Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Bulan Rajab

Senin, 06 Februari 23

**

Pengutamaan sebagian hari dan bulan atas sebagian lainnya

Segala puji bagi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- yang telah berfirman,


æóÑóÈøõßó íóÎúáõÞõ ãóÇ íóÔóÇÁõ æóíóÎúÊóÇÑõ [ÇáÞÕÕ : 68]


Dan Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki (al-Qashash : 68)

Pilihan itu menunjukkan rububiyah-Nya dan keesaan-Nya, kesempurnaan-Nya, hikmah-Nya, ilmu-Nya dan kekuasaan-Nya.

Dan di antara pilihan-Nya dan pengutamaan-Nya adalah pilihan-Nya terhadap sebagian hari dan bulan dan pengutamaan-Nya terhadap hari dan bulan yang lainnya. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah memilih di antara bulan-bulan itu empat bulan sebagai bulan haram. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


Åöäøó ÚöÏøóÉó ÇáÔøõåõæÑö ÚöäúÏó Çááøóåö ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ Ýöí ßöÊóÇÈö Çááøóåö íóæúãó ÎóáóÞó ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ Ðóáößó ÇáÏøöíäõ ÇáúÞóíøöãõ ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæÇ Ýöíåöäøó ÃóäúÝõÓóßõãú...[ÇáÊæÈÉ : 36]


Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu)...(at-Taubah : 36)

Dan bulan-bulan itu ditentukan dengan perjalanan bulan dan terbitnya, bukan dengan penjalanan matahari dan perpindahannya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang kafir.

Apa sajakah bulan-bulan haram itu ?

Bulan-bulan haram disebutkan di dalam ayat secara tidak jelas dan tidak diperinci nama-namanya. Sunnah datang menyebutkannya. Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


Åöäøó ÇáÒøóãóÇäó ÞóÏö ÇÓúÊóÏóÇÑó ßóåóíúÆóÊöåö íóæúãó ÎóáóÞó Çááøóåõ ÇáÓøóãóæóÇÊö æóÇáÃóÑúÖó ÇáÓøóäóÉõ ÇËúäóÇ ÚóÔóÑó ÔóåúÑðÇ ãöäúåóÇ ÃóÑúÈóÚóÉñ ÍõÑõãñ ËóáÇóËóÉñ ãõÊóæóÇáöíóÇÊñ Ðõæ ÇáúÞóÚúÏóÉö æóÐõæ ÇáúÍöÌøóÉö æóÇáúãõÍóÑøóãõ æóÑóÌóÈñ ÔóåúÑõ ãõÖóÑó ÇáøóÐöì Èóíúäó ÌõãóÇÏóì æóÔóÚúÈóÇäó


Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, di antaranya termasuk empat bulan yang dihormati : Tiga bulan berturut-turut; Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab Mudhar yang terdapat antara bulan Jumada Tsaniyah dan Sya’ban.(HR. al-Bukhari, no.4662 dan Muslim, no. 1679)
Dinamakan Rajab Mudhar karena Mudhar dulu tidak mengubahnya, bahkan menempatkannya pada waktunya. Berbeda dengan kabilah-kabilah Arab lainnya. Di mana mereka mengubahnya dan mengganti bulan-bulan sesuai dengan keadaan peperangan yang terjadi di antara mereka. Itulah an-Nasi-u yang disebutkan di dalam firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ÅöäøóãóÇ ÇáäøóÓöíÁõ ÒöíóÇÏóÉñ Ýöí ÇáúßõÝúÑö íõÖóáøõ Èöåö ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ íõÍöáøõæäóåõ ÚóÇãðÇ æóíõÍóÑøöãõæäóåõ ÚóÇãðÇ áöíõæóÇØöÆõæÇ ÚöÏøóÉó ãóÇ ÍóÑøóãó Çááøóåõ ÝóíõÍöáøõæÇ ãóÇ ÍóÑøóãó Çááøóåõ [ÇáÊæÈÉ : 37]


Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya menambah kekufuran. Orang-orang yang kufur disesatkan dengan (pengunduran) itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu tahun yang lain agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang diharamkan Allah, sehingga mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah…(at-Taubah : 37)

Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa sebab penisbatan bulan Rajab kepada kabilah Mudhar adalah karena mereka menambah dalam pengagungannya dan pemuliaannya. Sehingga, oleh karena itulah bulan tersebut dinisbatkan kepada mereka.

