Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Istri Membantu Suami Bekerja
Senin, 18 Februari 19

Syariat Islam sangat adil, meletakkan sesuatu sesuai dengan kapasitas dan kedudukannya, seorang laki-laki yang dikaruniai fisik yang kuat maka dibebankan atasnya tanggung jawab menafkahi keluarga, dia dijadikan sebagai kepala keluarga yang bertugas mengurus segala urusan di luar rumah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


ÇáÑøöÌóÇáõ ÞóæøóÇãõæäó Úóáóì ÇáäøöÓóÇÁö ÈöãóÇ ÝóÖøóáó Çááøóåõ ÈóÚúÖóåõãú Úóáóì ÈóÚúÖò æóÈöãóÇ ÃóäúÝóÞõæÇ ãöäú ÃóãúæóÇáöåöãú ÝóÇáÕøóÇáöÍóÇÊõ ÞóÇäöÊóÇÊñ ÍóÇÝöÙóÇÊñ áöáúÛóíúÈö ÈöãóÇ ÍóÝöÙó Çááøóåõ æóÇááøóÇÊöí ÊóÎóÇÝõæäó äõÔõæÒóåõäøó ÝóÚöÙõæåõäøó æóÇåúÌõÑõæåõäøó Ýöí ÇáúãóÖóÇÌöÚö æóÇÖúÑöÈõæåõäøó ÝóÅöäú ÃóØóÚúäóßõãú ÝóáóÇ ÊóÈúÛõæÇ Úóáóíúåöäøó ÓóÈöíáðÇ Åöäøó Çááøóåó ßóÇäó ÚóáöíøðÇ ßóÈöíÑðÇ


“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa: 34).

Adapun seorang wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya kasih sayang dan kelemah-lembutan, sehingga sangat cocok untuk mengurus rumah tangga, mendidik anak, fokus mengurusi segala urusan di dalam rumah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


æóÞóÑúäó Ýöí ÈõíõæÊößõäøó


“Dan hendaklah kalian (para istri) tetap di rumah kalian.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini ia berkata, “Hendaklah kalian (para istri) menetap di dalam rumah kalian, dan janganlah keluar kecuali ada kebutuhan. Dan diantara kebutuhan yang syar’i adalah keluar rumah untuk shalat di masjid dengan memenuhi syaratsyaratnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/363).

Dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


æóÇáúãóÑúÃóÉõ ÑóÇÚöíóÉñ Úóáóì ÈóíúÊö ÒóæúÌöåóÇ æóæóáóÏöåö Ýóßõáøõßõãú ÑóÇÚò æóßõáøõßõãú ãóÓúÆõæáñ Úóäú ÑóÚöíøóÊöåö


“Dan istri adalah orang yang mengurus rumah suaminya dan anak-anaknya, Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari no. 5200).

Inilah keluarga yang ideal dalam Islam, kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama urusan luar rumah, dan ibu sebagai penanggung jawab utama urusan dalam rumah. Sungguh, jika aturan ini benar-benar diterapkan, dan masing-masing saling memahami tugas dan kewajibannya, niscaya terbangunlah tatanan kehidupan rumah tangga yang damai, tentram, berimbang dalam bidang moral dan materialnya, tercapai ketentraman lahir batinnya, dan juga teraih kebahagiaan dunia akhiratnya.

Namun kehidupan berumah tangga terkadang tidak sesuai dengan harapan, tidak selalu ideal, sering dijumpai seorang istri harus ikut bekerja membantu suaminya demi mencukupi ekonomi keluarga, apalagi hidup di akhir zaman dimana para istri justru lebih banyak menyibukkan diri untuk bekerja dalam rangka mencukupi ekonomi keluarga, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:


Èóíúäó íóÏóíú ÇáÓøóÇÚóÉö ÊóÓúáöíãõ ÇáúÎóÇÕøóÉö æóÊóÝúÔõæ ÇáÊøöÌóÇÑóÉõ ÍóÊøóì ÊõÚöíäó ÇáúãóÑúÃóÉõ ÒóæúÌóåóÇ Úóáóì ÇáÊøöÌóÇÑóÉö æóÊõÞúØóÚõ ÇáúÃóÑúÍóÇãõ


“Diantara tanda kedekatan hari kiamat adalah mengucapkan salam hanya untuk orang yang dikenal, tersebarnya perdagangan hingga seorang istri membantu suaminya dalam perdagangan dan terputusnya tali silaturahim.” (HR. Ahmad no. 3982, Hadist Shahih).

Bolehkan istri bekerja demi membantu suami?

