**

Sesungguhnya seorang mukmin yang melakukan ketaatan kepada Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى -membawa dua maksud dalam setiap amal ibadah yang wajib atau pun yang sunnah.

Yang pertama adalah maksud untuk melaksanakan perintah Allah-عَزَّوَجَلَّ, mentaati Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pada apa yang diperintahkan-Nya dan dianjurkan-Nya berupa ibadah-ibadah. Bagaimana ibadah itu dapat dilakukannya sebaik mungkin, agar ia termasuk orang yang terbaik amalnya. Bagaimana ia mengikhlaskan hanya untuk Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam melakukan amalnya, bagaimana ia mengikhlaskan hanya untuk Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dalam melakukan ibadah-ibadahnya, sehingga ia tidak mengharap balasan dan terima kasih dari seorang pun. Ia melakukan hal tersebut hanya mencari wajah Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dan amal yang dilakukannya tersebut sesuai petunjuk Rasul-Nya-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-.

Maka, apabila Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan taufik kepadanya untuk melaksankan amal ini, lalu ia pun dapat meraih maksud yang pertama ini, niscaya hatinya akan menjadi tenang dengan harapan besar akan mendapatkan maksud yang kedua, yaitu, diterimanya amalnya. Maksud kedua ini tidaklah lebih sedikit menyibukkan hati seorang Mukmin dari maksudnya yang pertama.

Ali bin Abi Thalib-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-mengatakan, ‘Hendaklah perkara diterimanya amal lebih manjadi perhatian kalian daripada amal itu sendiri. Apakah kalian belum pernah mendengar Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى – berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ [المائدة : 27]

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (al-Maidah : 27)

Dan tidaklah mengherankan –wahai orang-orang yang beriman- karena apa nilai amal itu tanpa adanya penerimaannya ; sesungguhnya hal itu bagaikan debu yang beterbangan.

Wahai hamba-hamba Allah !

Diterimanya amal oleh Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-merupakan harapan yang sangat tinggi. Karena, diterimanya amal itu merupakan kunci pemberian dan karunia dari Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Penerimaan Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- atas amal shaleh yang Anda lakukan merupakan jalan yang dengannya Anda akan memperoleh berbagai bentuk kebahagiaan. Kapan seorang hamba termasuk orang-orang yang diterima (amalnya), niscaya di sisi Allah ia termasuk orang-orang yang beruntung.

Abu Darda-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-mengatakan, ‘Sungguh, ketika aku dapat merasa yakin bahwa Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah menerima satu shalat dariku lebih aku cintai daripada dunia beserta segala isinya, sesungguhnya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ [المائدة : 27]

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (al-Maidah : 27)’.

Wahai hamba-hamba Allah !

Perhatian seorang mukmin terhadap diterimanya amal yang dilakukannya merupakan sunnah yang tetap berjalan. Hal tersebut termasuk perkara yang telah berjalan pada orang-orang yang terkemuka di dunia dan para pemimpinnya dari kalangan para Nabi dan para Rasul serta orang-orang setelah mereka yang menempuh jalan mereka dari kalangan para siddiqin, para syuhada dan orang-orang yang shaleh.

Wahai orang-orang yang beriman !
Khalilurrahman, Ibrahim dan anaknya Ismail keduanya meninggikan pondasi Ka’bah sebagai penunaian perintah Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, sementara hati keduanya penuh rasa takut (kalau amal keduanya tidak diterima oleh Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-) dan lisan mereka memohon agar Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menerima amal mereka. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ [البقرة : 127]

(Ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Baqarah : 127)

Dan ini, Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-kala beliau menyembelih hewan kurbannya mengatakan,

بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحُمَّدٍ

Dengan (menyebut) nama Allah. Ya Allah ! Terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad.

Dan beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- (juga) memohon kepada Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar diterima taubat-Nya, seraya mengatakan,

رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي

Wahai Rabbku ! Terimalah taubatku.

Wahai orang-orang yang beriman !

Sesungguhnya diterimanya amal shaleh itu ada sebab-sebabnya yang diharapkan besertanya Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga akan memberikan kelebihan kepada hamba-Nya berupa diterimanya usahanya ; karena sesungguhnya rabb kita Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.