Sebab Penamaan Bulan Rajab

Ibnu Faris di dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah, halaman 445 mengatakan, ‘ÑÌÈ , ra, jim dan ba merupakan kata dasar yang menunjukkan pendukungan sesuatu dengan sesuatu yang lainnya dan penguatannya…dan termasuk dalam bab ini adalah ungkapan, ÑóÌóÈúÊõ ÇáÔøóíúÁó yakni, aku mengagungkannya...maka dinamanakan dengan ‘Rajab’ karena mereka (kabilah Mudhar) dulu mengagungkan bulan tersebut dan syariat pun telah mengagungkannya juga. Selesai perkataannya.

Dulu, orang-orang Jahiliyah menamakan bulan Rajab dengan ‘ãõäóÕøöáõ ÇáúÃóÓöäøóÉö ‘ sebagaimana datang di dalam hadis dari Abu Raja al-‘Utharidiy, ia-ÑóÖíó Çááåõ Úóäúåõ-berkata,


ßõäøóÇ äóÚúÈõÏõ ÇáúÍóÌóÑó ÝóÅöÐóÇ æóÌóÏúäóÇ ÍóÌóÑðÇ åõæó ÃóÎúíóÑõ ãöäúåõ ÃóáúÞóíúäóÇåõ æóÃóÎóÐúäóÇ ÇáúÂÎóÑó ÝóÅöÐóÇ áóãú äóÌöÏú ÍóÌóÑðÇ ÌóãóÚúäóÇ ÌõËúæóÉð ãöäú ÊõÑóÇÈò Ëõãøó ÌöÆúäóÇ ÈöÇáÔøóÇÉö ÝóÍóáóÈúäóÇåõ Úóáóíúåö Ëõãøó ØõÝúäóÇ Èöåö ÝóÅöÐóÇ ÏóÎóáó ÔóåúÑõ ÑóÌóÈò ÞõáúäóÇ ãõäóÕøöáõ ÇáúÃóÓöäøóÉö ÝóáóÇ äóÏóÚõ ÑõãúÍðÇ Ýöíåö ÍóÏöíÏóÉñ æóáóÇ ÓóåúãðÇ Ýöíåö ÍóÏöíÏóÉñ ÅöáøóÇ äóÒóÚúäóÇåõ æóÃóáúÞóíúäóÇåõ ÔóåúÑó ÑóÌóÈò


Dulu, kami menyembah batu. Apabila kami mendapatkan batu yang lebih baik, maka kami melemparkannya dan mengambil yang lain. Dan apabila kami tidak menemukan batu, kami mengumpulkan segenggam tanah, lalu kami bawakan seekor kambing kemudian kami peraskan susu untuknya. Lalu kami thawaf dengannya. Apabila datang bulan Rajab, kami mengatakan : ãõäóÕøöáõ ÇáúÃóÓöäøóÉö (tidak ada peperangan). Maka kami tidak membiarkan tombak maupun panah yang tajam kecuali kami cabut dan kami lemparkan sebagai pengagungan terhadap bulan Rajab. (HR. al-Bukhari)

Al-Baihaqi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan : Dulu, orang-orang Jahiliyah mengagungkan bulan-bulan haram ini, terkhusus bulan Rajab. Pada bulan tersebut mereka tidak melakukan peperangan. Selesai perkataan beliau.

