Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-43 [Siapa Yang Dipelihara Dari Sifat Kikir, Maka Dia beruntung]

Kamis, 02 Desember 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-43


{ æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó }


" Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
{ Al-Hasyr: 9}
Kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam ini, yang berkaitan dengan masalah akhlak, berkaitan erat dengan pendidikan dan penyucian hati, sebagaimana ia juga berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Ini telah diisyaratkan sebagai kaidah umum oleh syaikh kami, al-Utsaimin rahimahullah dalam Fatawa Nur 'Ala ad-Darb.
Kaidah ini terdapat dalam kitab Allah pada dua tempat:

Pertama: Dalam konteks pujian terhadap orang-orang Anshar radhiyallahu ‘anhum dalam Surat al-Hasyr. Allah ta’ala berfirman,


æóÇáøóÐöíäó ÊóÈóæøóÁõæÇ ÇáÏøóÇÑó æóÇáúÅöíãóÇäó ãöäú ÞóÈúáöåöãú íõÍöÈøõæäó ãóäú åóÇÌóÑó Åöáóíúåöãú æóáóÇ íóÌöÏõæäó Ýöí ÕõÏõæÑöåöãú ÍóÇÌóÉð ãöãøóÇ ÃõæÊõæÇ æóíõÄúËöÑõæäó Úóáóì ÃóäúÝõÓöåöãú æóáóæú ßóÇäó Èöåöãú ÎóÕóÇÕóÉñ æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó (9)


"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9).

Kedua: Dalam Surat at-Taghabun dalam konteks pembicaraan tentang fitnah harta, anak, dan istri. Allah ta’ala berfirman,


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ Åöäøó ãöäú ÃóÒúæóÇÌößõãú æóÃóæúáóÇÏößõãú ÚóÏõæøðÇ áóßõãú ÝóÇÍúÐóÑõæåõãú æóÅöäú ÊóÚúÝõæÇ æóÊóÕúÝóÍõæÇ æóÊóÛúÝöÑõæÇ ÝóÅöäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ ÑóÍöíãñ (14) ÅöäøóãóÇ ÃóãúæóÇáõßõãú æóÃóæúáóÇÏõßõãú ÝöÊúäóÉñ æóÇááøóåõ ÚöäúÏóåõ ÃóÌúÑñ ÚóÙöíãñ (15) ÝóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú æóÇÓúãóÚõæÇ æóÃóØöíÚõæÇ æóÃóäúÝöÞõæÇ ÎóíúÑðÇ áöÃóäúÝõÓößõãú æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó (16) Åöäú ÊõÞúÑöÖõæÇ Çááøóåó ÞóÑúÖðÇ ÍóÓóäðÇ íõÖóÇÚöÝúåõ áóßõãú æóíóÛúÝöÑú áóßõãú æóÇááøóåõ ÔóßõæÑñ Íóáöíãñ (17)


"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan balasannya kepadamu dan mengampunimu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun." (At-Taghabun: 14-17).

Makna kaidah (prinsip pokok) ini secara ringkas tidak akan menjadi jelas kecuali dengan menjelaskan (terlebih dahulu) makna ÇóáÔøõÍøõ (kekikiran):
ÇóáÔøõÍøõ (kekikiran) -menurut materi bahasanya- pada asalnya bermakna: mencegah, kemudian menjadi (bermakna): mencegah disertai rasa tamak. Dari kata inilah berasal kata ÇóáÔøõÍøõ (kekikiran), yaitu sifat pelit disertai rasa tamak, dikatakan: ÊóÔóÇÍøó ÇáÑøóÌõáóÇäö Úóáóì ÇáúÃóãúÑö (dua orang laki-laki saling kikir atas suatu perkara): apabila masing-masing dari keduanya ingin mendapatkan sesuatu itu dan mencegah sesuatu itu didapatkan temannya. (Mu'jam Maqayis al-Lughah, 3/178.)

