Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Memuliakan Orang Mati

Jumat, 09 Desember 22

***

Segala puji bagi Allah, Yang Maha Pengampun Maha Mensyukuri.


ÇáøóÐöí ÎóáóÞó ÇáúãóæúÊó æóÇáúÍóíóÇÉó áöíóÈúáõæóßõãú Ãóíøõßõãú ÃóÍúÓóäõ ÚóãóáðÇ æóåõæó ÇáúÚóÒöíÒõ ÇáúÛóÝõæÑõ [Çáãáß : 2]


Yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun (al-Mulk : 2)

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, pembawa berita gembira dan berita ancaman, serta pelita yang bercahaya.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepadanya beserta segenap keluarga, dan para sahabatnya.
Amma ba’du,

Wahai segenap manusia ! Bertakwalah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah menciptakan manusia. Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-pun memberikan kelebihan kepada manusia atas makhluk ciptaan-Nya yang lainnya. Dan, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-pun memuliakan manusia atas makhluk-Nya yang lainnya.

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman,


áóÞóÏú ÎóáóÞúäóÇ ÇáúÅöäúÓóÇäó Ýöí ÃóÍúÓóäö ÊóÞúæöíãò (4) Ëõãøó ÑóÏóÏúäóÇåõ ÃóÓúÝóáó ÓóÇÝöáöíäó (5) ÅöáøóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ æóÚóãöáõæÇ ÇáÕøóÇáöÍóÇÊö Ýóáóåõãú ÃóÌúÑñ ÛóíúÑõ ãóãúäõæäò (6) [ÇáÊíä : 4 - 6]


Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Kemudian, Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan. Maka, mereka akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya. (at-Tin : 4-6)

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-juga berfirman,


æóáóÞóÏú ßóÑøóãúäóÇ Èóäöí ÂÏóãó æóÍóãóáúäóÇåõãú Ýöí ÇáúÈóÑøö æóÇáúÈóÍúÑö æóÑóÒóÞúäóÇåõãú ãöäó ÇáØøóíøöÈóÇÊö æóÝóÖøóáúäóÇåõãú Úóáóì ßóËöíÑò ãöãøóäú ÎóáóÞúäóÇ ÊóÝúÖöíáðÇ [ÇáÅÓÑÇÁ : 70]


Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna. (al-Isra : 70)

Termasuk bentuk pemuliaan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-terhadap manusia adalah bahwa Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mensyariatkan beberapa hukum khusus terkait dengan orang yang telah meninggal dunia. Antara lain, yaitu, jasadnya tidak dilemparkan begitu saja seperti halnya bangkai-bangkai binatang dan yang lainnya. Namun, jasadnya dimakamkan di dalam kubur yang khusus.

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


Ëõãøó ÃóãóÇÊóåõ ÝóÃóÞúÈóÑóåõ (21) Ëõãøó ÅöÐóÇ ÔóÇÁó ÃóäúÔóÑóåõ (22) [ÚÈÓ : 21 ¡ 22]


Kemudian, Dia mematikannya lalu menguburkannya. Kemudian, jika menghendaki, Dia membangkitkannya kembali. (‘Abasa : 21-22)

Sungguh, manusia itu diciptakan untuk tujuan yang sangat agung, yaitu beribadah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi, manusia boleh jadi keluar dari (jalan) beribadah kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Jika demikian, sungguh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-akan menyiapkan siksa yang menghinakan yang kekal abadi ketika manusia mengkufuri nikmat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-yang dikaruniakan dan dikhususkan untuknya. Karena sesungguhnya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì –memuliakan orang-orang beriman, ketika masih hidup maupun setelah meninggal dunia. Dan, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì – menghinakan orang-orang kafir dan orang-orang yang melampoi batas, baik ketika masih hidup atau pun setelah meninggal dunia. Hal demikian itu sebagai balasan atas amal-amal yang mereka lakukan untuk diri mereka sendiri.

