Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Seputar Posisi Makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam Di Masjid Nabawi
Selasa, 27 Juni 06

Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah ditanyai tentang hukum shalat di masjid yang di dalamnya terdapat makam:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullah menjawab:
Shalat di masjid yang ada makamnya, bisa digolongkan menjadi dua:
Pertama: Makam tersebut lebih dulu ada sebelum masjid. Maksudnya, masjid dibangun di atas kuburan. Maka, masjid ini wajib ditinggalkan dan tidak boleh shalat di sana. Adapun orang yang membangunnya wajib menghancurkan masjid itu, jika dia tidak mau, maka penguasa kaum muslimin berkewajiban menghancurkan masjid itu.

Kedua: Masjid lebih dulu ada sebelum makam. Maksudnya, ada mayit yang dikuburkan di sana setelah terbangunnya sebuah masjid. (jika demikian keadaannya), maka makam tersebut wajib digali dan mayit diangkat, dan dimakamkan di tempat pemakaman umum. Sedangkan mengenai masjidnya, maka bisa dipakai shalat, dengan syarat, makam tidak berada di depan orang yang shalat, karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam melarang shalat menghadap kuburan.

Adapun mengenai makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang dimasukkan ke dalam lokasi Masjid Nabawi, maka sebagaimana diketahui, masjid nabawi dibangun sebelum beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam wafat sehingga ia tidak dibangun di atas kuburan. Demikian juga, diketahui bahwa nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak dimakamkan di dalamnya (masjid). Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam dimakamkan di rumahnya yang terpisah dari masjid Nabawi.

Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik, dia mengirim surat kepada gubernur Madinah, Umar bin Abdul Aziz pada tahun 88 Hijriyah, supaya menghancurkan (merenovasi) masjid Nabawi dan memasukkan kamar para istri Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam (ke dalam masjid). Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan masyarakat dan para Ulama Ahli Fiqh, lalu Umar membacakan surat dari Amirul Mukminin, al-Walid. (setelah mendengarnya), mereka merasa keberatan. Mereka menyatakan, “Membiarkannya dalam kondisi asli lebih banyak faidahnya.”

Dan diriwayatkan, bahwa Sa’id bin Musyyib mengingkari pelebaran masjid yang memasukkan tempat tinggal Aisyah Radiyallahu 'Anha. Seakan dia khawatir, (perbuatan ini termasuk) menjadikan kuburan sebagai masjid. Lalu Umar bin Abdul Aziz menyampaikan perihal ini dengan mengirim surat kepada Amirul Mukminin, al-Walid

Al-Walid membalasnya dan memerintahkannya agar melaksanakan perintahnya (semula). Dengan begitu, Umar tidak memiliki andil dalam hal ini.

(Dari uraian ini), anda dapat mengetahui, bahwa makam Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak diletakkan di masjid, dan tidak dibangun masjid diatasnya. Maka disini, tidak ada hujjah (argumen) bagi seseorang untuk memperbolehkan menguburkan di masjid, atau membagun masjid di atas makam.

Dalam hadits yang sah dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda yang artinya, ”Laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nashara mereka telah menjadikan kuburan para Nabi mereka menjadi masjid.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyampaikan hal ini, padahal beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelang ajal, sebagai peringatan kepada umatnya dari perbuatan yang menyamai Yahudi dan Nashrani.

Dan tatkala Ummu Salamah menceritakan kepada beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang gereja yang dilihatnya di Habasyah, dan tentang gambar-gambar yang ada di dalamnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, ” Mereka ini, jika ada orang shalih di kalangan mereka yang meninggal, mereka membangun masjid di atas kuburannya. Mareka itu adalah seburuk-buruk makluk di sisi Allah.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu 'Anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya di antara seburuk-buruk manusia ialah orang yang mendapatkan hari kiamat sedangkan mereka dalam keadaaan hidup dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid. (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik)

Dan seorang mukmin, (tentu) tidak akan mau mengikuti jalan orang-orang Yahudi dan Nashrani, dan tidak akan mau menjadi makhluk terburuk.

(SUMBER: Majalah as-Sunnah sebagaimana yang diterjemahkan dari Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin, Jld. XII/372-374)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=999