Dan karena sifat kikir itu merupakan naluri (yang tertanam) dalam jiwa, Allah menyandarkannya kepada jiwa, æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö "Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya." Ini tidak berarti bahwa tidak mungkin berlepas dirinya, bahkan berlepas diri darinya sangatlah mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah. Akan tetapi berlepas diri darinya secara total dengan semua ragamnya yang bersifat materi maupun yang bersifat maknawi, tidak akan berhasil kecuali orang-orang yang beruntung. Oleh karena itu, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu pernah terlihat thawaf mengelilingi Baitullah seraya berdoa, "Wahai Tuhanku, jagalah aku dari sifat kikir diriku! Wahai Tuhanku, jagalah aku dari sifat kikir diriku!" Dan beliau tidak menambah doanya itu. Maka ditanyakan kepada beliau, "(Anda berdoa) dalam masalah ini?" Maka beliau menjawab, "Apabila aku dijaga dari sifat kikir diriku ini, niscaya aku tidak akan pernah mencuri, tidak akan berzina, dan aku tidak melakukan (perbuatan keji)." (Tarikh Dimasyq, 35/294.)

Ini dikarenakan dalamnya pemahaman para as-Salaf, khususnya para sahabat, terhadap makna-makna Firman Allah ‘azza wa jalla.
Sejumlah ahli tafsir berkata tentang Firman Allah ta’ala, æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö "Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya." "Maksudnya, hendaklah dia tidak mengambil sesuatu yang diharamkan oleh Allah, dan tidak menahan sesuatu yang diperintahkan oleh Allah untuk ditunaikan, maka sifat kikir memerintahkan kebalikan dari apa yang diperintahkan Allah dan RasulNya, karena Allah melarang kezhaliman dan memerintahkan berbuat kebaikan, sedangkan sifat kikir memerintahkan kezhaliman dan melarang berbuat kebaikan." (Majmu' al-Fatawa, 10/589.)

Ibnu Taimiyyah berkata, "Maka sifat kikir, yaitu kuatnya sifat tamak jiwa, melahirkan sifat pelit dengan menahan apa yang menjadi kewajibannya, (melahirkan) kezhaliman dengan mengambil harta orang lain, melahirkan putusnya hubungan silaturahim, dan melahirkan sifat dengki." (Majmu' al-Fatawa, 28/144.)

Beliau berkata di tempat lain, "Sifat kikir terjadi pada seseorang dengan rasa tamak dan kecintaan yang kuat terhadap harta, kebencian terhadap orang lain, dan kezhaliman terhadapnya, sebagaimana Allah ta’ala berfirman,


ÞóÏú íóÚúáóãõ Çááøóåõ ÇáúãõÚóæøöÞöíäó ãöäúßõãú æóÇáúÞóÇÆöáöíäó áöÅöÎúæóÇäöåöãú åóáõãøó ÅöáóíúäóÇ æóáóÇ íóÃúÊõæäó ÇáúÈóÃúÓó ÅöáøóÇ ÞóáöíáðÇ (18) ÃóÔöÍøóÉð Úóáóíúßõãú ÝóÅöÐóÇ ÌóÇÁó ÇáúÎóæúÝõ ÑóÃóíúÊóåõãú íóäúÙõÑõæäó Åöáóíúßó ÊóÏõæÑõ ÃóÚúíõäõåõãú ßóÇáøóÐöí íõÛúÔóì Úóáóíúåö ãöäó ÇáúãóæúÊö ÝóÅöÐóÇ ÐóåóÈó ÇáúÎóæúÝõ ÓóáóÞõæßõãú ÈöÃóáúÓöäóÉò ÍöÏóÇÏò ÃóÔöÍøóÉð Úóáóì ÇáúÎóíúÑö ÃõæáóÆößó áóãú íõÄúãöäõæÇ ÝóÃóÍúÈóØó Çááøóåõ ÃóÚúãóÇáóåõãú æóßóÇäó Ðóáößó Úóáóì Çááøóåö íóÓöíÑðÇ (19)