Wahai hamba-hamba Allah !

Allah- سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjelaskan sebab yang bersifat global untuk diterimanya amal-amal itu seraya mengatakan,

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ [المائدة : 27]

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (al-Maidah : 27)

Sementara perincian mengenai sebab ini datang keterangannya di dalam kitab Allah–عَزَّ وَجَلَّ- dan di dalam sunnah Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Maka, ibadah kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan diterima kecuali dari orang yang bertakwa, sementara tidak ada takwa melainkan dengan adanya iman yang benar dan keikhlasan yang kokoh. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ [التوبة : 54]

Tidak ada yang menghalangi infak mereka untuk diterima kecuali karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang kufur kepada Allah dan Rasul-Nya...(at-Taubah : 54)

Dan, Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman tentang amal-amal orang kafir,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا [الفرقان : 23]

Kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan (al-Furqan : 23)

Maka, suatu amalan yang tidak dibarengi iman kepada Allah, niscaya amal tersebut sia-sia belaka.

Di dalam ash-Shahih dari hadis ‘Aisyah - رَضِيَ اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا -, ia mengatakan (kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-), ‘Wahai Rasulullah ! Ibnu Jud’an, dulu di masa Jahiliyah ia menyambung hubungan silaturahim, memberi makan orang-orang miskin, apakah hal tersebut akan memberikan manfaat kepadanya ? Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-menjawab,

« لاَ يَنْفَعُهُ إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا رَبِّ اغْفِرْ لِى خَطِيئَتِى يَوْمَ الدِّينِ ».

Tidak akan memberikan manfaat kepadanya. Karena, ia belum pernah mengatakan pada suatu hari, ‘wahai rabbku ! Ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan. (HR. Muslim)

Maka, oleh karena amalnya tidak dilandasi dengan iman, maka bagaimana ia akan memperoleh manfaatnya di hadapan rabb semesta alam. Suatu amalan di mana kesyirikan kepada Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-terjadi di dalamnya merupakan amalan yang dicari dengannya selain wajah-Nya –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- amalan tersebut akan sia-sia belaka dan pelakunya merugi.

Sungguh, Allah –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- telah berfirman di dalam hadis al-ilahi(hadis qudsi)

«أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيَ تَرَكْتُهُ وشِرْكَهُ»

Aku paling tidak butuh terhadap sekutu. Barang siapa melakukan amalan sementara ia menyekutukan-Ku di dalamnya, niscaya Aku meninggalkannya dan sekutunya (HR. Muslim)

Wahai hamba-hamba Allah !

Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan menerima suatu amalan melainkan dari orang-orang yang bertakwa. Dan tidak ada takwa melainkan dengan mengikuti penghulu para Rasul - صَلَوَاتُ اَللَّهِ وَسَلَامَهُ عَلَيْه-, tidak ada takwa melainkan dengan berpegang teguh dengan petunjuk Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- dan berjalan di atas sunnahnya.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ [الأحزاب : 21]

Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu (al-Ahzab : 21)

Dan sungguh beliau-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-telah bersabda,

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amal tersebut tertolak.
Yakni, tidak diterima.

Wahai orang-orang yang beriman !

Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan menerima suatu amalan melainkan dari orang-orang yang bertakwa. Dan tidak ada takwa melainkan dengan birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua), dzikrullah (mengingat Allah), bersyukur kepada-Nya dan memperbagus ibadah kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- - berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا [الأحقاف : 15]

Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula) ... (al-Ahqaf : 15)

Kemudian, Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- - berfirman setelah menyebutkan seluruh amal shaleh,

أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ [الأحقاف : 16]

Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal terbaiknya yang telah mereka kerjakan, Kami maafkan kesalahan-kesalahannya ... (al-Ahqaf : 16)

Maka, kebaikan seseorang dalam menunaikan hak Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, hak kedua orang tuanya, dan hak makhluk, serta kesibukan dirinya dengan kebaikan termasuk hal yang mewajibkan diterimanya amal.

