Artikel Hadits : Mewaspadai Hadits-Hadits Dha’if dan Palsu di Bulan Ramadhan Selasa, 24 Juli 12 Ramadhan memang bulan yang penuh berkah. Di bulan ini banyak yang ingin bertaubat dan memperbaiki diri, banyak yang ingin beribadah dengan kusyu’, banyak yang ingin berbuat baik kepada yang lain, dan masih banyak lagi ibadah yang lain. Subhanallah ! banyak perbuatan baik di bulan ini.
Di antara amalan yang sangat menggembirakan di bulan ini adalah fenomana dakwah islam. Dimana banyak sekali masjid – masjid atau majlis taklim mengadakan pengajian atau sekedar kultum. Banyak pula para da’i baru yang muncul di bulan ini dengan semangat ingin memberi manfaat kepada saudaranya sesama muslim dengan sedikit nasihat. Suatu fenomena yang patut disyukuri.
Namun karena ilmu yang kurang sepadan dengan semangat, banyak para da’i dan penceramah yang jatuh pada kesalahan. Di antara kesalahannya itu adalah penyebutan hadits dhaif ( lemah ) atau bahkan maudhu’ ( palsu ) dalam ceramah mereka. Mereka sebutkan hadits lemah dan palsu tadi tanpa menyebutkan asal dan derajat hadits.
Inilah beberapa hadits dha’if dan maudhu’ yang menyebar dikalangan masyarakat umum baik di masjid – masjid, majlis taklim atau di tempat – tampat lainnya. Mungkin makna sebagian hadits tidak bertentangan dengan syariat, tapi menisbatkan perkataan tadi kepada Rasulullah shallallohu 'alaihi wasallam tanpa menyebutkan status hadits, maka hal itu adalah sangat terlarang sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama hadits. Wallahu A'lam.
Inilah beberapa hadits dha’if yang ingin kami jelaskan agar kaum Muslimin mewaspadainya, disebabkan hadits-hadits tersebut banyak tersebar di bulan Ramadhan, dan dikarenakan penisbatannya/penyandarannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, padahal hadits teresbut Dha’if (lemah) atau bahkan Maudhu’ (palsu). Hadits-hadits tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Hadits:
( Çááåã ÈÇÑß áäÇ Ýí ÑÌÈ æÔÚÈÇä æÈáÛäÇ ÑãÖÇä )
”Ya Allah berkahilah untuk kami bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabrani dan di dalam sanadnya ada Zaidah bin Abi ar-Ruqqaad. Al-Bukhari berkata tentang perawi tersebut:”Munkarul hadits (haditsnya Munkar).” Dan Imam an-Nasaa’i dan Ibnu Hibban rahimahumallah men-dha’if-kannya. Dan Ibnu Hajjar rahimahullah telah menjelaskan kebatilannya pada kitab beliau “Tabyiinul ‘Ujab Bi Maa Warada Fii Rajab”
Kedua, Hadits:
( Çááåã Ãåáå ÚáíäÇ ÈÇáÃãä æÇáÅíãÇä æÇáÓáÇãÉ æÇáÅÓáÇã ) ÑæÇå ÇáÊÑãÐí 3447 æÖÚÝå
”Ya Allah, munculkanlah Hilal (awal bulan) ini kepada kami dengan penuh keamanan, dan keimanan, keselamatan dan Islam." (HR. at-Tirmidzi dan beliau menyatakannya dha’if)