Sungguh, apabila manusia telah mati terkait dengan beberapa ketentuan hukum nan agung. Seorang muslim, ketika meninggal dunia, ia dimandikan, dikafankan, dishalati, didoakan, diantarkan jenazahnya ke kuburnya, dikuburkan, diratakan kuburnya tanpa tambahan dan berlebihan.

Kuburnya diratakan, dia dikuburkan dengan tanahnya dan ditingikan dari bumi seukuran sejengkal sehingga tidak diinjak-injak. Ditinggikan seukuran sejangkan saja. Sebagaimana kuburan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – dan kuburan para sahabatnya-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú-. Tidak dibangun kubah atau bangunan permanen di atasnya. Karena ini merupakan sebab timbulnya penyekutuan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-sebagaimana halnya terjadi di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Ketika mereka membangun bangunan di atas kuburan, jadilah kuburan-kuburan itu di sembah-sembah selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Dan demikian pula yang terjadi pada ummat ini (umat Islam), kuburan-kuburan disembah-sembah selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, disebabkan sesuatu yang dibangun di atas kuburan berupa masjid atau yang lainnya. Padahal seseorang tidak boleh shalat di kuburan kecuali shalat jenazah. Tidak boleh shalat di kuburan dan tidak boleh dipanjatkan doa di tempat tersebut kecuali doa tersebut untuk mendoakan si mayit. Maka, tidak boleh seseorang berdoa untuk dirinya di kuburan dan beranggapan bahwa hal tersebut (berdoa di sisi kuburan) lebih dekat peluangnya untuk diijabah. Karena, hal ini termasuk sarana yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan. Maka, apabila seorang muslim ingin berdoa untuk dirinya, hendaklah ia berdoa di masjid-masjid yang merupakan rumah-rumah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Janganlah ia berdoa di kuburan atau mengunjungi pusara dan mencari berkah dengannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang terfitnah dengan kuburan. Hal tersebut disebabkan oleh karena bangunan yang ada di atasnya dan perbesarannya.

Oleh karena itu, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-melarang membuat bangunan di atas kuburan dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memerintahkan agar menghancurkan bangunan yang ada di atasnya. Sebagaimana beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda kepada Ali bin Abi Thalib-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ -,


áÇó ÊóÏóÚó ÞóÈúÑðÇ ãõÔúÑöÝðÇ -íÚäí: ãÑÊÝÚÇð -ÅöáÇøó ÓóæøóíúÊóåõ æóáóÇ ÕõæúÑóÉð Ãóæú ÊöãúËóÇáÇð ÅöáÇøó ØóãóÓúÊóåóÇ


Janganlah engkau tinggalkan kuburan yang tinggi, melainkan engkau ratakan, dan (jangan pula engkau tinggalkan) gambar atau patung melainkan engkau enyahkan.

Inilah sunnah Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- terkait kuburan. Termasuk juga (sunnah beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- terkait kuburan) adalah bahwa beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melarang menuliskan sesesuatu di atas kuburan, maka tidak boleh ditulisi nama si mayit yang ada di dalam kuburan tersebut. Tidak pula tanggal wafatnya. Tidak pula dituliskan sedikitpun dari perjalanan hidupnya seperti yang dilakukan oleh para penyembah kubur. Tidak boleh dituliskan di atas kuburan apa pun tulisan itu karena hal tersebut boleh jadi akan menggoda dan memperdaya orang-orang bodoh agar memiliki keterikatan hati dengannya.

Demikian pula, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melarang kuburan diberi obor atau penerangan lampu listrik, karena hal ini dapat menjadi wasilah yang mengantarkan kepada pengagungan terhadapnya dan bertindak berlebih-lebihan di kuburan.
[Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ –berkata,


áóÚóäó ÑóÓõæáõ Çááøóåö -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ÒóÇÆöÑóÇÊö ÇáúÞõÈõæÑö æóÇáúãõÊøóÎöÐöíäó ÚóáóíúåóÇ ÇáúãóÓóÇÌöÏó æóÇáÓøõÑõÌó.


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-melaknat para wanita yang berziarah kubur, orang-orang yang menjadikan masjid-masjid di atasnya dan (memberikan) penerang (pada kuburan).]

