Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Menyingkap Kesalahan Sebagian Jamaah Haji (bag.2)

Jumat, 16 Juni 23

**

Ahamdulillah.

Pada bagian pertama tulisan ini telah disebutkan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji, yaitu, beberapa kesalahan dalam Ihram, beberapa kesalahan dalam thawaf, dan beberapa kesalahan ucapan dalam thawaf.

Berikut ini adalah bentuk kesalahan dalam hal lainnya yang dilakukan oleh mereka sebagian jamaah haji.

Kesalahan Setelah Thawaf

Telah valid dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bahwa beliau setelah selesai dari melakukan thawaf, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-maju menuju maqam Ibrahim, lalu beliau membaca,


æóÇÊøóÎöÐõæÇ ãöäú ãóÞóÇãö ÅöÈúÑóÇåöíãó ãõÕóáøðì [ÇáÈÞÑÉ : 125]


Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat shalat (al-Baqarah : 125)

Lalu, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-shalat dua rakaat di mana maqam Ibrahim tersebut berada di hadapannya dan Ka’bah, dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- membaca surat al-Fatihah dan Þõáú íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáúßóÇÝöÑõæäó pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-membaca surat al-Fatihah dan Þõáú åõæó Çááøóåõ ÃóÍóÏñ .

Dan, kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji di sini adalah sangkaan mereka bahwa shalat dua rakaat tersebut harus dilakukan dekat dengan maqam Ibrahim, sehingga mereka berdesak-desakan untuk itu dan menyakiti atau mengganggu orang-orang yang tengah mengerjakan thwaf di hari-hari yang menjadi musim-musim haji dan umrah. Mereka merintangi jalannnya tawaf mereka. Sangkaan ini merupakan kesalahan. Karena, shalat dua rakaat setelah selesai dari melakukan thawaf sah dilakukan di tempat mana saja dari masjid, dan memungkinkan untuk menjadikan maqam Ibrahim berada di antara dirinya dan Ka’bah sekalipun jaraknya jauh darinya. Maka, ia dapat mengerjakan shalat di halaman atau di serambi masjid, dan menyelamatkan diri dari tindakan menyakiti, sehingga ia tidak menyakiti (orang lain) dan tidak pula disakiti (oleh orang lain), dan shalat itu pun dapat dilakukan dengan khusyuk dan tumakninah.

Dan alangkah baiknya bilamana para petugas di masjidil haram melarang orang-orang yang akan mengganggu orang-orang yang tengah melakukan thawaf dengan shalat di belakang maqam ibrahim dengan jarak yang cukup dekat dengannya. Dan, memberikan penjelasan kepada mereka bahwa hal tersebut (yakni, dekat dengan maqam ibrahim) bukan merupakan syarat untuk (keabsahan atau keutamaan) shalat dua rakaat setelah selesai melakukan thawaf.

Dan termasuk kesalahan pula bahwa sebagian orang yang shalat di belakang maqam Ibrahim melakukan shalat beberapa rakaat yang cukup banyak tanpa sebab, padahal orang lain yang telah selesai dari melakukan thawaf membutuhkan kepada tempat mereka.

Dan temasuk pula kesalahan sebagian orang-orang yang melakukan thawaf adalah apabila telah selesai dari mengerjakan shalat dua rakaat tersebut, pemandu mereka berdiri di hadapan mereka memimpin doa mereka dengan suara yang keras, sehingga hal tersebut mengacaukan orang-orang yang tengah melaksanakan shalat di belakang maqam Ibrahim. Dengan tindakan mereka ini, mereka bertindak lancang melampaui batas terhadap orang-orang yang tengah shalat tersebut, padahal Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- telah berfirman,


ÇÏúÚõæÇ ÑóÈøóßõãú ÊóÖóÑøõÚðÇ æóÎõÝúíóÉð Åöäøóåõ áóÇ íõÍöÈøõ ÇáúãõÚúÊóÏöíäó [ÇáÃÚÑÇÝ : 55]


Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (al-A’raf : 55)

Kesalahan dalam Hal Naik Bukit Shafa dan Marwa, Doa di Atas Bukit Shafa dan Marwa dan Sa’i di Antara Dua Tanda Hijau

Telah valid dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bahwa ketika mendekat ke bukit Shafa, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menbaca,


Åöäøó ÇáÕøóÝóÇ æóÇáúãóÑúæóÉó ãöäú ÔóÚóÇÆöÑö Çááøóåö [ÇáÈÞÑÉ : 158]


Sesungguhnya Shafa dan Marwa merupakan sebagian syi’ar (agama) Allah. (al-Baqarah : 158)

Kemudian, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-naik ke bukit Shafa hingga beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dapat melihat Ka’bah, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangannya, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mulai memuji Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan berdoa dengan apa-apa yang beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- inginkan untuk berdoa, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mengesakan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan mengagungkan-Nya dan beliau-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berkata,


áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ æóÍúÏóåõ áóÇ ÔóÑöíúßó áóåõ ¡ áóåõ Çáúãõáúßõ æóáóåõ ÇáúÍóãúÏõ æóåõæó Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò ÞóÏöíúÑñ ¡ áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ æóÍúÏóåõ ¡ ÃóäúÌóÒó æóÚúÏóåõ ¡ æóäóÕóÑó ÚóÈúÏóåõ ¡ æóåóÒóãó ÇáúÃóÍúÒóÇÈó æóÍúÏóåõ


(Artinya, Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya-lah kerajaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, Dia telah melaksanakan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan mengalahkan musuh sendirian)

Kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berdoa di antara itu, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mengatakan seperti ini tiga kali, kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- turun berjalan. Ketika kedua telapak kaki beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- sampai pada perut lembah-yaitu, apa yang terbentang antara dua tanda hijau-beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berjalan cepat, hingga ketika telah melewati dua tanda hijau tersebut beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berjalan biasa hingga sampai ke bukit Marwa. Lalu, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-melakukan di bukit Marwa apa yang beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-lakukan di atas bukit Shafa.

Sementara kesalahan yang dilakukan oleh sebagian orang yang sai di sini adalah ketika mereka telah naik ke bukit Shafa dan bukit Marwa, mereka menghadap Ka’bah, lalu mereka bertakbir sebanyak tiga kali, mereka mengangkat kedua tangannya dan mengaminkannya seperti yang mereka lakukan setelah shalat, kemudian (setelah selesai) mereka turun. Ini menyelisihi apa yang datang dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Sejatinya, hendaknya mereka melakukan sunnah sebagaimana datang (dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -) jika mereka mendapatkan kemudahan untuk melakukannya. Atau, hendaknya mereka meninggalkan hal yang mereka lakukan itu, dan tidak membuat-buat tindakan yang tidak dilakukan oleh Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -.

Termasuk kesalahan pula yang dilakukan oleh sebagian orang yang melakukan sai adalah bahwa mereka melangkahkan kaki dengan cepat antara bukit shafa dan marwa seluruhnya. Ini menyelisihi sunnah. Karena langkah cepat hanya dilakukan di antara dua tanda hijau saja. Sedangkan jalan biasa dilakukan di selain tempat sai tersebut (yakni, di selain tempat yang terbentang antara tanda hijau yang satu dengan tanda hijau berikutnya). Dan kebanyakan sebab yang menjadikan mereka terjatuh ke dalam kesalahan tersebut adalah karena ketidaktahuan dari orang yang melakukannya atau kesukaan banyak orang untuk bersegera dan terbebas dari melakukan sai. Wallahu al-Musata’an

Kesalahan dalam Wukuf di Arafah

Telah valid dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bahwa beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – pada hari Arafah singgah di Namirah hingga matahari tergelincir, kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – mengendarai untanya, kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – turun, lalu beliau mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar Jama’ Takdim dengan satu adzan dan dua iqamah, kemudian beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – mengendarai tunggangannya kembali hingga sampai di tempat wukufnya, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –wukuf (di tempat tersebut) dan mengatakan (kepada para jamaah),


æóÞóÝúÊõ åóÇåõäóÇ æóÚóÑóÝóÉõ ßõáøõåóÇ ãóæúÞöÝñ


‘Aku berwukuf di sini, dan seluruh bagian Arafah adalah tempat untuk berwukuf.’