Di dalam sanadnya ada Sulaiman bin Suyan, dan dia dha’if. Al-Haitsami rahimahullah berkata:”Di dalam sanadnya diriwayat Imam ath-Thabrani ada ‘Utsman bin Ibrahim al-Hathibi dan ia adalah seorang yang dha’if.” Ibnul Qayyim rahimahullah berata:”Di dalam sanad-sanad dari jalur-jalur hadits ini ada kelemahan.” Dan beliau melanjutkan:”Dan disebutkan dari Abu Dawud dalam sebagian naskahnya bahwasanya dia berkata:’Dalam bab ini tidak ada hadits yang bersanad (bersambung sanadnya)”
Ketiga, Hadits:
ÃíåÇ ÇáäÇÓ ÞÏ ÃÙáßã ÔåÑ ÚÙíã ÔåÑ ãÈÇÑß ÔåÑ Ýíå áíáÉ ÎíÑ ãä ÃáÝ ÔåÑ ÌÚá Çááå ÕíÇãå ÝÑíÖÉ æ ÞíÇã áíáå ÊØæÚÇ ãä ÊÞÑÈ Ýíå ÈÎÕáÉ ãä ÇáÎíÑ ßÇä ßãä ÃÏì ÝÑíÖÉ ÝíãÇ ÓæÇå æ ãä ÃÏì Ýíå ÝÑíÖÉ ßÇä ßãä ÃÏì ÓÈÚíä ÝÑíÖÉ ÝíãÇ ÓæÇå æåæ ÔåÑ ÇáÕÈÑ æ ÇáÕÈÑ ËæÇÈå ÇáÌäÉ æ ÔåÑ ÇáãæÇÓÇÉ æ ÔåÑ íÒÏÇÏ Ýíå ÑÒÞ ÇáãÄãä ãä ÝØÑ Ýíå ÕÇÆãÇ ßÇä ãÛÝÑÉ áÐäæÈå æ ÚÊÞ ÑÞÈÊå ãä ÇáäÇÑ æ ßÇä áå ãËá ÃÌÑå ãäÛíÑ Ãä íäÊÞÕ ãä ÃÌÑå ÔíÁ ÞÇáæÇ áíÓ ßáäÇ äÌÏ ãÇ íÝØÑ ÇáÕÇÆã ÝÞÇá : íÚØí Çááå åÐÇ ÇáËæÇÈ ãä ÝØÑ ÕÇÆãÇ Úáì ÊãÑÉ Ãæ ÔÑÈÉ ãÇÁ Ãæ ãÐÞÉ áÈä æ åæ ÔåÑ Ãæáå ÑÍãÉ æ ÃæÓØå ãÛÝÑÉ æ ÂÎÑå ÚÊÞ ãä ÇáäÇÑ ãä ÎÝÝ Úä ããáæßå ÛÝÑ Çááå áå æ ÃÚÊÞå ãä ÇáäÇÑ æ ÇÓÊßËÑæÇ Ýíå ãä ÃÑÈÚ ÎÕÇá : ÎÕáÊíä ÊÑÖæä ÈåãÇ ÑÈßã æ ÎÕáÊíä áÇ Ûäì Èßã ÚäåãÇ ÝÃãÇ ÇáÎÕáÊÇä ÇááÊÇä ÊÑÖæä ÈåãÇ ÑÈßã ÝÔåÇÏÉ Ãä áÇ Åáå ÅáÇ Çááå æ ÊÓÊÛÝÑæäå æ ÃãÇ ÇááÊÇä áÇ Ûäì Èßã ÚäåãÇ ÝÊÓÃáæä Çááå ÇáÌäÉ æ ÊÚæÐæä Èå ãä ÇáäÇÑ æ ãä ÃÔÈÚ Ýíå ÕÇÆãÇ ÓÞÇå Çááå ãä ÍæÖí ÔÑÈÉ áÇ íÙãà ÍÊì íÏÎá ÇáÌäÉ
”Wahai manusia, sungguh telah menaungi bulan yang agung, bulan yang diberkahi, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang mana Allah jadikan puasa di siang harinya sebagai fardhu (kewajiban), dan shalat (tarawih) di malamnya sebagai sunah. Barang siapa mendekatkan diri kepada Allah di bulan ini dengan satu kebaikan (amalan sunnah), maka pahalanya seperti dia melakukan amalan fardhu di bulan-bulan yang lain. Barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya seperti pahala melakukan 70 amalan fardhu di bulan lainnya. dan ia adalah bulan kesabaran dan balasan atas kesabaran adalah surga, bulan ini merupakan bulan kedermawanan dan bulan dimana rizki orang-orang yang beriman bertambah. Barang siapa memberi makan (untuk berbuka) orang yang berpuasa maka baginya pengampunan atas dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan dia mendapatkan pahala yang sama sebagaimana yang berpuasa tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa."
Mereka (para sahabat) berkata:“ Wahai Rasulullah, tidak setiap kami mempunyai sesuatu untuk dihidangkan kepada orang yang berpuasa untuk berbuka.”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab:“Allah akan memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan sebiji kurma, atau seteguk air, atau setetes susu.”
Inilah bulan yang permulaannya (sepuluh hari pertama) Allah menurunkan rahmat, yang pertengahannya (sepuluh hari pertengahan) Allah memberikan ampunan, dan yang terakhirnya (sepuluh hari terakhir) Allah membebaskan hamba-Nya dari api neraka.