Karenanya, kuburan-kuburan tidak diberi penerang. Akan tetapi, ketika pemakaman jenazah dilakukan pada malam hari, maka tidak mengapa mereka membawa serta lampu penerang dan yang semacamnya sekedar yang dibutuhkan saja, kemudian mereka membawanya pergi, tidak tetap diletakkan di kuburan. Adapun kuburan diberi penerang, dipancangkan di dalamnya tiang-tiang listrik, maka ini haram. Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melarangnya.

Demikian pula, Nabi -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melarang segala hal yang terdapat unsur berlebih-lebihan terkait dengan kuburan. Karena, ini merupakan sarana yang akan dapat mengantarkan kepada kesyirikan.

Sebaliknya, pun demikian Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melarang segala tindakan penghinaan terhadap kuburan dan segala tindakan buruk kepadanya. Karena itu, kuburan tidak boleh diinjak-injak, tidak diduduki, tidak dijadikan sebagai jalan yang akan dilewati oleh manusia dan binatang, tidak dialiri air yang kotor, bahkan tidak dialiri air secara mutlak. Kuburan dihalangi dari air dan saluran-saluran air. Karena ini haram, akan menimbulkan kebururakan pada para mayit yang dikubur di pekuburan tersebut. Dan demikian pula segala bentuk tindak penghinaan terhadap kuburan-kuburan. Tidak dibangun rumah-rumah dan tempat tinggal-tempat tinggal di atas kuburan. Namun, cukuplah dipagari dengan pagar yang meliputinya dari semua sisi-sisinya sehigga akan menghalangi sampainya tindakan-tindakan buruk terhadap kuburan. Dibukakan pintu-pintunya untuk masuk jenazah-jenazah yang akan dimakamkan dan untuk para peziarah kubur yang akan melakukan ziarah kubur yang disyariatkan.
**

Apabila seorang meninggal dunia dan telah dimakamkan, sesungguhnya hubungan dirinya tidak terputus dari kaum Muslimin. Bahkan, mereka (kaum Muslimin) (disyariatkan) mengunjunginya dengan kunjungan yang sesuai dengan tuntunan syariat. Mereka beruluk salam kepadanya dan mendoakannya, kemudian mereka beranjak pergi, tidak duduk-duduk di sisi kuburannya, tidak pula bertawasul dengannya, tidak pula meminta syafa’at darinya, dan lain sebagainya yang dilakukan oleh orang-orang bodoh dan orang-orang musyrik.

Sang mayit dikunjungi sesuai dengan tuntunan syariat, yaitu kunjungan yang dimaksudkan untuk beruluk salam kepada si mayit dan mendoakannya.

Demikian juga, si mayit didoakan selalu agar mendapatkan ampunan dan rahmat di sepanjang waktu. Maka, orang-orang yang telah mati (dari kalangan kaum Muslimin) didoakan dan dimintakan ampunan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-untuk mereka. Orang-orang yang telah meninggal dunia dari kalangan kaum muslimin, hendaknya kalian mendoakan mereka beserta dirimu.

Demikian pula sedekah (yang pahalanya) untuk orang yang telah meninggal dunia, disyariatkan. Dan, pahala sedekah tersebut akan sampai kepadanya.

Demikian juga haji dan umrah untuk orang yang telah meninggal dunia (dibolehkan/disyariatkan), baik haji tersebut haji yang fardhu-jika si mayit belum berhaji sebelum ia meninggal dunia- atau pun haji tersebut haji sunnah. Hal ini termasuk perkara yang akan memberikan manfaat bagi si mayit-dengan izin Allah- dan pahalanya akan sampai kepadanya.

Dengan demikian, hubungan dengan orang-orang yang telah meninggal dunia tidaklah terputus, dalam arti mereka dilupakan dan ditinggalkan. Bahkan, sesungguhnya mereka diberi hadiah berupa doa-doa (yang dipanjatkan untuk mereka), sedekah-sedekah (yang pahalanya) untuk mereka, dan permohonan-permohonan ampunan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- untuk mereka, dan hal-hal yang lainnya. Karena, kesemua hal itu akan sampai kepada mereka dan memberikan manfaat pula kepada mereka bila mana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menerima amal-amal tersebut.

