Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Bertekad Puasa Tiga Hari (Tgl 13, 14, 15)
Jumat, 02 April 04

Tanya :

Ibu saya ingin berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, maka saya pun bertekad untuk berpuasa bersamanya. Saya meniatkan itu setelah menyelesaikan qadha puasa Ramadhan. Namun ketika saya puasa pada hari pertama, saya keletihan dan tidak dapat melanjutkan puasa, lalu saya berkata pada diri sendiri, “Saya akan berpuasa walaupun pada hari kedua untuk mendapat pahala dari Allah Subhannahu wa Ta'ala.” Yang saya pertanyakan adalah:

- Apa balasan orang yang berpuasa pada bulan Rajab, dan berapa hari puasanya?
- Apa hukum niat saya dalam masalah ini, dan apakah saya harus melaksanakan semua puasanya (tiga hari tersebut)?
- Apakah saya berkewajiban menjalankan puasa itu setiap tahun, seba-gaimana yang diyakini oleh sebagian orang?

Jawab :

Bulan Rajab termasuk bulan yang dimuliakan. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (At-Taubah: 36).

Keempat bulan itu adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Tapi, tidak ada ibadah khusus pada bulan Rajab, tidak ada shalat tertentu, puasa tertentu, umrah tertentu, ziarah masjid nabawi atau lainnya. Bulan Rajab adalah bulan biasa seperti bulan-bulan haram lainnya, tidak ada hadits yang shahih dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tentang peng-khususan suatu hari pada bulan Rajab untuk berpuasa dan tidak pula suatu malam yang dikhususkan untuk qiyam.

Karena itu, saya nasihatkan kepada anda dan ibu anda untuk tidak mengulangi perbuatan itu, yaitu mengkhususkan beberapa hari di bulan Rajab untuk berpuasa. Adapun bulan Sya’ban, Rasulullah n pernah mengkhususkan dengan puasa, beliau pernah berpuasa pada mayoritas hari-hari bulan itu dan pernah pula berpuasa penuh kecuali sebagian kecil saja, sebagaimana disebutkan oleh Aisyah Radhiallaahu anha (Aisyah Radhiallaahu anha berkata, “... Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali Ramadhan, dan aku tidak pernah melihatnya banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1969) dalam kitab Ash-Shaum. Muslim (no. 1156 [175]) dalam kitab Ash-Shiyam. Dalam riwayat lain dari Aisyah, ia berkata, “Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tidak pernah berpuasa pada suatu bulan yang melebihi bulan Sya’ban; beliau pernah berpuasa pada bulan Sya’ban sebulan penuh.” Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1970) dalam kitab Ash-shaum. Muslim (no. 1156 [176]) dalam kitab Ash-Shiyam. Dalam riwayat Muslim ditambahkan: “Beliau berpuasa pada bulan Sya’ban kecuali sedikit”.) .

Adapun niat anda untuk berpuasa pada ketiga hari tersebut, sementara anda telah menjalankan satu hari lalu anda kesulitan melaksanakan sisanya, maka tidak ada dosa bagi anda dalam hal ini, karena orang yang berniat melaksanakan suatu ibadah tidak berarti wajib baginya, sekali pun ia sangat berambisi melaksanakannnya, baik itu berupa ibadah materi ataupun jasmani atau kedua-duanya. Jika seseorang niat untuk shalat dua raka’at kemudian tidak melaksanakan-nya, maka ia tidak berdosa, atau jika ia berniat shadaqah lalu tidak melaksanakannya maka ia tidak berdosa, jika ia niat melaksankaan puasa sehari lalu ternyata ia tidak melaksanakannya maka tidak berdosa. Karena hal-hal seperti ini termasuk yang dimaafkan, sebagaimana riwayat dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, bahwa Allah memaafkan dari umat ini apa yang terdetik di dalam dirinya jika itu belum dikerjakan atau diucapkan.

Adapun keyakinan bahwa orang yang apabila melakukan suatu ibadah pada suatu tahun, dia harus melaksanakan itu pada tahun-tahun selanjutnya, maka ini tidak benar. Artinya, jika ia melaksanakan suatu ibadah pada suatu bulan, maka ia tidak harus melaksanakan itu setiap bulan tersebut. Misalnya, jika ia berpuasa pada tiga hari bulan Rajab atau Jumadal Ula-Jumadats Tsaniah atau Rabi’ul Awwal-Rabi’ul Tsani, maka ia tidak harus melaksanakan puasa itu pada bulan yang sama atau pada bulan berikutnya. Sebab, tidak ada kewajiban atas seseorang kecuali yang diwajibkan Allah atasnya, atau apa yang diwajibkan seseorang atas dirinya dengan nadzar.

Tapi, selayaknya seseorang yang melakukan suatu ibadah melanjutkannya, berdasarkan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam kepada Abdullah bin Amr bin Al-’Ash Radhiallaahu anhu,

íóÇ ÚóÈúÏó Çááåö áÇó Êóßõäú ãöËúáó ÝõáÇóäò ßóÇäó íóÞõæúãõ ãöäó Çááøóíúáö ÝóÊóÑóßó ÞöíóÇãó Çááøóíúáö.

“Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si Fulan, ia melaksanakan shalat malam pada suatu malam lalu meninggalkannya.”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1152) dalam kitab At-Tahajjud. Muslim (no. 1159 [185]) dalam kitab Ash-Shiyam. )

Dan sebagaimana disebutkan dalam suatu riwayat dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, bahwa beliau bersada,

ÃóÍóÈøõ ÇúáÃóÚúãóÇáö Åöáóì Çááåö ÃóÏúæóãõåóÇ æóÅöäú Þóáøó.

“Amal yang paling dicintai Allah adalah yang berkesinambungan walaupun sedikit.”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 6464) dalam kitab Ar-Raqaiq. Muslim (no. 782 [216]) dalam kitab Shalatul Musafirin.)

Amal ibadah itu jika rutin dilakukan seseorang, maka itu lebih dicintai Allah. Wallahul Muwaffiq.
( “Fatawa Ash-Shiyam” karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin )

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=601