Artikel : Fiqih - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Cinta Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam

Senin, 06 Februari 12


Salah satu bukti kebenaran syahadat risalah adalah hendaknya seorang muslim menyintai Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam melebihi cintanya kepada istri, anak-anak, orang tua, keluarga, harta benda bahkan diri sendiri. Hal ini sudah digariskan oleh al-Qur`an dan sunnah.

Allah Ta'ala berfirman,
Þõáú Åöäú ßóÇäó ÂóÈóÇÄõßõãú æóÃóÈúäóÇÄõßõãú æóÅöÎúæóÇäõßõãú æóÃóÒúæóÇÌõßõãú æóÚóÔöíÑóÊõßõãú æóÃóãúæóÇáñ ÇÞúÊóÑóÝúÊõãõæåóÇ æóÊöÌóÇÑóÉñ ÊóÎúÔóæúäó ßóÓóÇÏóåóÇ æóãóÓóÇßöäõ ÊóÑúÖóæúäóåóÇ ÃóÍóÈøó Åöáóíúßõãú ãöäó Çááøóåö æóÑóÓõæáöåö æóÌöåóÇÏò Ýöí ÓóÈöíáöåö ÝóÊóÑóÈøóÕõæÇ ÍóÊøóì íóÃúÊöíó Çááøóåõ ÈöÃóãúÑöåö æóÇááøóåõ áóÇ íóåúÏöí ÇáúÞóæúãó ÇáúÝóÇÓöÞöíäó [ÇáÊæÈÉ/24]
Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-Taubah: 24).

Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, salah seorang dari kalian tidak beriman sehingga dia lebih menyintai aku daripada bapaknya, anaknya dan seluruh manusia.”

Apa yang diraih oleh seorang hamba dengan menyintai Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam melebihi...

Pertama
, meraih manisnya iman, hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dalam hadits Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, “Ada tiga perkara, barangsiapa ketiga perkara tersebut terdapat pada dirinya niscaya dia merasakan manisnya iman: Hendaknya dia lebih menyintai Allah dan rasulNya melebihi selain keduanya. Hendaknya dia menyintai seseorang hanya karena Allah semata. Hendaknya dia menolak kembali kepada kekufuran setelah Allah mengentaskannya darinya seperti dia tidak berkenan jika dicampakkan ke dalam api neraka.

Kedua, menemani dan meyertai Nabi shallallohu 'alaihi wasallam di akhirat. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sedang bersabda kepada para sahabat, datang seorang laki-laki, dia berkata, “Ya Rasulullah, kapan Kiamat terjadi?” Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menjawab, “Apa yang kamu siapkan?” Dia menjawab, “Cinta kepada Allah dan rasulNya.” Nabi shallallohu 'alaihi wasallam menjawab, “Kamu bersama orang yang kamu cintai.” Anas berkata, “Aku menyintai Allah, rasulNya, Abu Bakar dan Umar, aku berharap bisa bersama mereka dengan cintaku kepada mereka walaupun aku tidak beramal seperti amal mereka.”

Teladan para sahabat

Dalam perang Uhud Abu Thalhah menjadikan dirinya sebagai perisai hidup di depan Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, dia membusungkan dadanya menyonsong anak panah orang-orang musyrik yang mengarah kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam. Anas berkata, “Ketika perang Uhud terjadi orang-orang menjauhi Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, namun Abu Thalhah berdiri di depan beliau melindungi beliau dengan perisai kulitnya. Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung. Pada perang ini dia mematahkan dua atau tiga busur. Seorang laki-laki lewat di dekat Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam dengan menjinjing satu tabung anak panah, Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Berikan anak panah itu kepada Abu Thalhah.” Anas berkata, “Nabi shallallohu 'alaihi wasallam mengawasi musuh, maka Abu Thalhah berkata kepada beliau, “Bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, janganlah engkau mengawasi musuh, karena engkau bisa terkena anak panah, biarkan leherku yang menyongsong anak-anak panah ini agar ia tidak mengenai lehermu.” (HR. Al-Bukhari).


Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa pada perang Uhud Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam terpisah dari pasukan bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy, pada saat pasukan musyrikin menekan beliau, beliau bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?” Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.” Maka salah seorang dari Anshar maju, dia bertempur hingga gugur. Musuh semakin meningkatkan serangannya, maka Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang berani menghadang mereka sehingga mereka tidak menyentuh kami niscaya untuknya surga?” Dalam riwayat, “Menjadi temanku di surga.” Maka orang Anshar kedua maju bertempur hingga dia gugur, begitu seterusnya hingga ketujuh orang Anshar tersebut gugur seluruhnya. Maka Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda kepada dua orang Quraisy, “Kita tidak bersikap obyektif kepada sahabat-sahabat kita.”