Wahai hamba-hamba Allah !

Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- tidak akan menerima amalan kecil atau besar, amalan fardhu atau pun sunnah melainkan dari orang-orang yang bertakwa. Dan tidak ada ketakwaan melainkan dengan rasa takut Allah -سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-akan menolak amal yang dilakukan hamba-Nya, Dia-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak menerimanya. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman menyifati sebagian wali-Nya,

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ (59)وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)

Sesungguhnya orang-orang yang sangat berhati-hati karena takut (azab) Tuhannya, orang-orang yang beriman dengan tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya, orang-orang yang tidak mempersekutukan Tuhannya, dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhannya. Mereka itu bersegera dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang lebih dahulu memperolehnya. (al-Mukminun : 57-61)

‘Aisyah-رَضِيَ اللهُ عَنْهَا-bertanya kepada Rasulullah-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- tentang ayat ini seraya mengatakan,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ

‘dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut.’

Apakah mereka adalah orang-orang yang meminum khamer dan mencuri ?

Beliau pun menjawab,

لَا يَا اِبْنَةَ الصِّدِّيْقِ! وَلَكِنَّهُمْ الَّذِيْنَ يَصُوْمُوْنَ وَيُصَلُّوْنَ وَيَتَصَدَّقُوْنَ وَهَمُ يَخَافُوْنَ أنْ لَا يُقبَلَ مِنْهُمْ أُولَئِكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ»

‘Bukan, wahai putri ash-Shiddiq ! Akan tetapi mereka itu adalah orang-orang yang berpuasa, shalat, dan bersedekah, sedang mereka takut tidak akan dirima (amalnya) dari mereka. Mereka itulah orang-orang yang bersegera dalam (melakukan) kebaikan-kebaikan. (HR. at-Tirmidzi)

Semoga Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menjadikan saya dan Anda sekalian termasuk golongan mereka. Mereka sangat berhati-hati karena takut (azab) Tuhannya, padahal mereka sedemikian baik dalam beramal, sedemikian baik keimanannya, sedemikian banyak amal shaleh yang mereka lakukan. Meskipun demikian, mereka khawatir amal mereka tersebut tidak akan diterima-Nya. Maka, demi Allah, mereka telah menggabungkan antara tindakan baik dan rasa takut, sementara selain mereka telah menggabungkan antara tindakan buruk dan rasa aman.

Wahai hamba-hamba Allah !

Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan menerima amal melainkan dari orang yang bertakwa, dan tidak ada ketakwaan kepada Allah melainkan dengan berbaik sangka kepada-Nya. Sesungguhnya Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-sesuai dengan prasangka hamba-Nya kepada-Nya. Sebagaimana datang keterangan mengenai hal tersebut di dalam hadis al-Ilahi (hadis qudsi). Maka dari itu, perbaguslah oleh kalian persangkaan kepada Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Lakukanlah kebaikan dan perbaguslah persangkaan kepada Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, berharaplah kepada-Nya, perbesarlah harapan kalian terhadap apa-apa yang ada di sisi-Nya. Sesungguhnya rabb kita Maha Pengampun, Maha Mensyukuri, Maha Melimpahkan Kebaikan, Maha Penyantun, Maha Penyayang, Pemilik karunia dan kebaikan, Dia–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-memberikan balasan yang banyak terhadap amal yang sedikit.
Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ–bersabda dalam hadis yang diriwayatkannya dari rabbnya,

«مَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَمَنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَمَنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً»

Barang siapa mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, niscaya Aku mendekat kepadanya sehasta. Dan barang siapa mendekatkan diri kepada-ku sehasta, Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Dan barang siapa mendatangi-Ku dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan bergegas (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Wahai hamba-hamba Allah !

Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-tidak akan menerima amalan melainkan dari orang-orang yang bertakwa, dan tidak ada ketakwaan kepada Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-melainkan dengan meminta dan berdoa kepada-Nya agar amal yang dilakukan diterima-Nya.

