Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Arti Kurang Akal dan Kurang Agama bagi Kaum Wanita
Jumat, 17 September 21

Pertanyaan:
Kita selalu mendengar Hadits yang berbunyi "Wanita itu kurang akalnya dan kurang agamanya." Hadits ini diutarakan oleh kaum lelaki kepada kaum wanita dengan maksud merendahkannya. Kami mohon penjelasan arti hadits tersebut.

Jawaban:

Adapun makna dari hadits:


ãóÇ ÑóÃóíúÊõ ãöäú äóÇÞöÕóÇÊö ÚóÞúáò æóÏöíúäò ÃóÐúåóÈó áöáõÈöø ÇáÑøóÌõáö ÇáúÍóÇÒöãö ãöäú ÅöÍúÏóÇßõäøó¡ Þõáúäó: æóãóÇ äõÞúÕóÇäõ ÏöíúäöäóÇ æóÚóÞúáöäóÇ íóÇ ÑóÓõæúáó Çááøåö¿ ÞóÇáó: ÃóáóíúÓó ÔóåóÇÏóÉõ ÇáúãóÑúÃóÉö ãöËúáõ äöÕúÝö ÔóåóÇÏóÉö ÇáÑøóÌõáö¿! Þõáúäó: Èóáóì¡ ÞóÇáó: ÝóÐáößó ãöäú äõÞúÕóÇäö ÚóÞúáöåóÇ¡ ÃóáóíúÓó ÅöÐóÇ ÍóÇÖóÊú áóãú ÊõÕóáöø æóáóãú ÊóÕõãú¿ Þõáúäó: Èóáóì¡ ÞóÇáó: ÝóÐáößó ãöäú äõÞúÕóÇäö ÏöíúäöåóÇ.


"Aku tidak melihat wanita-wanita yang kurang akalnya dan agamanya yang dapat menghilangkan kemauan keras lelaki yang tegas daripada seorang di antara kamu." Para wanita sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan kekurangan agama kami dan akal kami, wahai Rasulullah?" Jawab beliau, "Bukankah kesaksian seorang wanita itu seperti setengah kesaksian seorang laki-laki?" Mereka jawab, "Ya." Beliau bersabda, "Itulah kekurangan akalnya. Dan bukankah apabila wanita haid tidak melakukan shalat dan juga tidak berpuasa?" Mereka jawab: "Ya." Rasulullah bersabda, "Itulah yang dimaksud kekurangan agamanya." (Muttafaq 'Alaih.)

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa kekurangan akal wanita itu dilihat dari sudut ingatannya yang lemah, maka dari itu kesaksiannya harus dikuatkan oleh kesaksian seorang wanita yang lain untuk menguatkannya, karena boleh jadi ia lupa, lalu memberikan kesaksian lebih dari yang sebenarnya atau kurang darinya, sebagaimana Firman Allah,


æóÇÓúÊóÔúåöÏõæúÇ ÔóåöíúÏóíúäö ãöäú ÑöÌóÇöáõßõãú ÝóÅöäú áóãú íóßõæúäóÇ ÑóÌõáóíúäö ÝóÑóÌõá æóÇãúÑóÃóÊóÇäö ãöãøóäú ÊóÑúÖóæúäó ãöäó ÇáÔøõåóÏóÇÁö Ãóäú ÊóÖöáøó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÝóÊõÐóßøöÑó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÇáúÂõÎúÑóì


"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang wanita dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya." (Al-Baqarah: 282).

