Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,

Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :

KITAB JUAL BELI


1. Sudah dianggap sah jual beli hanya dengan suka sama suka walaupun dengan isyarat dari orang yang mampu berbicara.

2. Tidak boleh menjual:
A. Khamar.
B. Bangkai.
C. Babi.
D. Patung.
E. Anjing.
F. Kucing.
G. Darah.
H. Mani pejantan (‘asb al-fahl) [yaitu air maninya dan pengertian kata ‘asb adalah mengawininya. Keduanya tidak dilarang dan yang dilarang hanyalah bayarannya. (an-Nihayah)].
I. Semua yang diharamkan.
J. Lebihan air.
K. Semua yang mengandung gharar (ketidak-pastian), Gharar adalah sesuatu yang mengandung keraguan dan kebimbangan. Dikatakan hablul gharar (tidak bisa dipercaya) yaitu orang yang tidak anda ketahui ilmunya dan batinnya, atau ragu antara mendapatkannya atau tidak. Semua jual beli yang maksudnya tidak diketahui atau tidak mampu diserah terimakan adalah dianggap gharar, di antaranya seperti menjual burung di udara, undian dan bentuk-bentuk yang disebutkan oleh penulis. Imam An-Nawawi dalam Syarah Muslim, 10/156 berkata, “Larangan dari jual beli gharar merupakan salah satu asas dari syariat. Masuk ke dalamnya masalah yang banyak sekali. Dikecualikan dari jual beli gharar dua hal; pertama, apa yang masuk ke dalam barang yang dijual belikan yang seandainya dipisahkan, maka jual belinya tidak sah. Kedua, sesuatu yang bisa ditoleran misalnya karena sedikitnya atau kesulitan memisahkannya atau menentukannya, seperti pondasi bangunan, air susu yang berada pada susu sapi yang akan dijual dan lainnya.
Gharar (ketidak-pastian), di antaranya:
1) Menjual ikan di dalam air.
2) Hablul habalah, Hablul Habalah adalah menjual anak onta yang masih berada dalam kandungannya, atau menjual anak anaknya. Ibnul Atsir setelah menjelaskan dari segi bahasanya berkata, “Yaitu menjual hasil dari anaknya. Yang dimaksud dengan hablul habalah adalah menjual onta sehingga melahirkan anak yang masih dalam kandungannya. Yaitu batasan waktu yang tidak diketahui dan itu tidak sah. (Nihayah).
3) Munabazah, Munabazah adalah seorang melempar pakaiannya kepada orang lain dan dengan itu dia menjualnya tanpa memeriksanya terlebih dahulu atau keridaannya
4) Mulamasah, Mulamasah adalah seorang memegang baju dan tidak membukanya dan tidak mengetahui apa yang ada di dalamnya, atau membelinya di waktu malam dan tidak mengetahui keadaannya (Raudatun Nadiyah)

5) Air susu yang masih berada pada susu binatang. [ al-Dhar’u adalah yang ada pada ternak serupa dengan payudara pada wanita, isinya (susu) tidak boleh dijual kecuali setelah keluar susunya dan diketahui].
6) Budak yang melarikan diri.
7) Ghanimah sebelum dibagikan.
8) Kurma sebelum muncul tanda matangnya.
9) Bulu yang masih berada di punggung binatang.
10) Lemak yang ada pada susu.
11) Muhaqalah, Muhaqalah adalah menjual tanaman dengan makanan yang ditimbang jelas.
12) Muzabanah, Muzabanah adalah menjual korma yang masih ada di pohon dengan beberapa wasaq korma yang sudah dipetik.
13) Mu’awamah, Mu’awamah adalah menjual buah korma lebih dari satu tahun dengan satu akad.
14) Mukhadharah, Mukhadharah adalah menjual buah yang masih hijau sebelum muncul tanda-tanda matangnya.

L. Al-Urbun (Jual beli dengan uang muka/DP), Jual beli urbun adalah seorang pembeli memberikan uang muka kepada penjual sebelum terjadinya jual beli dengan catatan apabila tidak jadi jual beli, maka uang muka tersebut milik penjual tanpa ada sesuatu.
M. Menjual air anggur kepada orang yang menjadikannya sebagai khamar.

N. Jual beli yang tidak ada dengan yang tidak ada, Ibnu Atsir berkata, “Jual beli nasi’ah (ditunda) dengan nasi’ah, misalnya seorang membeli sesuatu dengan tidak kontan. Setelah sampai waktu yang ditentukan dia tidak mendapatkan sesuatu untuk membayarnya, dia berkata, “Juallah kepada saya dengan tangguhan waktu yang lain dengan ada tambahan sesuatu. Penjual kemudian menjualnya lagi dan tidak ada serah terima sesuatu di antara keduanya.” (Nihayah).
O. Menjual barang yang belum diterimanya.

