Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Giving Before Asking
Jumat, 08 Maret 19

Tidak ada seorang muslim pun yang membina sebuah rumah tangga lewat tali pernikahan, melainkan mengharapkan terciptanya sebuah rumah tangga yang harmonis islamis. Lantas, bagaimanakah tiap-tiap dari mereka bisa menciptakan iklim rumah
tangga yang harmonis islamis?

Apa Kuncinya?

Kuncinya mudah, namun dalam praktiknya dibutuhkan perjuangan dan kerja keras dari masing-masing mereka. “GIVING before ASKING”, yaitu member sebelum menuntut, inilah kunci untuk merealisasikan harapan di atas. Tiap-tiap pasangan harus menunaikan kewajibannya terlebih dahulu sebelum menuntut haknya, niscaya mereka akan mendapatkan apa yang diharapkan sebelum mereka memintanya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


ÝóÃóÚúØö ßõáøó Ðöí ÍóÞøò ÍóÞøóåõ


“Maka berikanlah hak kepada setiap pemiliknya.” (HR. Bukhari, no. 1968).

Mengenal Siapa Dirinya

Untuk menjalankan konsep di atas, langkah pertama, setiap pasangan harus mengenal siapa dirinya sendiri. Bukan sebatas mengetahui posisinya sebagai apa dalam sebuah rumah tangga, namun ia harus tahu pula secara lebih mendasar bahwa rumah tangga merupakan salah satu instrumen penting dalam penghambaan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan demikian, apa yang menjadi kewajibannya dalam sebuah rumah tangga semata-semata ditunaikan sebagai bentuk ibadah dan mengharap pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jika ia seorang suami, ia tahu akan kewajibannya yang senantiasa terus dijaga agar bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya kepada isteri maupun anak-anaknya.

Jika ia seorang isteri, ia pun mengerti hak-hak suami maupun anak-anaknya yang harus diberikan sebelum dirinya menuntut haknya.

Mengenal Hak dan Kewajiban

Selanjutnya, jika setiap pasangan sudah mengenal siapa dirinya dengan baik, baik dalam konteks sebagai suami/ isteri dalam sebuah rumah tangga maupun sebagai seorang hamba dalam perjalanan hidupnya, tentu setiap mereka wajib mengetahui akan hak-hak dan kewajibannya. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang berbeda-beda.

Seorang suami memiliki hak dan kewajiban sendiri, demikian pula seorang isteri memiliki hak dan kewajiban yang khas yang harus ditunaikan. Perbedaan inilah yang nantinya menciptakan sebuah rumah tangga yang indah tatkala ditunaikan dengan baik. Di mana setiap pasangan saling melengkapi dan mengisi, menguatkan dan menutupi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


ÎóíúÑõßõãú ÎóíúÑõßõãú áÃóåúáöåö æóÃóäóÇ ÎóíúÑõßõãú áÃóåúáöì


“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap isterinya. Dan saya adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap isteriku.” (HR. At-Tirmidzi, no. 3890).

Dalam hadits di atas, kita bisa melihat bagaimana konsep akhlak menjadi tolak ukur kebaikan seseorang. Hal ini tidak diragukan lagi, karena orang yang berakhlak adalah orang yang mengetahui siapa dirinya, apa posisinya, apa yang menjadi hak dan kewajibannya, dan apa yang harus diperbuatnya, baik dalam keluarga, sosial masyarakat, maupun kehidupan secara umum.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda kepada Umar radhiyallahu ‘anhu:


ÃóáÇó ÃõÎúÈöÑõßó ÈöÎóíúÑö ãóÇ íóßúäöÒõ ÇáúãóÑúÁõ ¡ ÇáúãóÑúÃóÉõ ÇáÕøóÇáöÍóÉõ ÅöÐóÇ äóÙóÑó ÅöáóíúåóÇ ÓóÑøóÊúåõ ¡ æóÅöÐóÇ ÃóãóÑóåóÇ ÃóØóÇÚóÊúåõ ¡ æóÅöÐóÇ ÛóÇÈó ÚóäúåóÇ ÍóÝöÙóÊúåõ


“Maukah aku kabarkan kepadamu tentang sebaik-baik harta simpanan bagi seseorang? (yaitu) isteri shalihah, apabila dipandang menyenangkan, dan jika diperintah taat dan jika ditinggal suaminya, ia akan menjaga (harta suami dan kehormatannya).” (HR. Abu Dawud, no. 1666, Syaikh Al-Albani menghukumi hadits ini dhaif).

Dari hadits ini kita bisa melihat bahwa keshalihan seorang isteri menjadi modal yang sangat berharga untuk membina sebuah rumah tangga yang harmonis.

Dimana keshalihan itu bersumber dari pemahaman dan pengamalan agamanya yang benar. Dan aspek keshalihan pribadi seorang isteri adalah generator yang menjadikan ia tahu akan posisinya sebagai isteri bagi suaminya atau ibu bagi anak-anaknya, yang akhirnya ia pun akan berusaha untuk menunaikan hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya.

Pesan implisit dari dua hadits di atas, bahwa aspek ilmu (pengetahuan dan pemahaman agama) adalah aspek paling urgen yang mendasari setiap pasangan untuk tetap menjaga dan menunaikan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Hak dan kewajiban di sini adalah dalam perspektif syariat, bukan menurut pendapat para pengamat atau pemikir ataupun yang lainnya. Sehingga pengetahuan tentangnya juga harus dilihat dari aspek syariat. Pengetahun paripurna akan hak dan kewajiban setiap pasangan dalam perspektif syariat mendorongnya untuk lebih mendahulukan aspek giving daripada asking.

Pelita Ilmu Syar’i

Konsep “Giving before Asking” secara otomatis akan menghadirkan apa yang menjadi hak dari pasangannya tanpa ia harus menuntut. Karena setiap pasangan merasa diperlakukan dengan baik. Perlakuan inilah yang kemudian mendorong untuk menunaikan hak-hak pasangannya dengan ikhlas dan senang tanpa adanya beban.

Konsep ini dapat terealisasikan dengan baik oleh mereka yang benar-benar memahami agama dengan baik pula. Inilah salah satu nilai yang terkandung dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:


ÅöäøóãóÇ íóÎúÔóì Çááøóåó ãöäú ÚöÈóÇÏöåö ÇáúÚõáóãóÇÁõ


“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.” (QS. Fathir: 28).

Syaikh As-Sa’di berkata, “Orang yang paling mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah orang yang paling banyak rasa takutnya, yang menjadikannya takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menjauhi perbuatan maksiat, dan mempersiapkan diri untuk hari pertemuan dengan Dzat yang ditakutinya. Ini merupakan dalil akan keutamaan ilmu,
dimana ilmu akan mendorongnya takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Wallahu a’lam. (Saed As-Saedy, Lc.)

Referensi:

1. Taisir Al-Karim Ar-Rahman, Syaikh As-Sa’di.
2. Sunan Abi Dawud, Abu Dawud As-Sijistani, Dar Al-Kutub Al-Arabi.
3. Al-Jami’ Ash-Shahih Sunan At-Tirmidzi, At-Tirmidzi, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, dll.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php?pilih=lihatsakinah&id=382