Maka, orang-orang yang telah meninggal dunia itu memiliki hak atas saudara-saudara mereka kaum Muslimin dan para kerabatnya.

Demikian pula, hal-hal yang mengganggu dihilangkan dari kuburan mereka. Bila sampai hal-hal yang mengganggu ke kuburan mereka, maka hal-hal tersebut dihilangkan dan dicegah. Dan, kuburan-kuburan itu pun dijaga dan dipelihara, maka tidak ditinggalkan begitu saja dan tidak dihiraukan. Hal demikian agar tidak sampai ke kuburan-kuburan itu sesuatu berupa tindak penghinaan dan gangguan.

Inilah bagian dari perhatian Islam terhadap kuburan.

Adapun keadaan kuburan-kuburan itu diagungkan, kuburan-kuburan itu dibangun di atasnya masjid-masjid, maka ini adalah tindakan-tindakan mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


áóÚúäóÉõ Çááøóåö Úóáóì ÇáúíóåõæÏö æóÇáäøóÕóÇÑóì ÇÊøóÎóÐõæÇ ÞõÈõæÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ãóÓóÇÌöÏó


Laknat Allah (semoga ditimpakan) kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang menjadikan kuburan-kuburan para Nabi mereka sebagai masjid-masjid. (HR. al-Bukhari)

Dan, pada saat beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- sakit yang menyebabkan beliau meninggal dunia, beliau memberikan warning (peringatan) perihal perbuatan orang-orang Yahudi dan Nasrani ini, seraya mengatakan,


ÃóáóÇ Åöäøó ãóäú ßóÇäó ÞóÈúáóßõãú ßóÇäõæúÇ íóÊøóÎöÐõæúäó ÞõÈõæúÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú æóÕóÇáöÍöíúåöãú ãóÓóÇÌöÏó¡ ÝóáóÇ ÊóÊøóÎöÐõæúÇ ÇáúÞõÈõæúÑó ãóÓóÇÌöÏó ÝóÅöäøöí ÃóäúåóÇßõãú Úóäú Ðóáößó


Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang sebelum kalian, mereka biasa menjadikan kuburan-kuburan nabi-nabi mereka dan (kuburan-kuburan) orang-orang shaleh dikalangan mereka sebagai masjid-masjid. Karena itu, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid-masjid. Sungguh, aku melarang kalian dari hal tersebut.

Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - juga memberikan peringatan dari segala bentuk tindakan berlebih-lebihan di kuburan, sebagaimana beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - memberikan peringatan dari segala macam bentuk tindak penghinaan terhadap kuburan.

Maka, agama Islam adalah agama yang pertengahan dan seimbang, antara sikap berlebih-lebihan dan antipati, terkait dengan masalah kuburan dan hal-hal lainnya.

Maka wajib atas segenap kaum Muslimin untuk memperhatikan kuburan orang-orang yang telah meninggal dunia di kalangan mereka dengan menjaganya, melindunginya dan menghilangkan hal-hal yang akan menodai kehormatannya. Hendaknya pula mereka mencegah semua perkara-perkara baru yang dibuat-buat, berupa penulisan (nama dan lain sebagainya) di atasnya atau pengecetan permukaannya atau pemberian ornamen-oranmen, dan lain sebagainya. Baik kuburan tersebut adalah kuburan karib kerabatnya, ataupun kuburan selain mereka. Karena, hal ini termasuk pengingkaran terhadap kemungkaran.

Tidak mengapa seseorang meletakkan tanda di atas kubur kerabatnya yang dapat dikenalinya saat berziarah dan tidak dikenali oleh selain dirinya. Misanya, dengan deletakkan batu yang kecil di atas kubur. Dengan hal itu, akan dikenali kubur kerabatnya tersebut untuk nantinya dikunjunginya dan beruluk salam kepadanya.