Adapun kekurangan agamanya adalah karena di dalam masa haid dan nifas ia meninggalkan shalat dan meninggalkan puasa dan tidak mengqadha (mengganti) shalat yang ditinggalkannya selama haid atau nifas. Inilah yang dimaksud kekurangan agamanya. Akan tetapi kekurangan ini tidak menjadikannya berdosa, karena kekurangan tersebut terjadi berdasarkan aturan dari Allah ta’ala. Dialah yang memberikan ketetapan hukum seperti itu sebagai wujud belas kasih kepada mereka dan untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Sebab, jika wanita harus puasa di saat haid dan nifas, maka hal itu akan membahayakannya. Maka karena rahmat Allah atas mereka, Dia tetapkan agar mereka meninggalkan puasa di saat haid dan nifas, kemudian mengqadhanya bila telah suci.
Sedangkan tentang shalat, di saat haid akan selalu ada hal yang menghalangi kesucian. Maka dengan rahmat dan belas kasih Allah ta’ala. Dia menetapkan bagi wanita yang sedang haid agar tidak mengerjakan shalat dan demikian pula di saat nifas, Allah juga menetapkan bahwa ia tidak mengqadhanya, sebab akan menimbulkan kesulitan berat, karena shalat berulang-ulang dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, sedangkan haid kadang-kadang sampai beberapa hari, sampai tujuh, delapan hari bahkan kadang-kadang lebih; sedangkan nifas kadang-kadang mencapai 40 hari. Maka merupakan rahmat dan karunia dari Allah kepada wanita, Dia menggugurkan kewajiban shalat dan qadhanya dari mereka. Hal itu tidak berarti bahwa wanita kurang akalnya di dalam segala sesuatu atau kurang agamanya di dalam segala hal!. Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa kurang akal wanita itu dilihat dari sudut apa yang kadang terjadi, yaitu kelemahan ingatannya di dalam kesaksian; dan sesungguhnya kurang agamanya itu dilihat dari sudut apa yang terjadi padanya, yaitu meninggalkan shalat dan puasa di saat haid dan nifas. Dan ini pun tidak berarti bahwa wanita berada di bawah kaum lelaki dalam segala sesuatu dan tidak berarti pula bahwa kaum lelaki lebih utama (lebih baik) daripada kaum wanita dalam segala hal. Ya, memang secara umum jenis laki-laki itu lebih utama daripada jenis wanita karena banyak sebab, sebagaimana Firman Allah ‘azza wa jalla,


ÇáÑøöÌóÇáõ ÞóæøóÇãõæäó Úóáóì ÇáäøöÓóÇÁö ÈöãóÇ ÝóÖøóáó Çááåõ ÈóÚúÖóåõãú Úóáóì ÈóÚúÖò æóÈöãóÇ ÃóäúÝóÞõæÇ ãöäú ÃóãúæóÇáöåöãú


"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin-pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisa`: 34).

Akan tetapi adakalanya perempuan lebih unggul daripada laki-laki dalam banyak hal. Betapa banyak perempuan yang lebih unggul akal (kecerdasannya), agama dan kekuatan ingatannya daripada kebanyakan laki-laki. Sesungguhnya yang diberitakan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam di atas adalah bahwasanya secara umum kaum perempuan itu di bawah kaum lelaki dalam hal kecerdasan akal dan agamanya dari dua sudut pandang yang dijelaskan oleh Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam tersebut.

Kadang ada perempuan yang amal shalihnya sangat banyak sekali mengalahkan kebanyakan kaum laki-laki dalam beramal shalih dan bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla serta kedudukannya di akhirat; dan kadang dalam masalah tertentu perempuan itu mempunyai perhatian yang lebih, sehingga ia dapat menghafal dan mengingatnya dengan baik melebihi kaum laki-laki dalam banyak masalah yang berkaitan dengan dia (perempuan). Ia bersungguh-sungguh dalam menghafal dan memperbaiki hafalannya sehingga ia menjadi rujukan (referensi) dalam Sejarah Islam dan dalam banyak masalah lainnya. Hal seperti ini sudah sangat jelas sekali bagi orang yang memperhatikan kondisi dan perihal kaum perempuan di zaman Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam dan zaman sesudahnya. Dari sini dapat diketahui bahwa kekurangan tersebut tidak menjadi penghalang bagi kita untuk menjadikan perempuan sebagai sandaran di dalam periwayatan, demikian pula dalam kesaksian apabila dilengkapi dengan satu saksi perempuan lainnya; juga tidak menghalangi ketakwaannya kepada Allah dan untuk menjadi perempuan yang tergolong hamba Allah yang terbaik jika ia istiqamah dalam beragama, sekalipun di waktu haid dan nifas pelaksanaan puasa menjadi gugur darinya (dengan harus mengqadha), dan shalat menjadi gugur darinya tanpa harus mengqadha. Semua itu tidak berarti kekurangan perempuan dalam segala hal dari sisi ketakwaannya kepada Allah, dari sisi pengamalannya terhadap perintah-perintahNya dan dari sisi kekuatan hafalannya dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan dia. Kekurangannya hanya terletak pada akal dan agama seperti dijelaskan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam. Maka tidak sepantasnya seorang lelaki beriman menganggap perempuan mempunyai kekurangan dalam segala sesuatu dan lemah agamanya dalam segala hal. Kekurangan yang ada hanyalah kekurangan tertentu pada agamanya dan kekurangan khusus pada akalnya, yaitu yang berkaitan dengan validitas kesaksian. Maka hendaknya setiap Muslim berlaku adil dan obyektif, serta menginterpretasikan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam sebaik-baik interpretasi. Wallahu a'lam.


Fatawa Syaikh Ibnu Baz: Majalah al-Buhuts, edisi 9, hal. 100.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkonsultasi&id=4158