Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Syarat Wajib Haji dan Umrah
Sabtu, 03 April 04

Tanya :

Kami ingin mengetahui apa saja syarat wajib haji dan umrah itu?

Jawab :

Syarat-syarat wajib haji dan umrah itu ada lima, terhimpun di dalam ungkapan penyair yang berbunyi:

ÇáúÍóÌøõ æóÇáúÚõãúÑóÉõ æóÇÌöÈóÇäö Ýöí ÇáúÚõãúÑö ãóÑøóÉð ÈöáÇó ÊóæóÇäöí ÈöÔóÑúØö ÅöÓúáÇóãößó íóÇÍõÏöíøöåú ÚóÞúáö ÈõáõæúÛö Ìóáöíúåö

“Haji dan umrah itu adalah dua kewajiban sekali seumur hidup, tidak boleh ditunda-tunda,Dengan syarat: Islam, merdeka, berakal, berusia baligh dan mempunyai kemampuan.”

Jadi, haji dan umrah itu menjadi wajib (bagi seseorang) apabila memenuhi syarat-syaratnya, yaitu: Pertama, Islam. Orang yang bukan muslim tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji, bahkan sekiranya ia melakukannya maka tidak sah, dan lain dari itu, ia tidak boleh memasuki kawasan tanah suci Mekkah, sebab Allah telah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini. (At-Taubah: 28).

Jadi, tidak boleh bagi siapa saja yang berstatus kafir, karena sebab apa saja kekafirannya, masuk ke tanah suci Mekkah. Namun demikian, orang kafir tetap akan dihisab kelak di akhirat atas peng-abaian mereka terhadap ibadah haji dan ajaran-ajaran Islam lainnya, menurut pendapat yang lebih kuat dari para ulama, dengan dalil firman Allah Subhannahu wa Ta'ala :
“Kecuali golongan kanan, berada di dalam Surga, mereka tanya-menanya tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Neraka Saqar?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil bersama-sama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari Pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.” (Al-Muddatsir: 39-47).

Syarat kedua: Berakal. Orang gila tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji, bahkan jikalau seseorang gila semenjak usia sebelum baligh hingga meninggal dunia, maka ia tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji sekali pun ia adalah seorang yang kaya.

Syarat ketiga: Baligh. Orang yang belum masuk usia baligh tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji, namun jika ia menunaikannya, maka ibadah hajinya sah, hanya saja ibadah haji yang ia lakukan itu tidak mencukupinya dari kewajiban Islam (haji wajib yang merupakan rukun Islam), sebab Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda kepada seorang ibu yang membawa anak kecilnya ke hadapan beliau dan bertanya, “Apakah anak ini boleh menunaikan ibadah haji?” Jawab Nabi, “Ya, dan kamu mendapat pahala.”( Dikeluarkan oleh Muslim (no. 409) dalam kitab Al-Hajj.) Akan tetapi haji yang dilakukan oleh anak itu tetap tidak dapat mewakili haji wajibnya (rukun Islam), karena perintah belum dibebankan kepadanya kecuali sesudah ia memasuki usia baligh.

Pada kesempatan ini saya ingin katakan bahwa pada musim (haji) seperti sekarang ini, di mana manusia sangat padat dan berdesak-desakan, dan anak kecil akan banyak mendapat kesulitan untuk bisa melakukan ihram dan untuk memperhatikan kesempurnaan manasik haji, maka sebaiknya anak-anak yang masih belum cukup umur tidak diikutsertakan dalam menunaikan ibadah haji ataupun umrah, sebab mereka akan banyak mengalami berbagai kesulitan dan demikian pula orang tua (ayah dan ibu) yang membawanya. Bahkan, bisa jadi ayah dan ibunya tidak dapat menunaikan manasik haji dengan sempurna karena sibuk mengurusi anak-anak mereka yang pada gilirannya menyebabkan mereka tetap berada di dalam kesulitan (karena harus membayar denda ini dan itu). Maka, selagi ibadah haji belum diwajibkan terhadap mereka (anak-anak), sebaiknya mereka tidak usah merepotkan kita di dalam menunaikan ibadah haji.

Syarat keempat: Merdeka (bukan budak). Hamba sahaya atau budak tidak berkewajiban menunaikan ibadah haji, karena dia adalah budak yang harus selalu memenuhi perintah majikannya. Karena itu ia dimaafkan bila tidak menunaikan ibadah haji, sebab tidak ada jalan (biaya) baginya ke sana.

Syarat kelima: Mempunyai kemampuan untuk pergi haji, baik kemampuan harta maupun fisik. Dan jika ada seseorang yang mempu-nyai kemampuan harta, sedangkan fisiknya lemah, maka harus menyuruh orang lain untuk mengerjakan hajinya, karena di dalam hadits yang bersumber dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu diriwayatkan bahwasanya ada seorang wanita dari marga Khutsa’miyah yang bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku sudah berkewajiban untuk menunaikan kewajiban ibadah haji, namun beliau sudah lanjut usia tidak dapat mengendari hewan tunggangannya, lalu apakah saya boleh menghajikannya?” Jawab Nabi, “Ya”( Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no. 1513) dalam kitab Al-Hajj, Muslim (no. 407) dalam kitab Al-Hajj.) Peristiwa ini terjadi pada waktu Hajjatul Wada’ (haji perpisahan Nabi).

Penyataan perempuan yang mengatakan, “Sesungguhnya ayah-ku sudah berkewajiban untuk menunaikan kewajiban ibadah haji” dan persetujuan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam terhadap wanita itu untuk menghajikan ayahnya adalah menunjukkan bahwa apabila seseorang sudah mempunyai kemampuan harta untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan fisiknya sangat lemah, maka ia wajib mewakilkannya kepada orang. Adapun jika seseorang hanya mempunyai kemampuan fisik saja tanpa didukung oleh kemampuan harta, sedangkan ia tidak mungkin datang ke tanah suci Mekkah dengan berjalan kaki, maka ibadah haji tidak menjadi wajib baginya.

Termasuk di dalam katagori mampu bagi wanita adalah adanya mahram pendamping, dan jika mahram tidak ada maka ia tidak berke-wajiban menunaikan ibadah haji. Namun para ulama berbeda pendapat, apakah dalam kondisi seperti itu wanita wajib menyuruh orang lain untuk menghajikan atau mengumrahkan dirinya, atau tidak. Ada dua pendapat dalam masalah ini berdasarkan; bahwa adanya mahram adalah merupakan syarat untuk diwajibkannya menunaikan ibadah haji bagi wanita, atau berdasarkan bahwa adanya mahram itu memang telah merupakan syarat. Menurut ulama madzhab Hanbali , bahwa adanya mahram itu merupakan syarat kewajiban haji bagi kaum wanita. Oleh karenanya, wanita yang tidak mempunyai mahram tidak wajib menunaikan ibadah haji dan juga tidak wajib ia menyuruh orang lain untuk mengerjakannya.
Itulah 5 syarat wajibnya haji; saya ulangi, yaitu Islam, berakal, berusia baligh, merdeka dan mampu. Semua syarat ini meliputi ibadah haji dan umrah sekaligus.

( Fatwa Syaikh Muhammad bin shalih Al-'Utsaimin )

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=721