Barangsiapa yang meringankan hamba sahayanya di bulan ini, maka Allah subhanahu wata'ala akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Dan perbanyaklah melakukan empat hal di bulan ini, yang dua hal dapat mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dan yang dua hal kamu pasti membutuhkannya. Dua hal yang mendatangkan keridhaan Allah yaitu syahadah (Laa ilaaha illallaah) dan beristighfar kepada Allah, dan dua hal yang pasti kalian membutuhkannya yaitu kalian memohon Surga kepada-Nya dan kalian berlindung kepada-Nya dari api neraka. Dan barang siapa yang di dalamnya membuat kenyang orang yang berpuasa (ketika berbuka), maka Allah akan memberinya minum dari telagaku (Haudh), yang sekali minum (darinya), seseorang tidak akan merasakan haus sehingga ia memasuki surga.“
Ini adalah hadits yang dikenal dengan hadits Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu. Namun sayang sekali, kita sering mendengar banyak dari kalangan khatib ataupun penceramah yang mengisi khutbah dan ceramahnya dengan mensyarah (menjelaskan) hadits ini, padahal hadits ini adalah bathil, diriwayatkan oleh Imam Ibnu Khuzaimah dan beliau mengatakan:”Jika shahih khabar/hadits ini.”
Dan di dalam sanadnya ada ‘Ali bin Zaid bin Jad’an dan ia adalah seorang perawi yang dha’if. Dan Sa’id bin al-Musayyib tidak mendengar darinya. Dan di dalam sanadnya ada kerancuan dan di dalam matannya ada keanehan.
Hadits ini dinyatakan dha’if jiddan (lemah sekali) atau munkar oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah dan Dha’if at-Targhib wat-Tarhib. Dr. al-A’zhami berkata:”Sanadnya dha’if, ‘Ali bin Zaid bin Jad’an adalah seorang yang dha’if.”
Catatan Yang Perlu Diperhatikan: Sekalipun hadits ini dha’if secara sanad, bukan berarti seluruh isi dalam hadits ini salah. Karena beberapa point yang terkandung dalam hadits ini telah disebutkan dalam hadits-hadits shahih yang lain, seperti bulan Ramadhan adalah bulan yang diberkahi (penuh berkah), di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa di dalamnya sebagai sebuah kewajiban dan lain-lain. Wallahu A’lam.
Keempat, Hadits:
- ( áæ íÚáã ÇáÚÈÇÏ ãÇ Ýí ÑãÖÇä áÊãäÊ ÃãÊí Ãä íßæä ÑãÖÇä ÇáÓäÉ ßáåÇ ) ÑæÇå ÃÈæ íÚáì 9/180 æÞÇá : Ýí ÓäÏå ÌÑíÑ Èä ÃíæÈ ÖÚíÝ . æÃÎÑÌå ÇÈä ÎÒíãÉ 1886 æÞÇá : Åä ÕÍ ÇáÎÈÑ .
” Seandainya hamba-hamba (Allah) mengetahui apa (keutamaan) yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [9/180] dan dia berkata:”Di dalam sanadnya ada Jarir bin Ayyub, ia seorang yang dha’if.” dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [1886], dan beliau berkata:”Jika khabar/hadits ini shahih.”
Badruddun al-‘Aini rahimahullah mengatakan bahwa hadits ini munkar karena di dalam sanadnya ada Jarir bin Ayyub, dan ia biasa memalsukan hadits, sebagaimana perkataan Imam Waki’. Sedangkan Imam al-Bukhari dan Imam Abu Zur’ah mengatakan bahwa Jarir bin Ayyub adalah Munkarul Hadits (Haditsnya Munkar)
Kelima, Hadits:
( ÕæãæÇ ÊÕÍæÇ ) ÃÎÑÌå ÃÍãÏ 2/380 æÇáØÈÑÇäí æÃÈæ äÚíã æÇáÍÇßã ¡ æåæ ÍÏíË ÖÚíÝ .
” Berpuasalah kalian niscaya kalain akan sehat.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad 2/380, Imam ath-Thabrani, Abu Nu’aim dan al-Hakim. Dan ia adalah hadits Dha’if.
Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Said, dari ad-Dhahhak, dari Ibnu Abbas.
Nahsyal itu matruk ( haditnya tidak dipakai ) dan sering berdusta, sedang Ad-Dhahhaak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Dan diriwayatkan oleh at-Thabrani di dalam al-Ausath (1/Q, 69/ al-Majma'ul Bahrain) dan Abu Na'im di dalam ath-Thibbun Nabawi, dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Daud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abi Hurairah.
Sanadnya juga Dha’if karena terdapat rawi Zuhair bin Muhammad. Abu Hatim berkata tentangnya:”Hafalannya buruk, hadits – haditsnya di negeri Syam lebih mungkar dari hadits – haditsnya yang di Iraq dikarenakan buruk hafalannya.” Al-‘Ijliy berkata:”Hadits – hadits yang diriwayatkan penduduk Syam dari dia ( Zuhair bin Muhammad ) tidak saya anggap.” Itulah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/417)
Kemudian Muhammad bin Sulaiman adalah orang syam, maka riwayat dia dari Zuhair sebagaimana dijelaskan para ulama adalah mungkar. Dan hadits ini termasuk darinya.