Rajab Termasuk Bulan-bulan Haram

Sesungguhnya bulan-bulam haram itu memiliki kedudukan nan agung, termasuk pula bulan Rajab karena bulan Rajab merupakan salah satu bulan-bulan haram ini. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áóÇ ÊõÍöáøõæÇ ÔóÚóÇÆöÑó Çááøóåö æóáóÇ ÇáÔøóåúÑó ÇáúÍóÑóÇãó [ÇáãÇÆÏÉ : 2]


Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram...(al-Maidah : 2)

Yakni, janganlah kalian melanggar kehormatan-kehormatannya yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-perintahkan kepada kalian untuk mengagungkannya, dan melarang kalian dari hal-hal yang diharamkan-Nya. Larangan ini mencakup melakukan tindakan buruk dan mencakup juga menyakininya.

Dan, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-juga berfirman,


ÝóáóÇ ÊóÙúáöãõæÇ Ýöíåöäøó ÃóäúÝõÓóßõãú...[ÇáÊæÈÉ : 36]


maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu)...(at-Taubah : 36)

Yakni, di keempat bulan haram ini. Dhamir (kata ganti) dalam ayat ini kembali kepada keempat bulan haram ini, menurut pendapat yang ditetapkan oleh imam para ahli tafsir Ibnu Jarir ath-Thabariy-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-.

Karena itu, hendaklah seseorang perhatian terhadap kehormatan bulan-bulan ini, karena Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah mengistimewakannya dalam hal kedudukannya. Hendaknya pula seseorang mawas diri jangan sampai terjatuh ke dalam tindak kemaksiatan dan dosa, sebagai bentuk penghormatan terhadap kemuliaannya. Dan karena tindak kemaksiatan-kemaksiatan itu bisa jadi diperbesar (kadar dosanya) disebabkan karena kemuliaan waktu yang dimuliakan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-. Karenanya, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mewanti-wanti kita di dalam ayat yang telah lalu dari tindakan menzhalimi diri pada bulan-bulan tersebut, padahal kezhaliman itu, mencakup pula tindakan kemaksiatan-kemaksiatan yang diharamkan untuk dilakukan pada semua bulan.

Melakukan Peperangan di Bulan-bulan Haram

Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáÔøóåúÑö ÇáúÍóÑóÇãö ÞöÊóÇáò Ýöíåö Þõáú ÞöÊóÇáñ Ýöíåö ßóÈöíÑñ [ÇáÈÞÑÉ : 217]


Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. (al-Baqarah : 217)

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa melakukan peperangan pada bulan-bulan haram mansukh (dihapus hukumnya) dengan firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ÝóÅöÐóÇ ÇäúÓóáóÎó ÇáúÃóÔúåõÑõ ÇáúÍõÑõãõ ÝóÇÞúÊõáõæÇ ÇáúãõÔúÑößöíäó ÍóíúËõ æóÌóÏúÊõãõæåõãú [ÇáÊæÈÉ : 5]


Apabila bulan-bulan haram telah berlalu, bunuhlah (dalam peperangan) orang-orang musyrik (yang selama ini menganiaya kamu) di mana saja kamu temui! (at-Taubah : 5)

Dan firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-yang lainnya yang bersifat umum yang di dalamnya terdapat perintah untuk memerangi mereka (orang-orang musyrik) secara mutlak.

Mereka (Jumhur ulama) juga berdalil dengan bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memerangi penduduk Thaif pada bulan Dzul Qa’dhah di mana bulan tersebut termasuk bulan-bulan haram.

Sementara ulama yang lainnya berpendapat, ‘Tidak boleh memulai perang pada bulan-bulan haram. Adapun melanjutkan peperangan dan menyempurnakannya apabila awalnya dilakukan pada bulan lainnya, maka hal tersebut diperbolehkan. Dan, mereka memahami bahwa peperangan yang dilakukan oleh Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-terhadap penduduk Thaif (kala itu) atas dasar hal tersebut, karena awal tindakan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- memerangi mereka di Hunain terjadi pada bulan Syawal.