Islam tidak melarang seorang istri bekerja demi membantu suami dalam mencukupi ekonomi rumah tangga, ia boleh berjual beli, mewakilkan orang lain untuk mengurus bisnisnya, selagi ia mampu menjaga hukum-hukum syariat dan adab-adab dalam bekerja. Imam ar-Ramli as-Syafi’i berkata, “Jika suami kesulitan ekonomi hingga tidak mampu memberi nafkah, maka ia diberi waktu tenggang selama tiga hari untuk berusaha mencukupinya, namun jika selama waktu tenggang tersebut ia masih tidak mampu maka pada hari keempatnya istri boleh mengajukan hak fasakh (membatalkan perkawinan), dan pada masa tenggang itu pula istri boleh keluar untuk mencukupi nafkahnya dengan bekerja dan suami tidak boleh melarangnya, karena istri dilarang keluar jika sang suami mampu mencukupi nafkahnya.” (Nihayatul Muhtaj Syarh Minhajut Thullab, 7/215-216).

Syaikh Abdul Aziz Bin Baz mengatakan, “Islam tidak melarang wanita untuk bekerja dan berbisnis, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan dan memerintahkan hambanya untuk bekerja, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


æóÞõáö ÇÚúãóáõæÇ ÝóÓóíóÑóì Çááøóåõ Úóãóáóßõãú æóÑóÓõæáõåõ æóÇáúãõÄúãöäõæäó


“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Allah, Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu.“ (QS. At-Taubah: 105).

Perintah ini mencakup pria dan wanita. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mensyariatkan bisnis kepada semua hamba-Nya, karenanya seluruh manusia diperintahkan untuk berbisnis, berikhtiar dan bekerja, baik itu pria maupun wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áóÇ ÊóÃúßõáõæÇ ÃóãúæóÇáóßõãú Èóíúäóßõãú ÈöÇáúÈóÇØöáö ÅöáøóÇ Ãóäú Êóßõæäó ÊöÌóÇÑóÉð Úóäú ÊóÑóÇÖò ãöäúßõãú


“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang tidak benar, akan tetapi hendaklah kalian berdagang atas dasar saling rela diantara kalian.” (QS. An-Nisa: 29).

Perintah dalam ayat ini berlaku untuk umum, baik pria maupun wanita. (Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 28, hal. 103-104).

Rambu-rambu ketika istri bekerja membantu suami

Jika istri terpaksa bekerja demi membantu suami maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
1. Hendaknya pekerjaan tersebut tidak mengganggu kewajiban utama sebagai seorang istri, yaitu: mengurus rumah tangga, dan mendidik anak; karena mengurus rumah tangga dan mendidik anak adalah kewajibannya, sedang bekerja dalam rangka mencari nafkah bukan sebuah kewajiban atasnya, dan sesuatu yang wajib tidak boleh dikalahkan oleh sesuatu yang tidak wajib.
2. Hendaknya mencari terlebih dahulu pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam rumah. Jika tidak ada, baru mencari pekerjaan di luar rumah.
3. Hendaknya pekerjaan yang dijalani adalah pekerjaan yang halal bukan yang haram, karena setiap muslim diperintahkan untuk mengkonsumsi harta yang halal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di muka bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS.al-Baqarah: 168).
4. Harus mendapat izin dari suami, karena istri wajib mentaati suaminya. Sebagaimana ciri istri yang shalihah yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jamin masuk surga adalah istri yang taat kepada suaminya. “Jika wanita shalat lima waktu, berpuasa dibulan ramadhan, memelihara kehormatannya, taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya: “Masuklah kamu kedalam surga dari pintu yang kamu suka.”(HR. Ahmad no. 1661, Hadist hasan).
5. Ketika istri kerja di luar rumah maka hendaknya menerapkan adab-adab
islami, seperti menjaga pandangan, memakai hijab syar’i, tidak memakai wewangian, tidak melembutkan suaranya kepada pria yang bukan mahram. 6. Pekerjaannya sesuai dengan tabi’at wanita, seperti mengajar, menjadi dokter, perawat, menjahit, penulis artikel atau buku.
7. Hendaklah dia mencari lingkungan kerja yang khusus wanita, dan menjauhkan diri dari ikhtilat (bercampur) dengan pria, khalwat (berduaan) dengan pria yang bukan mahram atau bentuk-bentuk maksiat yang lain.

Ringkasnya seorang istri yang bekerja demi membantu suami dalam rangka mencukupi ekonomi keluarganya selalu menjaga agamanya, menjaga kehormatannya dan jangan menyebabkan fitnah dan kerusakan moral bagi orang lain. Wallahu A’lam. (Sudarto, Lc, M.HI.)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsakinah&id=380