'Sungguh Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, 'Marilah kepada kami.' Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar. Mereka bakhil terhadapmu, apabila datang ketakutan (bahaya), kamu lihat mereka itu memandang kepadamu dengan mata yang terbalik-balik seperti orang yang pingsan karena akan mati, dan apabila ketakutan telah hilang, mereka mencaci kamu dengan lidah yang tajam, sedang mereka bakhil untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapuskan (pahala) amalnya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.' (Al-Ahzab: 18-19).

Maka sifat kikir mereka terhadap orang-orang Mukmin dan terhadap kebaikan mengandung (bukti) ketidaksukaan dan kebencian mereka terhadapnya, dan kebencian terhadap kebaikan akan memerintahkan (pelakunya) berbuat jahat, dan kebencian terhadap manusia akan memerintahkan (pelakunya) menzhalimi dan memutuskan hubungan silaturahim dengannya, seperti orang yang dengki, karena orang yang dengki memerintahkan orang yang didengkinya untuk menzhalimi orang yang dia dengki dan memutuskan hubungan silaturahim dengannya seperti dua orang anak Adam dan saudara-saudara Yusuf."... Demikian. (Fatawa, 10/590
Mungkin Anda memperhatikan kaitan kaidah (prinsip pokok) ini -(yang terdapat) dalam Surat al-Hasyr dan at-Taghabun- dengan masalah harta! Karena harta -wallahu a'lam- merupakan sesuatu yang paling jelas yang dapat menyingkap sifat kikir (yang terdapat pada diri seseorang), walaupun memang sifat kikir ini tidak terbatas dalam masalah harta saja.

Di antara contoh-contoh aplikasi kaidah (prinsip pokok) ini yang memperjelas yang sedang kita bicarakan ini adalah:

(1). Apa yang dijelaskan oleh ayat Surat al-Hasyr tentang amal-amal agung yang dengannya Allah memuji orang-orang Anshar yang telah membuka rumah-rumah dan hati-hati mereka untuk saudara-saudara mereka dari kalangan orang-orang Muhajirin radhiyallahu ‘anhum, padahal sedikit sekali orang yang berkecukupan di antara mereka. Cukuplah bagi Anda pujian ilahi ini, dari Yang Maha Memiliki ilmu dan Maha Mengetahui, Yang Maha Mengetahui apa yang disembunyikan oleh jiwa,


æóÇáøóÐöíäó ÊóÈóæøóÁõæÇ ÇáÏøóÇÑó æóÇáúÅöíãóÇäó ãöäú ÞóÈúáöåöãú íõÍöÈøõæäó ãóäú åóÇÌóÑó Åöáóíúåöãú æóáóÇ íóÌöÏõæäó Ýöí ÕõÏõæÑöåöãú ÍóÇÌóÉð ãöãøóÇ ÃõæÊõæÇ æóíõÄúËöÑõæäó Úóáóì ÃóäúÝõÓöåöãú æóáóæú ßóÇäó Èöåöãú ÎóÕóÇÕóÉñ æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó (9)


"Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung." (Al-Hasyr: 9).

Renungkanlah amal-amal hati ini yang disingkapkan oleh Allah dari mereka, dan itu semua menunjukkan selamatnya mereka dari sifat kikir (yang terdapat) dalam diri mereka:
a. Amal hati yang pertama, íõÍöÈøõæäó "mereka mencintai", karena di antara kondisi kabilah-kabilah adalah mereka akan merasa tidak nyaman dari orang-orang yang berhijrah ke kampung mereka, karena orang-orang yang berhijrah itu membuat hidup mereka sempit.

b. Amal hati yang kedua, æóáóÇ íóÌöÏõæäó Ýöí ÕõÏõæÑöåöãú ÍóÇÌóÉð ãöãøóÇ ÃõæÊõæÇ "Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin)", karena kalaulah keinginan itu ada, niscaya mereka akan menemukannya dalam jiwa-jiwa mereka.