Kesemuanya ini berlaku untuk peperangan yang tidak dimaksudkan untuk membela diri. Karena, apabila masuh menyerang sebuah negeri kaum Muslimin maka wajib atas penduduknya berperang sebagai bentuk pembelaan diri, baik peperangan tersebut terjadi pada bulan haram atau pun di luar bulan haram.

Hukum ‘Athirah di Bulan Rajab

Dulu, orang-orang Arab di zaman Jahiliyah biasa menyembelih binatang sembelihan pada bulan Rajab, di mana mereka melakukannya untuk mendekatkan diri kepada berhala-berhala sesembahan mereka. Lalu, ketika Islam datang memerintahkan agar penyembelihan tersebut hanya untuk Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, membatalkan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah.

Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum sebelihan pada bulan Rajab. Jumhur (mayoritas) fuqaha dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa melakukan ‘Athirah (penyembilahan binatang sembelihan pada bulan Rajab) mansukh (telah dihapus hukumnya) dan mereka berdalil dengan sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -,


áóÇ ÝóÑóÚó æóáóÇ ÚóÊöíÑóÉó


“Tidak ada (dalam syariat islam, pen) fara’ dan tidak ada pula atirah.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadis Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-

Fara’ adalah anak unta yang pertama lahir dimana mereka menyembelihnya untuk berhalanya.

Sedangkan kalangan Syafi’iyyah berpendapat tidak dinasakhnya ‘athirah, dan mereka mengatakan, ‘disukainya melakukan penyembelihan binatang sembelihan pada bulan Rajab. Dan pendapat tersebut merupakan pendapat Ibnu Sirin.

Ibnu Hajar-ÑóÍöãóåõ Çááå-mengatakan, ‘Dan hal tersebut dikuatkan oleh Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Hakim dan Ibnu al-Mundzir, dari Nubaisyah, ia mengatakan,


äóÇÏóì ÑóÌõáñ ÑóÓõæáó Çááøóåö -Õáì Çááå Úáíå æÓáã- ÅöäøóÇ ßõäøóÇ äóÚúÊöÑõ ÚóÊöíÑóÉð Ýöì ÇáúÌóÇåöáöíøóÉö Ýöì ÑóÌóÈò ÝóãóÇ ÊóÃúãõÑõäóÇ ÞóÇáó « ÇÐúÈóÍõæÇ áöáøóåö Ýöì Ãóìøö ÔóåúÑò ßóÇäó æóÈóÑøõæÇ Çááøóåó ÚóÒøó æóÌóáøó æóÃóØúÚöãõæÇ »


Seorang lelaki memanggil Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, “Sesungguhnya kami biasa menyembelih binatang sembelihan pada awal bulan Rajab di masa Jahiliyah, maka apa yang Anda perintahkan kepada kami ? Beliau pun bersabda, “Sembelihlah (binatang sembelihan) untuk Allah pada bulan apa saja, dan murnikanlah ketaatan kepada Allah- ÚóÒøó æóÌóáøó –dan berilah makan (orang-orang yang membutuhkan).

Ibnu Hajar-ÑóÍöãóåõ Çááå-mengatakan, ‘Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak membatalkan ‘Athirah dari pokoknya. Beliau hanya membatalkan mengkhususkan penyembelihan pada bulan Rajab.

Hukum Puasa di Bulan Rajab

Tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-yang menjelaskan tentang puasa di bulan Rajab secara khusus. Tidak ada pula riwayat yang shahih dari para sahabat Nabi tentang hal tersebut. Puasa yang disyariatkan pada bulan Rajab adalah puasa yang disyariatkan pada bulan lainnya, seperti, puasa hari Senin dan hari Kamis, puasa pada ayyamu al-Bidh (tanggal 13, 14, 15 setiap bulan), sehari puasa sehari berbuka, puasa siraru asy-Syahri. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksudkan adalah puasa yang dilakukan pada awal bulan. Sebagian yang lain mengatakan, ‘pada pertengahan bulan’. Sebagian yang lainnya lagi mengatakan, ‘pada akhir bulan.’