Catatan Yang Perlu Diperhatikan: Memang benar puasa Ramadhan akan menjadikan seorang Muslim sehat. Namun yang dipermasalahkan atau yang tidak diperbolehkan di sini adalah menyandarkan dan menisbatkan ucapan di atas kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
Kelima, Hadits:
( Åä ÇáÌäÉ áÊÒÎÑÝ æÊäÌÏ ãä ÇáÍæá Åáì ÇáÍæá áÏÎæá ÑãÖÇä ÝÊÞæá ÇáÍæÑ ÇáÚíä : íÇ ÑÈ ¡ ÇÌÚá áäÇ Ýí åÐÇ ÇáÔåÑ ãä ÚÈÇÏß ÃÒæÇÌðÇ ) ÑæÇå ÇáØÈÑÇäí Ýí ÇáßÈíÑ æÇáÃæÓØ æÝíå ÇáæáíÏ Èä ÇáæáíÏ ÇáÞáÇäÓí ¡ æåæ ÖÚíÝ .
” Sesungguhnya surga berhias dan semakin tinggi dari tahun ke tahun karena masuknya bulan Ramadhan, lalu bidadari yang bermata jeli berkata, “Wahai Tuhanku, jadikanlah untuk kami di bulan ini pasangan-pasangan dari hamba-hamba-Mu
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath, dalam sanadnya terdapat Al Walid bin Al Walid Al Qalaansiy, ia adalah dha’if.
Keenam, Hadits:
( äæã ÇáÕÇÆã ÚÈÇÏÉ )
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Hadits ini dibawakan oleh Imam As-Suyuthiy dalam Al Jaami’ush Shaghir 9293, ia menisbatkannya kepada Baihaqi dan mengisyaratkan dha’ifnya dari jalur ‘Abdullah bin Abi ‘Aufa. Hadits ini didha'ifkan pula oleh Zainuddin Al ‘Iraaqiy, Baihaqi dan As Suyuthiy. Lihat Al Firdaus 4/248 dan It-haafus Saadah 4/322.
Ketujuh, Hadits:
íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáäøóÇÓõ ÞóÏú ÃóÙóáøóßõãú ÔóåúÑñ ÚóÙöíúãñ¡ ÔóåúÑñ Ýöíúåö áóíúáóÉñ ÎóíúÑñ ãöäú ÃóáúÝö ÔóåúÑò¡ ÌóÚóáó Çááå õÕöíóÇãóåõ ÝóÑöíúÖóÉð æóÞöíóÇãó áóíúáóÊöåö ÊóØóæøõÚðÇ¡ ãóäú ÊóÞóÑøóÈó Ýöíúåö ÈöÎóÕúáóÉò ãöäó ÇúáÎóíúÑö ßóÇäó ßóãóäú ÃóÏøóì ÝóÑöíúÖóÉð ÝöíúãóÇ ÓöæóÇåõ ... æóåõæó ÔóåúÑñ Ãóæøóáõåõ ÑóÍúãóÉñ¡ æóæóÓóØõåõ ãóÛúÝöÑóÉñ¡ æóÂÎöÑóåõ ÚöÊúÞñ ãöäó ÇáäøóÇÑö ...
"Wahai manusia sungguh telah datang pada kalian bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasanya sebagai kewajiban, dan shalat malamnya sebagai sunnah. Barangsiapa mendekatkan diri di dalamnya dengan suatu perkara kebaikan maka dia seperti orang yang menunaikan suatu kewajiban pada bulan lainnya.. dialah bulan yang awalnya itu rahmat, pertengahannya itu maghfirah/ampunan, dan akhirnya itu 'itqun minan naar/bebas dari neraka.." sampai selesai.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah juga, (no. 1887), dan Al-Muhamili di dalam Amali-nya (no 293) dan Al-Ashbahani di dalam At-Targhib (Q/178, B/ manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini Dha’if (lemah) karena kelemahan Ali bin Zaid.
Ibnu Sa'ad berkata tentangnya:"Padanya ada kelemahan dan jangan berhujjah dengannya.”
Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan:" Dia tidak kuat."
Ibnu Ma'in berkata:"Dia orang yang lemah."
Ibnu Abi Khaitsamah berkata:" Dia orang yang lemah di segala segi."