c. Dan amal hati yang ketiga, adalah mementingkan orang lain, yaitu mendahulukan sesuatu untuk orang lain dengan suatu kehormatan atau suatu manfaat, mereka mementingkan orang lain daripada diri-diri mereka sendiri karena keinginan mereka sendiri, dan ÇóáúÎóÕóÇÕóÉõ (kesusahan) adalah kondisi sangat membutuhkan (sesuatu).(at-Tahrir wa at-Tanwir, 15/72-75.)

Apakah Anda ingin sebuah contoh yang mana dunia belum pernah mendengar hal yang sepertinya?
Renungkanlah situasi ini yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya dari hadits Anas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
"Abdurrahman bin Auf datang kepada kami, dan Rasulullah Shollallohu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakannya dengan Sa'ad bin ar-Rabi', dan Sa'ad adalah orang yang memiliki banyak harta, Sa'ad berkata, 'Orang Anshar telah mengetahui bahwa aku ini termasuk orang yang paling banyak hartanya di antara mereka, aku akan membagi hartaku menjadi dua bagian, untukku dan untukmu, dan aku memiliki dua istri, maka lihatlah mana di antara keduanya yang paling membuatmu tertarik dan aku akan (segera) menceraikannya, sehingga apabila dia telah halal (berakhir masa iddahnya), kamu bisa menikahinya.' Abdurrahman berkata, 'Semoga Allah memberkatimu pada istrimu, tunjukkan saja kepadaku di mana pasar!'" Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3570.

Demi Allah, kalaulah saja situasinya menceritakan bahwa dia mengalah dari bagian yang sedikit dari hartanya, niscaya hal itu sudah merupakan suatu kepahlawanan dan kemuliaan, maka bagaimana kalau dia mengalah dari separuh hartanya! Bahkan dia menawarkan akan menceraikan salah satu dari dua istrinya! Jiwa macam apakah (yang semulia) ini?!
Manakah para peneliti sejarah bangsa-bangsa, agar mereka mendatangkan orang-orang seperti orang-orang ini, murid-murid madrasah Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam?!

(2). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok) ini, æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó "Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung," adalah apa yang disebutkan Allah ta’ala tentang kondisi takutnya seorang perempuan terhadap perbuatan nusyuz suaminya, sikap sombong suaminya terhadapnya, ketidaksukaan suaminya kepadanya, dan keberpalingan suaminya darinya, maka yang paling baik -dan inilah kondisinya- adalah mereka berdua melakukan perdamaian dengan cara si istri merelakan sebagian haknya yang merupakan kewajiban suaminya asalkan si istri tetap bersama suaminya, maka itu lebih baik daripada perceraian. Dan oleh karena itu, Allah berfirman,


æóÅöäö ÇãúÑóÃóÉñ ÎóÇÝóÊú ãöäú ÈóÚúáöåóÇ äõÔõæÒðÇ Ãóæú ÅöÚúÑóÇÖðÇ ÝóáóÇ ÌõäóÇÍó ÚóáóíúåöãóÇ Ãóäú íõÕúáöÍóÇ ÈóíúäóåõãóÇ ÕõáúÍðÇ æóÇáÕøõáúÍõ ÎóíúÑñ æóÃõÍúÖöÑóÊö ÇáúÃóäúÝõÓõ ÇáÔøõÍøó æóÅöäú ÊõÍúÓöäõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ ÝóÅöäøó Çááøóåó ßóÇäó ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÎóÈöíÑðÇ (128)


"Dan perdamaian itu lebih baik (bagi keduanya)." (An-Nisa`: 128).
Kemudian Allah menyebutkan penghalangnya,


