Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-39 [Apabila Telah Selesai dari Suatu Ketaatan Segera Kepada Ketaatan Lain]

Rabu, 24 Nopember 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-39


{ ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) }


" Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”
{Asy-Syarh: 7-8}

Ini adalah sebuah kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an dan kalimat yang komprehensif, yang merupakan salah satu kaidah pendidikan jiwa dan pengarahan tata cara hubungannya dengan Allah ‘azza wa jalla. (Al-Allamah ath-Thahir bin Asyur berkata, "Ayat ini termasuk di antara kata-kata ringkas yang mengandung makna yang luas yang terdapat di dalam al-Qur`an, karena banyaknya makna yang terkandung di dalamnya." At-Tahrir wa at-Tanwir, 30/368.)

Kaidah (prinsip pokok) ini diawali dengan fa` yang dinamakan fa` at-Tafri' (yang bermakna, mencabangkan masalah), yang berkaitan dengan jumlah syarthiyyah (lebih kurang: kalimat bersyarat). Allah ta’ala berfirman,


Ãóáóãú äóÔúÑóÍú áóßó ÕóÏúÑóßó (1) æóæóÖóÚúäóÇ Úóäúßó æöÒúÑóßó (2) ÇáøóÐöí ÃóäúÞóÖó ÙóåúÑóßó (3) æóÑóÝóÚúäóÇ áóßó ÐößúÑóßó (4) ÝóÅöäøó ãóÚó ÇáúÚõÓúÑö íõÓúÑðÇ (5) Åöäøó ãóÚó ÇáúÚõÓúÑö íõÓúÑðÇ (6) ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8)


"Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan darimu bebanmu yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu? Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Asy-Syarh: 1-8).

Tidak perlu dijelaskan secara rinci lagi bahwa surat yang agung ini -Surat asy-Syarh- mengandung penjelasan tentang perhatian Allah ‘azza wa jalla terhadap RasulNya dengan kelembutanNya terhadap beliau, menghilangkan kesedihan dan kesusahan dari diri beliau, memudahkan apa yang sulit bagi beliau, dan memuliakan kedudukan beliau; agar Allah bisa membuat beliau bernafas lega dari hal-hal tersebut. Maka kandungan surat ini mirip dengan kandungan Surat adh-Dhuha; untuk meneguhkan hati beliau dengan mengingatkan beliau akan perhatian Allah yang telah lalu terhadap beliau, menerangi jalan kebenaran, dan meninggikan derajat beliau; agar beliau menyadari bahwa Dzat yang telah memulai untuk memberi nikmat kepada beliau tidak akan pernah memutuskan keutamaanNya terhadap beliau, dan hal itu dilakukan dengan cara menetapkan kejadian yang telah lalu yang telah diketahui oleh Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam. (At-Tahrir wa at-Tanwir, 30/359.)

Apabila hal ini telah jelas, maka jelaslah pula kedudukan kaidah (prinsip pokok) yang sedang kita bicarakan ini, ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap", yang mana dalam ayat tersebut Allah memerintahkan NabiNya Shollallohu ‘alaihi wa sallam apabila beliau telah selesai dari suatu ketaatan, atau suatu amal tertentu, agar beliau bersungguh-sungguh dan memulai amal atau ketaatan yang lain, dan agar beliau berharap kepada Tuhannya dengan melakukan doa dan ibadah, menundukkan diri dan fokus beribadah kepadaNya; karena kehidupan seorang Muslim yang sejati seluruhnya ditujukan untuk Allah, sehingga tidak ada ruang waktu untuk melakukan perkara-perkara yang tidak ada nilainya sama sekali, hingga bahkan permainan yang dibolehkan oleh Syariat untuk sekelompok orang seperti para wanita dan anak-anak, atau pada waktu-waktu tertentu seperti hari-hari raya dan hari-hari bahagia. Hal itu karena di antara tujuan terbesar dari hal itu adalah agar seseorang beristirahat sebentar agar dia bisa kembali bersemangat, yaitu bersemangat untuk bersungguh-sungguh kembali dalam melakukan kesibukan yang bermanfaat, dan agar dia hidup dengan menghambakan diri kepada Allah dalam setiap kondisinya; maka dia hidup dengan menghambakan diri kepada Allah dalam kondisi senang dan susah, sempit dan lapang, mukim atau safar, serta dalam kondisi tertawa dan menangis; agar terwujudlah dengan sebenar-benarnya Firman Allah ta’ala,


Þõáú Åöäøó ÕóáóÇÊöí æóäõÓõßöí æóãóÍúíóÇíó æóãóãóÇÊöí áöáøóåö ÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíäó (162)