Dan Ibnu Khuzaimah berkata:" Jangan berhujjah dengan hadits ini karena jelek hafalannya." demikianlah di dalam Tahdzibut Tahdzib (7/322-323).
Kedelapan, Hadits:
ÇáÕøóÇÆöãõ Ýöí ÚöÈóÇÏóÉò æóÅöäú ßóÇäó ÑóÇÞöÏðÇ Úóáóì ÝöÑóÇÔöåö
“Orang yang berpuasa adalah (tetap) di dalam ibadah meskipun dia terbaring (tidur) di atas tempat tidurnya”
Hadits ini sering kali kita dengar, paling tidak, maknanya bahwa ada yang mengatakan tidurnya orang yang berpuasa itu adalah ibadah sehingga kemudian ini dijadikan alasan untuk menghabiskan waktu dengan tidur saja. Bahkan barangkali karenanya, shalat lima waktu ada yang bolong padahal kualitas hadits ini adalah DHO’IF
Hadits tersebut disebutkan oleh Imam as-Suyuthiy di dalam kitabnya “al-Jami’ ash-Shaghir”, riwayat ad-Dailamy di dalam Musnad al-Firdaus dari Anas. Imam al-Manawy memberikan komentar dengan ucapannya : “Di dalamnya terdapat periwayat bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl, Imam adz- Dzahaby berkata di dalam kitabnya adh-Dhu’afa, ‘Ibnu ‘Ady berkata : “(dia) termasuk orang yang suka memalsukan hadits.”
Menurut Syaikh al-Albani rahimahullah, hadits ini ada jalan riwayat lain selain riwayat ini sehingga dengan demikian, hadits ini bisa terselamatkan dari status Maudhu’ tetapi tetap Dha’if.
Syaikh al-Albani rahimahullah juga menyebutkan bahwa Abdullah bin Ahmad di dalam kitabnya Zawa`id az-Zuhd, hal. 303 meriwayatkan hadits tersebut dari ucapan Abi al-‘Aliyah secara mauquf dengan tambahan: ãÇ áã íÛÊÈ (selama dia tidak menggunjing/ghibah). Dan sanad yang satu ini adalah Shahih, barangkali inilah asal hadits. Ia Mauquf (yaitu hadits yang hanya diriwayatkan sampai kepada Shahabat) lantas sebagian periwayat yang lemah keliru dengan menjadikannya Marfu’ (hadits yang sampai kepada Rasulullah). Wallahu a’lam. (Silsilah al-Ahadits adl-Dlo’ifah wa al-Maudlu’ah, jld.II, karya Syaikh al-Albany, no. 653, hal. 106).
Kesembilan, Hadits:
ãä ÃÝØÑ íæãÇ ãä ÑãÖÇä Ýí ÛíÑ ÑÎÕÉ ÑÎÕåÇ Çááå áå áã íÞÖ Úäå ÕíÇã ÇáÏåÑ ßáå æ Åä ÕÇãå
”Barang siapa berbuka (tidak berpuasa) sehari saja dari bulan Ramadhan tanpa rukhshah (keringanan) yang diberikan oleh Allah baginya, maka ia tidak bisa menggantinya dengan puasa setahun penuh meskipun dia berpuasa selama setahun itu.”
Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan:“ Hadits ini Dha’if, dan telah diisyaratkan oleh Imam Bukhari dengan perkataannya:“Disebutkan ( bentuk pasif, yang menunjukkan kelemahannya ). Juga dinilai dhaif oleh Mundziri, Baghawi, Qurtubi, Dzahabi dan Dimyari sebagaimana yang dinukil oleh Munawi juga dinilai dhai’if oleh Ibnu Hajar."
Bahkan Ibnu Hajar menyebutkan tiga ‘illat hadits ( penyebab ditolaknya hadits ) ini, yaitu: Idhtirab ( kegoncangan hadits ), Jahalah ( ketidakjelasan rawi hadits ) dan Inqitha’ ( putusnya sanad hadits ). Lihat Fathul Bari : ( 4/461 )
(Sumber: Riyaadhul Janaan Fii Ramadhaan karya Abdul Muhsin bin Ali Al Muhsin dari http://www.saaid.net/mktarat/ramadan/29.htm dan Tamamul Minnah, Silisilah Ahadits Dha’ifah oleh Syaikh al-Albani dan Sifat Shaum Nabi oleh Ali Hasan Halabi dan Salim al-Hilali dari www.alsofwah.or.id. Diposting dengan sedikit perubahan oleh Abu Yusuf Sujono)
Hit : 1 |
Index Hadits | kirim ke teman | Versi cetak |
Bagikan
| Index Ilmu hadits |
|