æóÃõÍúÖöÑóÊö ÇáúÃóäúÝõÓõ ÇáÔøõÍøó


"Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir", (An-Nisa`: 128),
yakni, jiwa (manusia) ditakdirkan bertabiat kikir, yaitu tidak suka mengeluarkan (harta) yang wajib ditunaikan oleh manusia, dan tamak terhadap hak yang akan dia dapatkan. Maka jiwa (manusia) ditakdirkan seperti itu berdasarkan tabiatnya. Maknanya, kalian harus berantusias untuk mencabut akhlak yang hina ini dari jiwa-jiwa kalian, dan menggantikannya dengan kedermawanan, yaitu mengeluarkan hak (orang lain) yang menjadi kewajibanmu, dan merasa cukup dengan sebagian hak yang kamu dapatkan, maka ketika manusia dianugerahi akhlak yang baik ini, maka pada saat itu mudahlah baginya melakukan perdamaian antara dirinya dengan rival dan orang yang berinteraksi dengannya. Berbeda dengan orang yang tidak bersungguh-sungguh dalam menghilangkan sifat kikir dari dirinya, maka sulit baginya untuk melakukan perdamaian dan kesepakatan, karena tidak ada yang membuatnya ridha selain (mendapatkan) semua hartanya, dan dia tidak ridha menunaikan apa yang menjadi kewajiban dirinya, dan apabila rivalnya seperti dia juga, maka perkaranya semakin parah. (Sumber: Tafsir as-Sa'di, hal. 206.)

(3). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok) ini, æóãóäú íõæÞó ÔõÍøó äóÝúÓöåö ÝóÃõæáóÆößó åõãõ ÇáúãõÝúáöÍõæäó "Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung", adalah sesuatu yang karenanya Allah memuji orang-orang yang mengutamakan orang lain dari kalangan orang-orang Anshar dan orang-orang yang seperti mereka dalam akhlak yang agung ini, yang mana Ibnul Qayyim memasukkan sifat ini termasuk ke dalam salah satu tingkatan yang ditempuh oleh orang-orang yang meniti jalan menuju penghambaan diri kepada Rabb alam semesta, maka beliau menjadikan tingkatan 'mengutamakan orang lain' termasuk ke dalam tingkatan-tingkatan ini.
Apakah yang dimaksud dengan "mengutamakan kepentingan orang lain"? Mengutamakan kepentingan orang lain adalah kebalikan dari sifat kikir, orang yang mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan dirinya adalah orang yang meninggalkan sesuatu yang dia butuhkan, sedangkan orang yang kikir adalah orang yang tamak terhadap sesuatu yang tidak ada di tangannya; dan apabila sesuatu itu sudah ada di tangannya, dia kikir dengan sesuatu itu dan bakhil (pelit) untuk mengeluarkannya, maka kebakhilan adalah buah dari kekikiran, dan kekikiran memerintahkan (pelakunya) berbuat bakhil.

Marilah kita tutup pembicaraan kita dengan sebuah situasi yang menunjukkan kebesaran jiwa para sahabat:
Ini adalah kisah Qais bin Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhuma; dia termasuk di antara para dermawan yang terkenal, sehingga ketika suatu waktu dia sakit, kawan-kawannya melambat-lambatkan diri dalam menjenguknya, maka dia bertanya tentang mereka, lalu orang-orang menjawab, "Sesungguhnya mereka malu karena hutang-hutang mereka kepadamu!" Qais berkata, "Semoga Allah menghinakan harta yang mencegah kawan-kawanku untuk datang menjenguk." Lalu dia menyuruh seseorang untuk mengumumkan, "Barangsiapa yang mempunyai hutang kepada Qais, maka hutangnya itu lunas." Maka tidaklah datang waktu petang melainkan pintu rumahnya menjadi jebol saking banyaknya orang yang menjenguknya! (Sumber: Madarij as-Salikin, 2/291.)

Alangkah indahnya jiwa-jiwa besar dan akhlak-akhlak yang agung ini! Semoga Allah memperbanyak orang-orang seperti mereka.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=392