Dan, Umar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-pernah melarang puasa (khusus pada bulan) Rajab, karena di dalamnya terdapat unsur bertasyabbuh (meyerupai kebiasaan) orang-orang Jahiliyah, sebagaimana riwayat dari Kharsyah bin al-Har, ia berkata,


ÑóÃóíúÊõ ÚõãóÑó íóÖúÑöÈõ ÃóßõÝøó ÇáúãõÊóÑóÌøöÈöíúäó ÍóÊøóì íóÖóÚõæåóÇ Ýöí ÇáØøóÚóÇãö æóíóÞóæõáõ: ßõáõæúÇ ÝóÅöäøöãóÇ åõæó ÔóåúÑñ ßóÇäóÊú ÊõÚóÙøöãõåõ ÇáúÌóÇåöáöíøóÉõ


Aku pernah melihat Umar memukuli telapak tangan al-Mutarajibin (orang-orang yang mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa) sehingga mereka meletakkan telapak tangan-telapak tangan mereka pada makanan, dan beliau mengatakan (kepada mereka) : Makanlah ! Karena sesungguhnya bulan Rajab itu adalah bulan yang pernah diagung-agungkan oleh orang-orang Jahiliyah (al-Irwa, 957 dan syaikh al-Albani mengatakan : Shahih)

Imam Ibnul Qayyim-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak pernah berpuasa tiga bulan secara berturut-turut (yakni, Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan) seperti yang dilakukan oleh sebagian orang. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-juga tidak pernah berpuasa bulan Rajab saja. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-juga tidak menganjurkan untuk berpuasa pada bulan tersebut.’

Dan, Ibnu Hajar-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-di dalam Tabyin al-‘Ajab bi Maa Warada Fi Fadhli Rajab mengatakan, “Tidak ada hadis shahih yang layak dijadikan sebagai hujjah yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab, tidak pula tentang (keutamaan) puasa pada bulan tersebut, tidak pula puasa pada hari tertentu pada bulan tersebut, tidak pula tentang qiyamullail secara khusus pada bulan tersebut. Imam Abu Ismail al-Harawiy al-Hafizh-ÑóÍöãóåõ Çááåõ- telah mendahuluiku dalam memastikan hal tersebut. Dan, demikian pula kami telah meriwayatkannya dari selainnya.

Dan, di dalam Fatwa al-Lajnah ad-Daimah disebutkan, ‘Adapun pengkhususan hari-hari bulan Rajab dengan berpuasa, maka kami tidak mengetahui landasannya di dalam syariat.’

Hukum Umrah di Bulan Rajab

Hadis-hadis menunjukkan bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak melakukan umrah di bulan Rajab, sebagaimana diriwayatkan dari Mujahid-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-. Beliau-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan,”Aku dan Urwah bin Zubair pernah masuk masjid, ternyata saat itu Abdullah bin Umar tengah duduk di kamar ‘Aisyah- ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ- lalu ia ditanya. ‘Berapa kali Rasulullah-Õóáóøì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –umrah ? Beliau pun menjawab, ‘Empat kali, salah satunya pada bulan Rajab.’ Kami tidak suka membantah (perkataan) beliau.

Mujahid mengatakan, ‘Dan kami pun mendengar suara siwak Ummul Mukminin ‘Aisyah di dalam kamar tersebut. Urwah pun mengatakan, ‘Wahai Ibu, wahai ummul Mukminin ? Tidakkah Anda mendengar apa yang dikatakan Abu Abdurrahman ? ‘Aisyah pun mengatakan, ‘Apa yang ia katakan ?’ Urwah menjawab, ‘Ia (Abu Abdurrahman) mengatakan, ‘Sesungguhnya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – melakukan umrah sebanyak empat kali, salah satunya pada bulan Rajab.’ Aisyah- ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ- pun menanggapinya dengan mengatakan, ‘Semoga Allah merahmati Abu Abdurrrahman, tidaklah pernah Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – melakukan umrah sekali saja melainkan ia menyaksikan (yakni, hadir membersamai beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –) namun (yang benar adalah bahwa) tidaklah pernah beliau -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –berumrah pada bulan Rajab sama sekali. (Muttafaq ‘Alaih)

Disebutkan dalam riwayat imam Muslim, ‘Dan Ibnu Umar mendengar (hal itu), namun ia tidak mengatakan, ‘Tidak’, tidak pula mengatakan, ‘Iya.’