P. Menjual makanan sebelum ditimbang, Ditimbang dengan dua sha’ yaitu sha’ penjual dan sha’ pembeli. Lafaz haditsnya adalah: “Rasulullah melarang dari jual beli makanan sampai terjadi penimbangan dua sha’. Pemiliknya mendapatkan tambahan dan kekurangannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ad-Daraquthni, dalam sanadnya ada masalah).

3. Tidak boleh pengecualian dalam jual beli, kecuali apabila sudah diketahui (jelas), misalnya pengecualian menunggangi benda yang dijual.
Maksudnya: Tidak sah menjual sesuatu dan mengecualikan sesuatu yang tidak diketahui (majhul). Sebagaimana seorang berkata, “Saya menjual kepadamu rumah ini kecuali sebagiannya dan tidak menentukan sebagian tersebut.” Apabila yang dikecualikan tersebut sudah diketahui, maka jual belinya sah seperti kalau dia menjual ontanya kepada orang lain dan mengecualikan untuk dibawa ke negaranya.”

4. Tidak boleh :
A. Memisahkan antara dua keluarga (anak dan induknya). Misalnya menjual budak wanita kepada seorang pembeli dan anaknya kepada pembeli yang lain.
B. Jual beli orang yang berbudaya kepada orang badui. Dengan melakukan monopoli harga dan tidak memberikan kesempatan kepada orang desa untuk menjual sendiri barangnya (Pent).
C. Tanajusy. Tanajusy adalah menambah harga barang untuk menaikkan harganya. Ibnul Atsir berkata, “Menambah harga barang padahal dia tidak ingin membelinya agar orang lain membelinya dengan harga tersebut.” (Nihayah).
D. Talaqqirrukban. Talaqirrukban adalah mencegat orang-orang yang datang dari desa di luar kota, lalu membeli barangnya sebelum mereka sampai ke pasar dan mereka belum mengetahui harga pasar. Hal ini tidak dibolehkan karena dapat merugikan orang desa. (Pent).
E. Jual beli di atas jual beli, Maksudnya membeli barang yang sudah dibeli oleh orang lain tapi masih dalam masa khiyar (memilih) Pent.
F. Ihtikar, Ihtikar secara bahasa berarti menyimpan makanan untuk dijual di saat mahal. Secara istilah adalah membeli bahan makanan pokok dan lainnya kemudian menimbunnya untuk dijual di saat harga tinggi. (Mughni, 4/244).
G. Tas’ir, Tas’ir (price fixing) secara bahasa berarti menetapkan harga. Asy-Syaukani di Nailul Authar, 5/220 memberikan definisi dan berkata, “Tas’ir adalah penguasa atau wakilnya atau semua yang diserahkan urusan orang Islam memberikan peraturan bahwa semua orang di pasar tidak boleh menjual barang dagangannya kecuali dengan harga sekian dan sekian. Mereka melarang penambahan dan pengurangan harga kecuali untuk kemaslahatan.”

5. Wajib untuk menggugurkan/membatalkan jual beli karena rusaknya barang. Maksudnya musibah yang membinasakan buah-buahan dan merusaknya. Seandainya seorang menjual buah-buahan yang ada di kebunnya kepada orang lain, kemudian buah-buahan tersebut rusak karena ada musibah dari langit, maka penjual harus mengembalikan harga yang dia terima kepada pembeli.

6. Tidak halal:
A. Salafun wa bai’ (jual beli dengan syarat piutang) Imam Malik rahimahullah berkata, “Tafsirnya adalah seorang berkata kepada orang lain: “Saya akan membeli barangmu dengan harga sekian, dengan syarat anda memberiku hutang sekian sekian” (Raudhatun Nadiyah).
B. Dua syarat dalam satu jual beli. Syarthan fi bai’ terjadi perbedaan pendapat berkaitan dengan tafsirnya. Imam Al-Baghawi berkata, “Seorang berkata: Saya menjual kepada anda budak ini dengan harga seribu kontan atau dengan harga dua ribu hutang.” Ini satu jual beli tetapi mengandung dua syarat yang berbeda maksudnya karena perbedaan akadnya. Ini juga diriwayatkan oleh Abu Hanifah. Dikatakan maknanya adalah: Saya menjual baju ini kepada anda dengan syarat anda menyulam dan menjahitnya. Sebagian yang lain mengambil zahir hadits dan berkata: “Jika dia memberi satu syarat dalam jual beli, maka jual belinya sah, tetapi jika membuat dua syarat atau lebih maka tidak sah (Nailul Authar, 5/190) dishahihkan oleh penulis di kitab Darari bahwasanya yang dimaksud adalah satu jual beli di dalamnya dua syarat (seperti pertama).