Lalu, turus saja beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – berwukuf dengan menghadap Kiblat, mengangkat kedua tangannya, berdzikir kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan berdoa kepada-Nya hingga matahari tenggelam, lalu beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –beranjak pergi menuju ke Muzdzalifah.

Adapun kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jama’ah haji adalah :

1-Bahwa mereka turun di luar batas-batas area Arafah, mereka tetap berada di tempat tinggal mereka hingga matahari akan tenggelam, kemudian mereka beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut menuju ke Muzdzalifah tanpa berwukuf di Arafah. Ini merupakan kesalahan besar. Tindakan ini mengakibatkan seseorang terlewatkan dari ibadah haji. Karena, sesungguhnya berwukuf di Arafah merupakan rukun yang mana ibadah haji tidak akan sah melainkan dengan melakukannya. Maka, barang siapa tidak berwukuf di Arafah pada waktunya melakukan wukuf, maka tidak ada haji baginya, berdasarkan sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


ÇóáúÍóÌøõ ÚóÑóÝóÉõ ãóäú ÌóÇÁó áóíúáóÉó ÌóãúÚò ÞóÈúáó ØõáõæúÚö ÇáúÝóÌúÑö ÝóÞóÏú ÃóÏúÑóßó ÇáúÍóÌøó


Haji itu Arafah. Barang siapa datang (ke Arafah) pada malam Muzdzalifah sebelum terbitnya fajar, maka ia telah mendapatkan Haji.

Adapun sebab terjadinya kesalahan yang buruk ini adalah bahwa sebagian orang terpedaya oleh sebagian orang lainnya ; karena sebagian mereka turun sebelum sampai ke Arafah dan ia tidak memperhatikan tanda-tanda yang menunjukan batas-batas daerah Arafah. Sehingga haji pun terluput darinya dan ia pun memperdaya orang lain (dengan tindakannya tersebut).

Alangkah baiknya kalau para petugas haji mengumumkan kepada manusia (yang tengah menunaikan Ibadah haji yang akan melakukan wukuf di Arafah) dengan menggunakan sarana yang akan menyampaikan pengumuman itu kepada seluruh manusia dan dengan menggunakan berbagai macam bahasa yang beragam dan mereka pun berpesan kepada para pemandu/pembimbing jama’ah haji agar memberikan peringatan terhadap para jamaah haji dari hal tersebut agar orang-orang tahu tentang urusan mereka dan mereka dapat menunaikan haji mereka secara lebih sempurna yang dengan itu akan dapat membebaskan tanggungan kewajiban mereka.

2-Bahwa mereka bertolak dari Arafah sebelum tenggelamnya matahari. Ini haram dilakukan karena menyelisihi sunnah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-di mana beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berwukuf sampai matahari tenggelam, dan karena bertolak dari Arafah sebelum tenggelam matahari merupakan perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang Jahiliyah.

3-Bahwa mereka menghadap ke arah bukit Arafah saat berdoa walau pun kiblat berada di belakang punggung mereka atau berada di arah sebelah kanan mereka atau berada di arah sebelah kiri mereka. Ini menyelisihi sunnah. Karena yang menjadi tuntunan sunnah adalah menghadap ke Kiblat (saat berdoa) sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :

Akhthaa-un Yartakibuhaa Ba’dhu al-Hujjaj, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Dengan ringkasan


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=1025