"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam'," (Al-An'am: 162),sebagai bentuk meneladani –sebatas kemampuan seseorang– golongan yang diberkati dari kalangan para nabi dan rasul Allah yang mana Allah memuji mereka dengan FirmanNya,


ÝóÇÓúÊóÌóÈúäóÇ áóåõ æóæóåóÈúäóÇ áóåõ íóÍúíóì æóÃóÕúáóÍúäóÇ áóåõ ÒóæúÌóåõ Åöäøóåõãú ßóÇäõæÇ íõÓóÇÑöÚõæäó Ýöí ÇáúÎóíúÑóÇÊö æóíóÏúÚõæäóäóÇ ÑóÛóÈðÇ æóÑóåóÈðÇ æóßóÇäõæÇ áóäóÇ ÎóÇÔöÚöíäó (90)


"Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada Kami." (Al-Anbiya`: 90).

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Berharap kepada Allah, menginginkan WajahNya, dan merasa rindu untuk bertemu denganNya merupakan harta utama seorang hamba, pengendali urusannya, tonggak kehidupannya yang baik, pokok kebahagiaan, keberuntungan, dan kenikmatannya, serta penyejuk matanya; untuk itulah dia diciptakan, dengannya dia diperintahkan, dengan misi membawa itu diutusnya para rasul dan diturunkan kitab-kitab, serta tidak ada kebaikan dan kenikmatan bagi hati kecuali kalau pengharapannya hanya ditujukan kepada Allah ta’ala semata, sehingga hanya Dia-lah yang diharapkan, dicari, dan diinginkan, sebagaimana Allah ta’ala berfirman,


ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8)


"Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Asy-Syarh: 7-8). (Raudhah al-Muhibbin, hal. 405.)

Makna yang ditunjukkan oleh kaidah (prinsip pokok) ini, ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap", adalah suatu makna yang agung, yang merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang menunjukkan bahwa Islam tidak menyukai kalau anak-anak Islam kosong dari amal apa pun, baik itu amal yang bersifat keagamaan maupun duniawi. Dengan makna inilah, atsar-atsar para as-Salaf ash-Shalih rahimahumullah berbicara (kepada kita):
Ibnu Mas'ud radhiyallohu’anhu berkata, "Sesungguhnya aku murka kalau aku melihat seseorang tidak melakukan amal duniawi dan tidak pula amal akhirat." (Al-Mu'jam al-Kabir, 9/102.)

Sebab murkanya Ibnu Mas'ud terhadap orang semacam ini, adalah karena duduknya seseorang tanpa melakukan kesibukan apa pun, atau sibuknya seseorang dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya dalam urusan agama dan dunianya termasuk kedunguan pemikiran, kelemahan akal, dan dikuasai oleh kelalaian. (Al-Kasysyaf, 4/777.)

Al-Qur`an telah menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak melakukan apa-apa semacam ini -dan jika Anda mau, silahkan namai mereka sebagai "para pengangguran"- bukanlah orang yang layak ditaati perintah-perintahnya, bahkan mereka harus dijauhi; agar mereka tidak menularkan tabiat mereka yang buruk tersebut, sebagaimana Allah ta’ala berfirman,


æóáóÇ ÊõØöÚú ãóäú ÃóÛúÝóáúäóÇ ÞóáúÈóåõ Úóäú ÐößúÑöäóÇ æóÇÊøóÈóÚó åóæóÇåõ æóßóÇäó ÃóãúÑõåõ ÝõÑõØðÇ (28)


"Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi: 28).

Al-Allamah as-Sa'di rahimahullah berkata, "Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang layak untuk ditaati dan menjadi pemimpin manusia adalah orang yang hatinya penuh dengan kecintaan kepada Allah, dan hal itu mengalir pada lisannya, maka lisannya itu bertutur melantunkan dzikir kepada Allah, dia mengikuti hal-hal yang diridhai oleh Rabbnya, maka dia mendahulukannya daripada hawa nafsunya, sehingga dengan hal itu dia telah memelihara apa yang harus dipelihara dari waktunya, kondisinya menjadi baik, dan perbuatan-perbuatannya menjadi lurus; serta dia menyeru manusia menuju apa yang datang dari Allah yang menjadi kewajibannya; sehingga dengan hal itu, dia layak untuk diikuti dan dijadikan pemimpin." (Tafsir as-Sa'di, hal. 475.)