C. Dua akad dalam satu jual beli. Bai’atan fi bai’in maksudnya kata As-Sammak bahwasanya seorang menjual barangnya dan berkata, “Kalau kontan harganya sekian, kalau tidak kontan harganya sekian.” Tafsir ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaukani di Ad-Darari. Imam Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 8/143 berkata, “Bai’atain fi bai’ah ditafsirkan dengan dua bentuk; pertama, seorang berkata, “Saya menjual baju ini dengan Rp. 10.000 secara kontan dan Rp. 20.000 dengan ditunda sampai sebulan. Akad ini adalah rusak menurut mayoritas ulama, karena dia tidak mengetahui harganya yang mana. Ketidak tahuan tentang harga akan menghalangi sahnya akad.” Kedua, Seorang berkata: “Saya menjual budakku ini dengan harga 20 dinar dengan syarat anda menjual budakmu (kepadaku). Akad ini juga rusak karena menjadikan harga budak 20 dinar dengan syarat menjual budaknya. Yang demikian itu termasuk syarat yang tidak lazim (diterima). Apabila yang demikian itu tidak lazim, maka sebagian yang lain menjadi batal. Sehingga barang yang tersisa yang akan dijual berhadapan dengan sisa lain yang tidak diketahui.” Ibnul Qayyim rahimahullah menafsirkannya dengan jual beli ‘inah yang akan disebutkan penjelasannya pada nomor 402.
D. Jual beli sesuatu yang belum diterima.
E. Menjual barang yang tidak dimiliki oleh penjual.

7. Dibolehkan jual beli yang disyaratkan oleh pembeli dengan tidak ada tipuan. [Yaitu boleh jual beli apabila pembeli mensyaratkan tidak ada penipuan. Penulis dalam kitab ad-Darari menyatakan (ad-Darari, 2/103) tentang sabda Nabi shallallaahu ‘laihi wasallam kepada seorang yang diceritakan tertipu dalam jual belinya; “Siapa yang kamu beli, katakan padanya, “Tidak ada tipu menipu.” (Muttafaq ‘alaihi). Beliau (asy-Syaukani) berkata, “Zhahirnya bahwa siapa yang mengucapkan hal itu, memiliki hak pilih (khiyar) baik rugi besar atau tidak.]



Bab RIBA

8. Khiyar majlis adalah tsabit Khiyar majlis artinya pembeli dan penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama keduanya masih di tempat (Pent). dibenarkan selama keduanya belum berpisah.
9. Diharamkan jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, jewawut dengan jewawut, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, korma dengan korma dan garam dengan garam kecuali sama kwantitas dan saling serah terima (kontan).

10. Memasukkan selain barang-barang yang tersebut di atas kepadanya masih diperselisihkan.

11. Apabila jenisnya berbeda Misalnya menjual emas dengan perak atau gandum dengan jewawut , maka boleh ada lebih dengan syarat langsung diserah terimakan.

12. Tidak boleh:
A. Menukar barang yang satu jenis dengan tidak mengetahui persamaannya sekalipun ditambah dengan yang lainnya. Tidak boleh menjual barang sesama satu jenis seperti emas dengan emas, gandum dengan gandum dengan tidak mengetahui kesamaannya. Para ulama berkata, “Tidak mengetahui kesamaannya sama dengan mengetahui adanya kelebihan (al-jahlu bit tamasul kal ilmi bit tafadul). Apabila menjual salah satu dari keduanya dan ada sesuatu bersamanya yang sesama jenis, maka itu tidak boleh. Misalnya seorang menjual emas yang ada rantainya seharga emas yang tidak ada rantainya, maka itu tidak boleh sampai dipisahkan antara emas tersebut dengan rantainya.