Ziarah kubur tidaklah dilakukan berulang kali dalam tempo waktu yang berdekatan. Tidak pula dilakukan pada hari tertentu. Hal tersebut dilakukan hanya bila seseorang mendapati kemudahan untuk melakukannya. Ia melakukan ziarah kubur secara umum, ia beruluk salam kepada orang-orang yang telah meninggal secara umum ketika ia masuk ke area pekuburan. Ia mendoakan mereka, kemudian menuju ke kuburan yang secara khusus ingin dikunjunginya. Lalu, ia beruluk salam kepadanya dan mendoakannya, kemudian beranjak pergi meninggalkannya.

Demikianlah petunjuk Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-terkait dengan kuburan antara sikap berlebihan dan sikap meremehkan.

Karena itu, hendaknya seorang muslim perhatian terhadap sunah-sunah nan agung ini yang disunnahkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- untuk kita terkait dengan kuburan.

Adapun ziarah kubur, bila mana yang menjadi tujuannya adalah berisitighasah (meminta pertolongan) kepada si mayit atau ngalap berkah dengan keburannya atau meminta kesembuhan dengannya, maka itu merupakan ziarah yang berisi kesyiraikan, hal tersebut diharamkan, tidak boleh dilakukan. Terlebih lagi bila kuburan tersebut telah menjadi berhala yang disembah selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, dengan berdoa kepadanya, meminta pertolongan kepadanya, dan dikunjungi berulang kali oleh banyak orang. Oleh kerena itu, Nabi -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


Çááøóåõãøó áÇó ÊóÌúÚóáú ÞóÈúÑöí æóËóäðÇ íõÚúÈóÏõ ÇÔúÊóÏøó ÛóÖóÈõ Çááøóåö Úóáóì Þóæúãò ÇÊøóÎóÐõæÇ ÞõÈõæÑó ÃóäúÈöíóÇÆöåöãú ãóÓóÇÌöÏó ¡


Ya Allah ! Janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Kemurkaan Allah akan semakin keras terhadap sekelompok orang yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid. (HR. Malik di dalam al-Muwatha’)

Dan, beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda,


Åöäøó ãöäú ÔöÑóÇÑö ÇáäøóÇÓö ãóäú ÊõÏúÑößõåðãú ÇáÓøóÇÚóÉõ æóåóãú ÃóÍúíóÇÁõ æóãóäú íóÊøóÎöÐõ ÇáúÞõÈõæúÑó ãóÓóÇÌöÏó


Sesungguhnya termasuk manusia yang paling buruk adalah orang-orang yang Kiamat mendapati mereka sedangkan mereka hidup, dan orang yang menjadikan kuburan-kuburan itu sebagai masjid-masjid. (HR. ath-Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir)

Maka, wajib atas ummat ini (ummat Islam) secara umum, para ulama ummat ini secara khusus dan atas setiap individu-individu kaum Muslimin untuk belajar hukum-hukum yang terkait dengan kuburan, dan agar mereka tidak mengikuti (jalan-jalan) orang-orang yang sesat dan para pelaku bid’ah, serta ahli kitab dalam hal bersikap dan bertindak secara berlebihan terhadap kuburan.