Di antara petunjuk-petunjuk kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini, , ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap", adalah bahwa ia mendidik sikap cepat menyelesaikan urusan para diri orang Mukmin -selama dia mampu mendapatkan jalan menuju hal itu- dan tidak memindahkan (menunda) untuk menyelesaikannya ke waktu luang (yang akan datang), karena hal itu termasuk bentuk-bentuk kelakuan yang sebagian orang menipu diri mereka sendiri dan menampakkan kelemahan dirinya dengannya. Sesungguhnya orang yang tidak mampu menguasai hari ini, maka dia lebih tidak mampu untuk menguasai hari esok.
Sebagian orang shalih berkata, "Orang-orang shiddiqin merasa malu terhadap Allah kalau keadaan mereka hari ini sama dengan keadaan mereka hari kemarin."
Ibnu Rajab rahimahullah mengomentari hal ini dengan berkata, "Dia mengisyaratkan bahwa setiap harinya, mereka (orang-orang shiddiqin) tidak merasa ridha kecuali apabila amal kebaikan mereka bertambah, mereka merasa malu akan hilangnya hal itu, dan mereka memandangnya sebagai sebuah kerugian." (Latha`if al-Ma'arif, hal. 321.)

Di antara perkataan yang bagus yang dikatakan terkait makna ini adalah dua bait yang populer berikut,
Apabila orang-orang yang suka tidur itu terlelap,
aku menitikkan air mata
Dan menyenandungkan satu bait syair
yang merupakan syair yang paling bagus:
'Bukankah termasuk kerugian bahwa malam-malam berlalu
tanpa melakukan apa pun
lalu kemudian ia dihitung sebagai bagian dari umurku?'


Dan di antara kata-kata hikmah yang populer adalah, "Jangan menunda pekerjaan hari ini ke esok hari."
Dan ini adalah kata-kata hikmah yang benar yang diakui kebenarannya oleh al-Qur`an.
Juga diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau berkata, "Sesungguhnya menunda pekerjaan itu memiliki banyak kerugian."
Dan beliau rahimahullah memang benar. Yang memperkuat hal ini banyak sekali, di antaranya:

(1). Di antara manusia ada yang memiliki kewajiban-kewajiban syar'i antara dirinya dengan Allah, seperti mengqadha` puasa atau melaksanakan kewajiban haji misalnya, maka Anda melihatnya menunda-nunda dan melambat-lambatkan diri, sehingga waktu untuk puasa terasa sempit baginya, atau dia didatangi oleh kematian secara tiba-tiba sebelum sempat untuk melaksanakan ibadah haji! Bila hal ini merupakan hal yang buruk dan tercela terkait dengan hak-hak Allah, maka terkait dengan hak-hak makhluk yang dibangun atas dasar perselisihan, ia lebih dahsyat dan lebih besar lagi keburukannya. Berapa banyak orang yang memiliki banyak hutang menyesal karena mereka melalaikan untuk melunasinya pada saat hutang mereka masih berjumlah sedikit, lalu hutang mereka semakin bertumpuk, sehingga mereka tidak mampu melunasinya, dan jadilah mereka selalu menemui orang-orang yang mempunyai piutang, berjalan di belakang orang-orang, dan menggadaikan muka mereka untuk mengambil hutang yang baru, atau untuk mengambil harta zakat! Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?!

(2). Di antara dampak-dampak yang menyalahi kaidah (prinsip pokok) ini, , ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap", adalah bahwa sebagian orang tidak bersungguh-sungguh dan tidak memanfaatkan kesempatan yang dia miliki untuk menuntut dan mempelajari ilmu; maka apabila umurnya tinggal sedikit dan waktu pun telah habis, dia menyesal karena dia belum pernah mempelajari ilmu yang bermanfaat bagi dirinya untuk kehidupannya dan setelah kematiannya.
Dan katakan seperti itu juga dalam lalainya banyak orang -khususnya para pemuda dan pemudi- untuk bertaubat, kembali ke jalan yang benar, dan mengharap kepada Allah, dengan alasan bahwa apabila mereka telah berusia lanjut, mereka akan bertaubat. Demi Allah, ini merupakan penyesatan yang dilakukan oleh iblis!

Apabila engkau tidak pergi dengan membawa bekal takwa
Dan setelah mati engkau bertemu
dengan orang yang telah mempersiapkan bekal
Niscaya engkau akan menyesal
mengapa engkau tidak seperti dirinya
Dan mengapa engkau tidak memperhatikan
apa yang telah diperhatikan olehnya


Dan Firman Allah ta’ala dalam kaidah (prinsip pokok) yang menjadi pokok pembahasan kita, , ÝóÅöÐóÇ ÝóÑóÛúÊó ÝóÇäúÕóÈú (7) æóÅöáóì ÑóÈøößó ÝóÇÑúÛóÈú (8) "Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap", sangatlah mengena dan lebih memotivasi untuk bekerja dan bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan waktu sebelum datang penyesalan.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=388