Imam an-Nawawi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Sikap diamnya Ibnu Umar dari mengingkari (perkataan) ‘Aisyah menunjukkan bahwa saat itu hal tersebut tidak jelas atau ia lupa atau ia ragu.

Oleh karena itu, termasuk bid’ah, hal baru yang diada-adakan di bulan ini (bulan Rajab) adalah mengkhususkan bulan Rajab dengan ‘Athirah, dan berkeyakinan bahwa umrah pada bulan Rajab terdapat keutamaan tertentu. Sementara itu, dalam hal tersebut tidak ada nash yang menetapkan bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – berumrah pada bulan Rajab. Syaikh Ali bin Ibrahim al-‘Athar (wafat tahun : 724 H) mengatakan, ‘Di antara perkara yang sampai kepadaku tentang penduduk kota Makah –semoga Allah menambahkan kemuliannya-adalah kebiasaan banyak melakukan umrah pada bulan Rajab. Perkara ini termasuk hal yang aku tidak mengetahui dasarnya. Tetapi, yang valid disebutkan dalam hadis bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bersabda,


ÚõãúÑóÉñ Ýöí ÑóãóÖóÇäó ÊóÚúÏöáõ ÍóÌøóÉð


Umrah pada bulan Ramadhan sebanding dengan haji.

Dan, syaikh Muhammad bin Ibrahim-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-di dalam fatawanya mengatakan, ‘Adapun mengkhususkan sebagian hari-hari bulan Rajab dengan amal apa pun, ziyarah (umrah) dan yang lainnya, maka tidak memiliki dasar pijakan, sebagaimana ditetapkan oleh al-imam Abu Syamah di dalam kitab al-Bida’ wa al-Hawadits, yaitu, bahwa pengkhususan ibadah pada waktu-waktu yang tidak dikhususkan oleh syariat tidak layak dilakukan, karena tidak ada keutamaan untuk suatu waktu apa pun atau waktu yang lainnya selain apa yang telah diutamakan oleh syariat berupa suatu bentuk ibadah atau keutamaan semua amal-amal kebaikan di dalamnya bukan pada waktu-waktu yang lainnya. Oleh karena itu, para ulama telah mengingkari tindakan mengkhususkan bulan Rajab dengan banyak melakukan umrah di dalamnya. Selesai perkataan beliau.

Akan tetapi, apabila seseorang pergi menunaikan umrah pada bulan Rajab tanpa berkeyakinan adanya keutamaan tertentu, tetapi karena kebetulan waktu yang mudah baginya menunaikan umrah adalah pada bulan ini (bulan Rajab), maka tidak mengapa.

Bid’ah di Bulan Rajab

Sesungguhnya membuat-buat perkara baru dalam agama termasuk perkara yang berbahaya yang bertentangan dengan nash-nash kitab (al-Qur’an) dan sunnah. Karena, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – tidaklah meninggal dunia melainkan agama ini telah disempurnakan. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí æóÑóÖöíÊõ áóßõãõ ÇáúÅöÓúáóÇãó ÏöíäðÇ [ÇáãÇÆÏÉ : 3]


Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (al-Maidah : 3)

Dan telah datang hadis dari ‘Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-, ia berkata, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bersabda,


« ãóäú ÃóÍúÏóËó Ýöì ÃóãúÑöäóÇ åóÐóÇ ãóÇ áóíúÓó ãöäúåõ Ýóåõæó ÑóÏøñ »


'Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan (agama) kami ini yang bukan berasal darinya, maka amalan tersebut tertolak.’ (Muttafaq ‘Alaih). Dalam satu riwayat Muslim,


« ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏøñ »


"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka ia tertolak."