B. Menukar korma basah dengan korma kering kecuali dalam masalah ‘araya. Al-Arayaa adalah bentuk plural dari ‘ariyah, dari kataíÚÑæå-ÚÑÇå yaitu bila mengingkannya dan menutupinya, atau dari kata ÚÚÑí-ÚÑì seakan-akan dilepaskan dari yang terlarang. Shahibul Mubdi’ (4/140) mendefinisikan jual beli ‘araya dengan menjual korma basah yang masih ada di pohon korma dengan korma kering secara perkiraan dan kurang dari lima wasaq. Hal itu dibolehkan bagi orang yang ingin sekali memakan korma basah dan tidak memiliki uang untuk membelinya. Ia dikecualikan dari jual beli muzabanah. Bentuknya beragam disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 4/391 dan Asy-Syaukani dalam Nailul Authar, 5/214.
C. Menukar daging dengan hewan.

13. Boleh menjual satu hewan dengan dua atau lebih hewan yang sejenis.

14. Tidak boleh jual beli ‘inah, Al-‘Inah adalah seorang pedagang menjual barangnya dengan harga yang ditangguhkan kemudian dia membeli barang tersebut dengan harga yang lebih sedikit dari harganya (secara kontan). Ibnu Abdul Baar dalam kitab Al-Kafi, 2/672 berkata, “Sesungguhnya itu adalah tipuan untuk menjual dirham (uang) dengan harga lebih banyak karena tidak kontan. Di antara keduanya ada barang sebagai tipuan.” Dia memiliki berbagai bentuk di antaranya yang paling terkenal adalah seperti yang disebutkan dari sahabat dan disebut juga oleh para fuqaha yaitu menjual barang dengan harga yang ditangguhkan belum diterima kemudian dia membelinya secara kontan dengan harga yang lebih murah.”



Bab Khiyar

15. Wajib bagi orang yang menjual barang yang ada cacatnya untuk menjelaskannya. Kalau tidak, maka pembeli boleh melakukan khiyar (hak pilih untuk melanjutkan atau tidak).

16. Al-Kharaj bi daman (manfaat barang dengan jaminan) Al-Kharaj maksudnya manfaat yang diberikan oleh barang. Itu milik pembeli sebagai jaminan bagi barang tersebut seandainya hilang. Seandainya seorang membeli budak kemudian mempekerjakannya, setelah itu terlihat ada cacatnya, maka dia boleh mengembalikannya kepada penjual dan meminta semua harganya tanpa harus memberikan kepada penjual sesuatu sebagai bayaran dia telah mempekerjakan budak tersebut. Karena ia berada dalam jaminannya, seandainya terjadi sesuatu, maka pembeli harus memberikan jaminannya (Lihat: Al-Asybah wan Nazha’ir, Imam As-Suyuthi hal. 635).

17. Pembeli boleh mengembalikan karena gharar, di antaranya al-musharaat, Musharaah adalah binatang yang dibiarkan (tidak diambil) air susunya pada susunya untuk menipu pembeli bahwa ia banyak air susunya sehingga tertarik untuk membelinya. dia mengembalikannya ditambah dengan satu sha’ korma atau apa yang menjadi kesepakatan keduanya. [Yaitu pembeli al-musharaat boleh mengembalikannya kepada penjual dengan memberikan satu sha’ korma sebagai ganti rugi susu atau mengembalikan hewan tersebut selain kurma yang telah disepakati oleh kedua belah pihak]

18. Boleh melakukan khiyar (menentukan pilihan) bagi orang yang:
A. Ditipu.
B. Menjual sebelum sampai ke pasar.

19. Setiap dua orang yang melakukan transaksi yang terlarang, maka keduanya boleh mengembalikannya.

20. Barangsiapa membeli sesuatu yang belum dilihatnya, maka dia boleh mengembalikannya setelah dia melihatnya (apabila menemukan ketidaksesuaian).

21. Dia boleh mengembalikan apa yang telah dibelinya secara khiyar sebelum berakhirnya masa yang telah ditentukan.

22. Apabila berbeda pendapat antara penjual dan pembeli, maka yang diterima adalah perkataan penjual.


Bab As-Salam

23. Yaitu seorang menyerahkan modal hartanya di tempat berlangsungnya akad dengan syarat dia memberikan sesuatu kepada pembayar yang disepakati secara jelas pada waktu yang telah ditentukan.

24. Dia tidak boleh mengambil kecuali yang telah disebutkannya atau pokok hartanya.

25. Dia tidak boleh memanfaatkannya sebelum dia menerimanya.



Bab Qirad (Pinjaman)

26. Wajib mengembalikan seperti yang dipinjam.

27. Boleh mengembalikan yang lebih baik atau lebih banyak (dari yang dipinjam) dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya.

28. Tidak boleh seorang peminjam menerima bayaran (manfaat) dari orang yang meminjam.


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1§ion=kj001