka tapi melanjutkan puasa sampai tibanya waktu berbuka. Kemudian, ketika saya masih dalam masa haidh, darahnya terhenti di tengah hari, saat itu saya sedang tidak berpuasa, setelah Ashar saya puasa sampai saat berbuka. Selepas Ramadhan saya meng-qadha hari-hari tersebut, termasuk hari yang saya tetap berpuasa. Apakah puasa saya itu benar? Kemudian untuk hari-hari dari tahun-tahun yang lalu sebenarnya saya juga ingin mengqadhanya, tapi saya tidak punya harta yang bisa disedekahkan, apakah cukup dengan qadha saja? Bilakah seorang remaja putri wajib berpuasa? Jika seorang gadis yang telah baligh tidak berpuasa karena usianya yang masih kecil, apakah ia harus mengqadha? Jika ia tidak tahu berapa hari yang ditinggalkannya, apa yang harus dilakukannya?

Jawab :

Pertanyaan ini mengandung beberapa point:
Pertama: Penanya menyebutkan bahwa ia berpuasa sementara ada darah yang keluar beberapa menit menjelang maghrib, namun demikian ia tetap melanjutkan puasanya. Ini tidak benar; ia tetap berpuasa setelah tahu adanya darah yang keluar darinya. Jika haidh datang kepada seorang wanita maka wanita itu wajib berbuka, artinya, ia harus meniatkan berbuka (tidak puasa), bahkan sebenarnya (dengan keluarnya darah haidh itu) ia sudah berbuka (puasanya batal). Namun demikian, ia boleh berniat melanjutkan puasanya, karena Nabi n pernah bersabda tentang seorang wanita:

ÃóáóíúÓó ÅöÐóÇ ÍóÇÖóÊú áóãú ÊõÕóáøö æóáóãú ÊóÕõãú.

“Bukankah wanita itu jika haidh tidak shalat dan tidak berpuasa.”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1951) dalam kitab Ash-Shaum. ) . Dan karena anda telah berbuka (puasanya batal), maka anda wajib meng-qadha puasa hari tersebut.

Kedua: Penanya ini mengatakan, bahwa ia telah suci sebelum terbenamnya matahari. Sebagaimana diketahui, bahwa ia tidak berpuasa (karena sedang haidh), namun demikian ia mengatakan bahwa dirinya berpuasa (setelah suci itu). Ini juga tidak benar, karena puasa itu tidak dibenarkan kecuali dimulai sejak terbitnya fajar. Karena itu, puasa anda pada hari itu setelah anda bersuci dari haidh tidak sah. Namun para ahlul ilmi berbeda pendapat tentang; apakah anda harus imsak (mana-han diri dari segala hal yang membatalkan puasa) tanpa berniat puasa karena saat itu bukanlah puasa yang disyari’atkan. Mengenai hal ini ada perbedaan pendapat. Tapi bukan ini yang dipermasalahkan.

Ketiga: Anda menanyakan tentang hari-hari puasa yang anda tidak berpuasa pada hari-hari tersebut. Jawabnya adalah, bahwa menang-guhkannya hingga datangnya Ramadhan berikutnya jika disebabkan oleh suatu udzur maka tidak apa-apa dan anda tidak berdosa. Namun demikian anda harus mengqadhanya walaupun setelah berlalunya Ramadhan kedua. Jika hal itu terjadi tanpa udzur maka anda berdosa, dalam hal ini anda wajib bertobat kepada Allah dari perbuatan ini dan anda harus mengqadha hari-hari yang anda tinggalkan, hal ini berdasarkan firman Allah:
“Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Al-Baqarah: 184). Jika anda tidak memiliki harta yang bisa anda bayarkan maka anda tidak berkewajiban apa-apa.

Adapun pertanyaan anda: Bilakah seorang remaja putri wajib berpuasa? kami katakan: Yaitu bila ia telah baligh. Tanda balighnya seorang wanita adalah dengan salah satu dari empat hal, yaitu; Mencapai usia lima belas tahun, haidh, keluarnya mani, tumbuhnya bulu kemaluan. Jika seorang gadis telah mengalami salah satu di antara keempat hal ini berarti ia telah baligh, dan ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkanya semenjak ia baligh walaupun usianya masih muda. Jika ia telah mengalami haidh walaupun usianya baru dua belas tahun maka ia wajib berpuasa, demikian juga jika ia belum pernah haidh tapi usianya sudah lebih dari lima belas tahun.

Jika ia tidak mengetahui hari-hari yang ditinggalkannya, maka hendaklah ia memperkirakannya, jika ia memperkirakan dua bulan atau satu bulan, maka ia hanya berkewajiban satu bulan, karena hukum asalnya adalah “belum baligh”. Jika ia memperkirakan tiga bulan atau dua bulan, maka yang wajib baginya hanya dua bulan, karena hukum asalnya adalah “belum baligh”. Namun jika ia yakin telah baligh tapi tidak tahu apakah ia meninggalkan satu bulan atau dua bulan, maka ia wajib mengqadha dua bulan, karena hukum asal yang berlaku adalah “telah baligh”. Demikian juga jika ia telah yakin baligh tapi tidak tahu apakah ia meninggalkan puasa ketika baligh itu sebanyak dua bulan atau tiga bulan, maka ia wajib mengqadha tiga bulan.

Hukum ini berlaku bagi yang meninggalkan puasa karena keti-daktahuan. Adapun yang meninggalkannya dengan sengaja padahal ia tahu, maka hendaknya ia bertobat kepada Allah dan ia tidak mengqadhanya, karena dalam hal ini qadha tidaklah berarti dan tidak diterima, berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :

ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏøñ.

“Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan maka perbuatan itu tertolak.”( Dikeluarkan oleh Muslim (no. 1718), kitab Al-Aqdhiyah. )

Dan barangsiapa yang sengaja menangguhkan suatu ibadah dari waktunya tanpa udzur, kemudian ia melaksanakannya setelah berlalunya (habisnya) waktu itu, maka berarti ia telah melakukan suatu perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, karena itu pebuatannya itu tertolak. Namun demikian, ia harus bertobat kepada Allah dari perbuatan itu dan memperbanyak perbuatan shalih. Dan barangsiapa yang bertobat kepada Allah maka Allah akan menerima tobatnya.
( “Fatawa Ash-Shiyam” karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin )

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=594