Maka, siapakah orangnya yang berdoa (dengan doa ini)

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ [إبراهيم : 40]

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (Ibrahim : 40)

(Dia adalah Ibrahim-عَلَيْهِ السَّلَامُ-Khalilurrahman)

Sementara itu, istri Imran bernazar terkait dengan apa yang tengah dikandung dalam perutnya seraya mengatakan,

رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ [آل عمران : 35]

“Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada-Mu apa yang ada di dalam kandunganku murni untuk-Mu (berkhidmat di Baitulmaqdis). Maka, terimalah (nazar itu) dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ali Imran : 35)

Karena itu, bila seorang Mukmin diberi taufiq dapat beramal shaleh, baik amalan wajib atau pun amalan sunnah, baik yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi maupun yang dilakukannya secara terang-terangan, hendaknya ia mengeluh kepada Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- dan bersungguh-sungguh dalam meminta kepada-Nya agar diterima-Nya. Karena sesungguhnya keberuntungan itu terletak pada diterimanya amal tersebut oleh rabb semesta alam.

رَبَّنَا تَقْبَل مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ اَلسَّمِيعُ اَلْعَلِيمُ،

Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Wahai hamba-hamba Allah !

Ketahuilah –wahai orang-orang yang beriman- bahwa perkara diterimanya amalan itu merupakan perkara gaib, tak seorang pun yang dapat mengetahuinya kecuali berdasarkan wahyu dari rabb semesta alam. Maka, tidak ada jalan untuk memastikan diterimanya sesuatu dari amal, baik kecil atau pun besar.

Ibnu Mas’ud –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – mengatakan, “Sungguh, jika aku tahu bahwa Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- menerima dariku suatu amal-yakni, amal shaleh- lebih aku sukai daripada aku memiliki emas sepenuh bumi.” (Tarikh Dimasyq, 3/698)

Dan ini, Ibnu Umar –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – mengatakan kepada anaknya setelah bersedekah dengan satu dinar. Setelah anaknya mengatakan kepadanya, ‘Semoga Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menerima darimu wahai ayahku,’ ia mengatakan, ‘Duhai anakku ! Andai aku tahu bahwa Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-menerima dariku satu sujud saja atau sedekah satu dirham saja maka hal yang paling aku sukai adalah kematian, tahukah kamu dari siapakah Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan menerima amal itu ?

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ [المائدة : 27]

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.” (al-Maidah : 27)

Wahai orang-orang yang beriman ! Hamba-hamba Allah.

Seorang mukmin yang jujur itu melakukan amal-amal shaleh, yang bersifat fardhu dan yang bersifat sunnah, menyibukkan diri dengan berbagai bentuk ketaatan, bersegera kepada mengerjakan hal-hal fardhu dan hal-hal yang wajib, melengkapinya dengan ketaatan-ketaatan yang bersifat sunnah, ia berharap dari Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- agar Dia –سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengaruniakan kepadanya penerimaan yang baik. Ia pun mencari kabar gembira-kabar gembira yang akan menjadikan diterimanya amal. Sungguh, telah datang di dalam nash-nash kitab dan sunnah yang mengandung tanda-tanda yang diharapkan bersamanya seorang mukmin akan tarmasuk golongan orang-orang yang diterima (amalnya). Ya Allah ! Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang diterima (amalnya), wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.

Wahai hamba-hamba Allah !

Sesungguhnya termasuk kabar gembira akan diterimanya amal dan tanda-tandanya yang mana seorang mukmin bergembira karenanya dan semakin besar harapannya bahwa Allah akan menerima amalnya adalah seorang mukmin diberi taufik untuk menyibukkan diri dengan amal shaleh ; karena kebaikan itu menuntun kepada saudaranya dan kebaikan itu bertambah dengan kebaikan. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْنًا [الشورى : 23]

Siapa mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan kebaikan baginya. (asy-Syura : 23)

Ya Allah ! Jadikanlah kami termasuk golongan mereka.

Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-juga berfirman,

وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى [مريم : 76]

Allah akan menambah petunjuk kepada orang-orang yang telah mendapat petunjuk. (Maryam : 76)

Ya Allah ! Bimbimbinglah kami ke jalan yang lurus.

Wahai hamba-hamba Allah !