Sebagian orang telah membuat sejumlah perkara baru yang beraneka ragam pada bulan Rajab, di antaranya yaitu,
1- Shalat Raghaib

Shalat ini menyebar luas setelah berlalu waktu kehidupan tiga generasi yang utama (para sahabat, tabi’in dan tabiut tabi’in). Para pendusta telah membuat-buatnya. Shalat ini dilakukan pada malam pertama dari bulan Rajab. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Shalat Raghaib merupakan perkara bid’ah dengan kesepakatan para imam agama, seperti imam Malik, imam asy-Syafi’i, imam Abu Hanifah, ats-Tsauriy, Auza’iy, al-Laits dan yang lainnya, dan hadis yang diriwayatkan tentang shalat ini adalah dusta dengan kesepakatan para ahli ma’rifah (para ulama) hadis. Selesai perkataan beliau
2-

Telah diriwayatkan bahwa ada pada bulan Rajab beberapa peristiwa besar namun tak ada satu pun dari peristiwa tersebut yang shahih; diriwayatkan bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –dilahirkan pada awal malam bulan Rajab, dan bahwa beliau diutus pada malam 27 bulan Rajab, ada yang mengatakan, pada (malam) 25 bulan Rajab, namun hal ini tidak shahih. Dan, diriwayatkan pula dengan sanad yang tadak shahih dari al-Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Nabi di-Isra-kan pada tanggal 27 Rajab. Hal tersebut telah diingkari oleh Ibrahim al-Harbiy dan yang lainnya.

Sehingga terjadilah perkara bid’ah di bulan ini (bulan Rajab) yaitu pembacaan kisah isra-mi’raj dan perayaannya di malam 27 Rajab, dan pengkhususan malam tersebut dengan menambah ibadah seperti melakukan shalat malam dan puasa di siang harinya, atau menampakan kegembiraan dan keceriaan pada malam tersebut dan perayaan-perayaan yang dibarengi dengan hal-hal yang diharamkan secara jelas, seperti ikhtilath (campur baur laki-laki dan wanita), nyanyian, dan alunan musik. Kesemuanya ini tidak diperbolehkan pada momentum dua hari raya yang disyariatkan (iedul fitri dan idul adha), apalagi pada hari raya-hari raya bid’ah. Ditambah lagi bahwa tanggal tersebut (yakni, tanggal 27 Rajab) tidak valid secara pasti merupakan saat terjadinya peristiwa Isra dan Mi’raj. Kalau pun ternyata valid, itu pun bukan merupakan legitimasi secara syar’i untuk diadakannya perayaan pada saat itu karena tidak adanya riwayat dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, tidak pula dari para sahabat-semoga Allah meridhai mereka semuanya-, tidak pula dari kalangan para salaf generasi terbaik ummat ini, dan sekiranya hal itu adalah sesuatu yang baik, tentu mereka telah mendahului kita kepadanya.
3-

Shalat ummu Dawud pada pertengahan bulan Rajab
4-

Bersedekah untuk roh orang yang telah meninggal dunia
5-

Doa-doa yang dipanjatkan di bulan Rajab secara khusus, kesemuanya merupakan inovasi dan hal baru yang dibuat-buat.
6-

Mengkhususkan berziarah kubur pada bulan Rajab. Ini juga merupakan perkara bid’ah perkara baru yang diada-adakan. Karena, ziarah itu dapat dilakukan kapan saja waktunya sepanjang tahun.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi-Nya, dan termasuk pula orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-secara zhahir dan batin, sesungguhnya Dialah Dzat yang Maha Kuasa atas hal itu. Dan, doa penutup kita adalah ÇáúÍóãúÏõ áöáøóåö ÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíäó (‘segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam’).

Wallahu A’lam

(Redaksi)
Sumber :

Syahru Rajab, Muhammad bin Shalih al-Munajjid-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ ÊóÚóÇáóì-.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1007