Adapun pengistimewaan (kuburan) yang dilakukan oleh orang-orang apa yang mereka sebut-sebut sebagai (kuburan) para wali, (kuburan) orang-orang shaleh, di mana mereka mengistimewakan mereka dengan beragam sifat, sehingga banyak manusia menyengaja pergi mengunjunginya, bahkan boleh jadi mereka datang ke tempat tersebut dari tempat yang jauh, mereka melakukan perjalan jauh untuk mengunjungi tempat tersebut, maka ini merupakan hasil dari peletakan tanda-tanda yang bersifat berlebihan pada kuburan-kuburan tersebut. Karena itu, hendaknya kuburan-kuburan kaum Muslimin dijadikan seragam, tidak dikenal yang ini kuburan siapa dan yang ini kuburan siapa, tidak diketahui mana kuburan seorang yang shaleh dan mana kuburan orang yang tidak shaleh. Tidak diketahui mana kuburan orang yang alim dan mana kuburan orang yang bodoh. Mereka semuanya sama di sisi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Mereka hanya mengetahui sebagian kuburan keluarganya dan kerabatnya yang mereka doakan dan mereka mintakan ampunan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, serta mereka kunjungi. Tidak ada pembedaan antara satu kuburan dengan kuburan yang lainnya. Tidak dengan dibangun di atasnya, tidak pula dengan diberi penerang, tidak pula dengan diberi wewangian, tidak pula dengan diberi dupa, tidak pula dengan hal-hal lainnya. Kerena kesemuanya ini termasuk perkara yang dibuat-buat oleh orang-orang yang gemar melakukan kesyirikan dan juga dibuat-buat oleh orang-orang yang gemar bertindak berlebihan yang mejadikan kuburan sebagai berhala-berhala yang disembah selain Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- .
Maka, bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah. Dan, pelajarilah sunnah-sunnah terkait dengan keburan dan praktekkanlah sunnah-sunnah tersebut. Berhati-hatilah terhadap hal-hal yang diperingatkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.


áóÞóÏú ßóÇäó áóßõãú Ýöí ÑóÓõæáö Çááøóåö ÃõÓúæóÉñ ÍóÓóäóÉñ áöãóäú ßóÇäó íóÑúÌõæ Çááøóåó æóÇáúíóæúãó ÇáúÂÎöÑó æóÐóßóÑó Çááøóåó ßóËöíÑðÇ [ÇáÃÍÒÇÈ : 21]


Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah. (al-Ahzab : 21)
**

Ta’ziyah

Termasuk hal yang berkaitan dengan masalah orang-orang yang telah meninggal dunia adalah ta’ziyah. Sesungguhnya ta’ziyah kepada keluarga orang yang meningl dunia disunnahkan. Ta’ziyah dilakukan dengan cara seseorang mendoakan orang yang meninggal dunia dan mendoakan pula keluarga dan kerabat-kerabatnya, misalnya dengan mengatakan,


ÃóÍúÓóäó Çááåõ ÚóÒóÇÁóßó¡ æóÌóÈóÑó Çááåõ ãõÕöíúÈóÊóßó¡ æóÛóÝóÑó áöãóíøöÊößó¡


Semoga Allah memberimu pelipur lara yang baik. Semoga pula Allah memperbaiki musibahmu. Dan, semoga pula Dia mengampuni mayit (dari kerabat)mu.

Doa-doa yang penuh berkah ini, di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak bagi orang yang masih hidup dan orang yang telah meninggal dunia (si mayit). Di dalamnya juga terdapat hiburan dan bela sungkawa bagi pihak yang tengah tertimpa musibah.

Memberikan hiburan terhadap orang yang tengah tertimpa musibah adalah sunnah. Ta’ziyah, juga sunnah. Akan tetapi, banyak orang yang membuat-buat hal baru dalam hal tersebut yang mengeruhkan kejernihannya dan mengeluarkanya dari yang semestinya. Di antara perkara baru tersebuat, yaitu, bahwasanya mereka menjadikan ta’ziyah tersebut dilakukan pada hari-hari tertentu saja yang terbatas. Mereka menyebutnya ‘hari-hari berbela sungkawa’. Berbelasungkawa tidaklah memiliki hari-hari tertentu. Berbelasungkawa itu hanyalah di waktu musibah itu terjadi atau telah berlalu waktunya tidak terlalu lama tanpa pembatasan.

Apabila Anda berjumpa dengan saudara Anda yang tengah tertimpa musibah, lalu Anda mendoakannya dengan doa-doa yang penuh berkah tersebut di atas, maka ini sudah cukup.

Demikian pula, berta’ziyah atau berbelasungkawa itu tidak ada kumpul-kumpul, tidak pula dilakukan hanya di tempat tertentu, tidak pula ada pengadaan jamuan. Kesemuanya ini merupakan perkara yang dibuat-buat dan perkara-perkara baru.