Sesungguhnya termasuk kabar gembira diterimanya amal dan tanda-tandanya adalah seseorang tidak takjub terhadap amalnya sebetapapun besar amal tersebut dalam pandangan matanya, dan ia pun mempersaksikan karunia Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- kepadanya. Sungguh, kalaulah bukan (pertolongan dan karunia) Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-, ia tidak akan dapat melakukan amal tersebut. Demi Allah, kalaulah bukan karena Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- niscaya kita tidak akan mendapatkan petunjuk, kita tidak akan dapat bersedekah, dan kita tidak akan dapat melaksanakan shalat. Dengan demikian, sesungguhnya merupakan kenikmatan dari Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-kepada Anda ketika Dia–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- memberikan taufik kepada Anda untuk beramal shaleh. Maka, makmurkanlah hati Anda dengan makna ini.

Wahai hamba-hamba Allah !

Sesungguhnya termasuk kabar gembira diterimanya amal dan tanda-tandanya adalah Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- meletakkan kecintaan terhadap seorang hamba di hati manusia, dan juga meletakkan baginya penerimaan (manusia) dan penyebuatan yang baik (di tengah-tengah mereka) tanpa sebab dan tidak pula karena nasab dirinya di tengah-tengah mereka. Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا [مريم : 96]

Sesungguhnya bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa cinta (dalam hati) mereka. (Maryam : 96)

Yakni, Dia–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى- akan menjadikan bagi mereka rasa cinta dan penerimaan di hati manusia tanpa sebab, bukan karena kemaslahatan duniawi yang ingin mereka peroleh dan bukan pula karena hubungan nasab dan sebab-sebab lainnya. Tetapi seperti sabda Nabi-صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-. Abu Dzar-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-mengatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah ! Apa pendapat Anda mengenai seorang lelaki yang melakukan suatu amal kebaikan sedangkan orang-orang memujinya ? Beliau pun bersabda,

« تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ »

Itu adalah kabar gembira bagi seorang mukmin yang disegerakan. (HR. Muslim)

Wahai hamba-hamba Allah !

Sesungguhnya termasuk kabar gembira diterimanya amal dan tanda-tandanya adalah apa yang didapati seseorang di dalam hatinya berupa kenangan dan kelapangan. Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-berfirman,

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ [الرعد : 28]

Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. (ar-Ra’d : 28)

وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ [النحل : 96]

Kami pasti akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan. (an-Nahl : 96)

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً [النحل : 97]

Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik (an-Nahl : 97)

Wahai hamba-hamba Allah !

Sesungguhnya termasuk kabar gembira diterimanya amal dan tanda-tandanya adalah bertawasulnya seorang hamba kepada rabbnya dengan amalnya, lalu ia mendapatkan pengijabahannya, seperti yang terjadi pada tiga orang yang terperangkap di dalam gua, lalu batu besar menutup mulut gua itu, maka masing-masing orang dari ketiga orang tersebut meminta kepada Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-dengan bertawasul dengan amal yang diharapkan bahwa amal tersebut telah dilakukannya murni semata-mata karena Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-. Lantas, setiap orang dari mereka mengatakan,

"اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ، فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ "

“Ya Allah ! Jika aku telah melakukan itu karena mencari wajah-Mu, maka mudahkanlah kami dari kesukaran yang sedang kami hadapi ini.”

Lalu Allah-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-mengijabah permohonan mereka dan Allah–سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى-pun menyingkap kesukaran yang tengah menimpa mereka. Maka, hal itu menunjukkan bahwa amal mereka tersebut diterima.

Ya Allah ! Terimalah kami termasuk golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh. Jadikanlah kami termasuk wali-wali-Mu, yaitu orang-orang yang bertakwa. Palingkanlah dari kami setiap kejelekan dan keburukan. Wahai rabb semesta alam.
Amin

Wallahu A’lam
(Redaksi)

Sumber :
‘Asbabu Qabuli al-‘Amal Wa ‘Alamatuhu, Prof. Dr. Khalid bin Abdullah al-Mushlih-حَفِظَهُ اللهُ تَعَالَى-.