Keenam: Koreksi Cara Menghitung Dzikir
Pada pembahasan ini ada dua pembahasan:
Pembahasan Pertama
YANG DIBENARKAN, YAITU: MENGHITUNG DZIKIR DENGAN JARI-JARI TANGAN
Terdapat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa termasuk tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan (iqrâr), adalah menghitung bacaan dzikir dengan jari-jari tangan saja. Dan berdasarkan inilah, para sahabat radhiyallahu 'anhum beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari ini juga berpijak. Cara dzikir semacam ini merupakan amalan yang secara turun temurun diwarisi oleh umat ini, sebagai bentuk dari mencontoh perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Dan sungguh hadîts Nabi shallallahu 'alaihi wasallam telah menyatakan, bahwasanya seorang hamba yang berdzikir kepada Tuhannya dengan membaca tahlîl, tasbîh, takbîr, pujian dan pengagungan, itu terdiri atas dua macam:
Pertama, bersifat mutlak, sebagaimana firman Allah ta'ala
æóÇáÐóøÇßöÑöíäó Çááåó ßóËöíÑðÇ æóÇáÐóøÇßöÑóÇÊö
“Dan laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah.” (al-Ahzab: 35).
íóÂÃóíõøåóÇ ÇáóøÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÐúßõÑõæÇ Çááåó ÐößúÑðÇ ßóËöíÑðÇ
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (al-Ahzab: 41).
Kedua, terikat oleh keadaan, waktu, atau tempat. Dan jumlah hitungan bacaan dzikir semacam ini menurut riwayat adalah sebanyak seratus kali, seperti seratus
tahlîl, seratus
tasbîh, dan bacaan:
Subhanallah, Alhamdulillah, dan
Allahu Akbar, masing-masing sebanyak tiga puluh tiga kali, dan untuk mengenapkannya menjadi seratus adalah membaca
tahlîl. Juga terdapat riwayat lain yang menjadikan bacaan
takbir sebanyak tiga puluh empat kali sebagai kelengkapan jumlah seratus.
Alhamdulillah, kaum muslimin masih melakukan dzikir yang berjumlah ini (
dzikir ‘adadi), dan menghitungnya dengan jari-jari kedua tangan atau jari-jari tangan kanan -berdasarkan perbedaan yang ada-, tanpa memakai alat penghitung yang lain, semisal batu kerikil, biji-bijian, tasbeh yang tersusun seperti rantai, atau alat buatan lain.
Hal inilah yang sesuai dengan kemudahan Islam, dan bahwa hukum-hukum Islam itu selalu berada dalam kemampuan para mukallaf menurut perbedaan strata sosial mereka. Ini adalah tradisi syariat Islam dalam hal memberi kemudahan. (Sebagaimana Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam telah mengembalikan masalah penetapan masuk dan keluarnya bulan kepada
ru’yah (melihat hilal) atau
ikmal (penyempurnaan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari), seiring dengan keterkaitan ru’yah tersebut dengan kedua rukun Islam, yaitu: puasa dan haji). Maka tidak ada penghitungan (
hisab), pengawasan atas bintang-bintang, serta pergerakan planet-planet yang membebani mereka setelah itu.
Oleh karena itu, ketika Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melihat di antara sebagian sahabatnya
radhiyallahu 'anhum ada yang menghitung dzikir mereka dengan batu kerikil, menurut kejadian yang sebenarnya, beliau langsung mengajari mereka cara menghitungnya dengan jari-jari tangan, dan bahwa jari-jari tangan itulah alat yang sebenarnya disyariatkan, bukan yang lain; dan bahwa jari-jari tangan itu lebih baik dan utama, sampai kepada tingkat kenikmatan para penghuni surga yang digambarkan di dalam firman Allah
ta'ala :
“Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya.” (al-Furqan: 24). Penggunaan
af’al tafdhil di sini, termasuk penggunaan
af’al tafdhil yang berkaitan dengan kebaikan pada suatu tempat yang tidak didapati pada tempat lainnya, mengingat tidak ada satu pun kebaikan di dalam peristirahatan para penghuni neraka dan tempat tinggal mereka, sebagaimana dijelaskan Allah
ta'ala,
ÁóÂÇááåõ ÎóíúÑñ ÃóãóøÇ íõÔúÑößõæäó
“Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?” (an-Naml: 59).
Wallahu a’lam.
Pembahasan Kedua: Menghitung Bacaan Dzikir Dengan Tasbeh, pembahasan ini -InsyaAllah- akan kita bahas pada edisi yang akan datang.
[
Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]