Jarir bin Abdillah al-Bajaliy–seorang sahabat yang mulia-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - mengatakan,


ßäÇ äÚÏõ ÇáÇÌÊãÇÚ Åáì Ãåá ÇáãíÊ æÕäÚÉ ÇáØÚÇã ãä ÇáäíÇÍÉ¡


Kami (para sahabat Nabi) mengatagorikan berkumpul-kumpul di terpat kelurga mayit dan membuat hidangan termasuk niyahah (ratapan).

Sementara, niyahah itu diharamkan dan termasuk dosa besar. Niyahah juga termasuk amal Jahiliyah.

Tidak mengapa meneteskan air mata (menangis) karena meninggalnya seseorang di antara keluarga atau kerabat kita, karena hal ini merupakan hal yang tidak mampu bagi seseorang untuk mencegahnya. Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-sendiri menangis atas meningalnya seseorang, dan beliau mengatakan,


Åöäøó Çááøóåó áóÇ íõÚóÐøöÈõ ÈöÏóãúÚö ÇáúÚóíúäö æóáóÇ ÈöÍõÒúäö ÇáúÞóáúÈö æóáóßöäú íõÚóÐøöÈõ ÈöåóÐóÇ æóÃóÔóÇÑó Åöáóì áöÓóÇäöåö


Sesungguhnya Allah tidak akan menyiksa (seseorang) karena tetesan air mata, tidak juga karena kesedihan hati. Akan tetapi, Dia akan menyiksa (seseorang) karena ‘ini’, -dan beliau mengisyaratkan ke lisannya.

Maka, pembuatan makanan dan penyuguhannya dengan tata cara demikian ini, mereka berkumpul selama tiga hari di rumah tertentu, di mana shahibul bait dan orang yang tengah tertimpa musibah meliburkan pekerjaan selama tiga hari untuk duduk menyambut para tamu yang hadir, diselenggarakan jamuan makanan yang didatangkan ke rumahnya yang dinikmati oleh orang-orang yang berkumpul di rumahnya, kesemuanya ini merupakan perkara bid’ah yang diada-adakan.

Sejatinya, ta’ziyah atau belasungkawa itu adalah ungkapan kata-kata yang engkau ucapkan ketika engkau bertemu saudaramu (yang tengah tertimpa musibah) atau ketika engkau menghubunginya dengan alat komunikasi seperti Handphone atau telpon rumah, atau ketika engkau menuliskan pesan kepadanya (melalaui surat, email, sms, watsapps, atau yang lainnya) dan tercapai apa yang dimaksudkan.

Dalam berta’ziyah tidaklah dibutuhkan berbagai macam bentuk beban, tidak pula harta yang dihambur-hamburkan, tidak pula waktu-waktu yang terbuang dengan sia-sia.

Inilah sunnah berta’ziyah atau berbelasungkawa. Yang dilakukan sekedar dibuatkan makanan untuk keluarga yang tertimpa musibah kematian salah satu anggota keluarganya atau kerabatnya sekedar kebutuhan mereka, sekedar kebutuhan ahli mayit (keluarga mayit), bukan untuk orang-orang yang berkumpul-kumpul di tempatnya.

Orang-orang yang datang (ke rumah ahli mayit) untuk makan-makan pada hari-hari tertentu ini, mereka berkumpul dan menunggu-nunggu kedatangan jamuan makanan, perkara ini merupakan perkara yang mana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-tidak menurunkan sedikit pun hujah (alasan pembenaran) untuk itu.

Oleh karena itu, kaum Muslimin haruslah meninggalkan tradisi ini. Kita harus bertakwa kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan kita mengamalkan apa-apa yang dituntunkan syariat serta meninggalkan apa-apa yang dilarangnya.

Sesungguhnya, sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah (al-Qur’an), dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru yang diada-adakan, dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan.

Hendaklah kalian berpegang teguh pada kebenaran. Barang siapa yang menyimpang, niscaya akan dimasukkan ke dalam neraka.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :
Ikramu al-Mayyit, Syaikh Dr. Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ ÊóÚóÇáóì-

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1001