Sepulang dari Uhud kaum muslimin menyambut Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, seorang wanita dari Bani Dinar diberitahu bahwa suaminya, bapaknya dan saudaranya gugur dalam perang ini. Dia justru bertanya, “Apa kabar Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam?” Orang-orang menjawab, “Wahai ibu fulan, beliau baik-baik saja, segala puji bagi Allah, beliau seperti yang engkau harapkan.” Wanita tersebut berkata, “Mana beliau, tunjukkanlah beliau kepadaku. Aku ingin melihatnya.” Maka orang-orang menunjuk ke arah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam. Pada saat itu wanita tersebut bergumam, “Musibah apa pun tidak berarti asalkan engkau selamat.”

Menyintai sunnah Nabi shallallohu 'alaihi wasallam

Sunnah berarti thariqah, (jalan, riwayat hidup), maka sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam adalah jalan hidup Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam yang tertuang dalam sabda, perbuatan dan taqrir (ketetapan) beliau.

Menyintai Rasulullah berarti menyintai sunnah beliau, karena sunnah adalah beliau, sabda dan perbuatan serta sifat beliau, menyintai sunnah beliau berarti mengamalkannya, menerapkannya dalam hidup, mendakwahkannya, menyebarkannya dan membelanya di depan orang-orang yang melecehkannya.

Teladan dari sahabat

Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Jika istrimu meminta izin ke masjid maka janganlah kamu melarang.” Maka Bilal bin Abdullah berkata, “Demi Allah, kami akan melarangnya.” Rawi berkata, maka Abdullah bin Umar memandangnya dan mencelanya dengan buruk, aku tidak pernah mendengarnya mencela seperti itu. Abdullah berkata, “Aku mengatakan dari Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam sementara kamu berkata, ‘Demi Allah, kami akan melarangnya.”

Ibnu Abbas berkata, “Hampir saja batu turun dari langit atas kalian, aku berkata kepada kalian, ‘Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam bersabda.’ Sementara kalian menentangnya dan mengatakan, ‘Tapi Abu Bakar dan Umar berkata.”
Perkataan Para Imam

Termasuk menyintai sunnah Rasulullah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari cinta Rasulullah adalah mendahulukan ajaran beliau di atas kata-kata siapa pun. Mendahulukan sabda Nabi shallallohu 'alaihi wasallam di atas ucapan siapa pun merupakan kesepakatan para ulama dan para imam tidak terkecuali Imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad rahimahumullah.

Abu Hanifah rahimahullah berkata, “Jika aku mengatakan sesuatu yang menyelisihi kitab Allah dan berita Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam maka tinggalkanlah perkataanku.” “Tidak halal bagi seseorang mengambil ucapan kami selama dia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya.”

Malik rahimahullah berkata, “Tidak seorang pun setelah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam kecuali perkataannya diambil dan ditinggalkan selain Nabi shallallohu 'alaihi wasallam.”
“Aku hanya manusia, terkadang salah dan terkadang benar, perhatikanlah pendapatku, apa yang sesuai dengan al-Qur`an dan sunnah ambillah dan apa yang menyelisihi keduanya tinggalkanlah.”

Asy-Syafi'i rahimahullah berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat bahwa siapa yang mengetahui sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam, maka dia tidak boleh meninggalkannya karena ucapan seseorang.” “Semua hadits shahih dari Nabi shallallohu 'alaihi wasallam adalah pendapatku walaupun kamu tidak mendengarnya dariku.” “Jika kamu mendapatkan sesuatu di dalam kitabku yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam maka ambillah sunnah dan buanglah ucapanku.”

Ahmad rahimahullah berkata, ”Siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam maka dia berada di bibir jurang kebinasaan.” “Pendapat al-Auza’i, pendapat Malik, pendapat Abu Hanifah, semua itu adalah pendapat. Bagiku ia sama. Hujjah ada pada atsar.” “Jangan bertaklid kepadaku, jangan bertaklid kepada Malik, asy-Syafi'i, al-Auza’i dan ats-Tsauri. Ambil dari mana mereka mengambil.” Wallahu a'lam. Izzudin Karimi.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfiqih&id=266