Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

ÇóáúÍóáöíúãõ (Maha Penyantun)

Senin, 05 Oktober 20

ÇóáúÍóáöíúãõ

(Maha Penyantun)

(Serial Nama-nama Allah, Bag.34)



Nama ini disebutkan berkali-kali pada beberapa tempat di dalam al-Qur’anul karim. Allah –ÓÈÍÇäå æÊÚÇáì- berfirman,


Åöäøó Çááøóåó íõãúÓößõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó Ãóäú ÊóÒõæáóÇ æóáóÆöäú ÒóÇáóÊóÇ Åöäú ÃóãúÓóßóåõãóÇ ãöäú ÃóÍóÏò ãöäú ÈóÚúÏöåö Åöäøóåõ ßóÇäó ÍóáöíãðÇ ÛóÝõæÑðÇ


“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Qs. Fathir: 41).

Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- juga berfirman,


æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó íóÚúáóãõ ãóÇ Ýöí ÃóäúÝõÓößõãú ÝóÇÍúÐóÑõæåõ æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ


“Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.” (Qs. al-Baqarah: 235).

Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- juga berfirman,


æóÇááøóåõ íóÚúáóãõ ãóÇ Ýöí ÞõáõæÈößõãú æóßóÇäó Çááøóåõ ÚóáöíãðÇ ÍóáöíãðÇ


“Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Qs.al-Ahzab: 51).

Artinya adalah, Yang tidak menyegerakan hukuman bagi hamba-hamba-Nya kerena dosa-dosa dan maksiat mereka. Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- melihat hamba-hamba-Nya kufur dan durhaka kepada-Nya, tetapi Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- bersifat santun terhadap mereka dan menangguhkan, Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- mengamati dan menunda serta tidak menyegerakan. Bahkan Dia -ÚóÒøóæóÌóáøó- masih terus saja melimpahkan berbagai kenikmatan kepada mereka walaupun mereka sering durhaka serta banyak melakukan dosa dan kesalahan.

Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- bersikap santun dan tidak langsung membalas orang-orang yang bermaksiat lantaran perbuatan maksiat mereka. Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó-memberikan tenggang waktu hingga mereka bertaubat dan tidak menyegerakan hukuman agar mereka mau kembali kepada Allah -ÚóÒøóæóÌóáøó-.

Sikap santun Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- terhadap orang yang kufur dan durhaka kepada-Nya adalah dengan dasar ilmu, kekuatan, dan kekuasaan, bukan karena Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- lemah. Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- berfirman,


Ãóæóáóãú íóÓöíÑõæÇ Ýöí ÇáúÃóÑúÖö ÝóíóäúÙõÑõæÇ ßóíúÝó ßóÇäó ÚóÇÞöÈóÉõ ÇáøóÐöíäó ãöäú ÞóÈúáöåöãú æóßóÇäõæÇ ÃóÔóÏøó ãöäúåõãú ÞõæøóÉð æóãóÇ ßóÇäó Çááøóåõ áöíõÚúÌöÒóåõ ãöäú ÔóíúÁò Ýöí ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóáóÇ Ýöí ÇáúÃóÑúÖö Åöäøóåõ ßóÇäó ÚóáöíãðÇ ÞóÏöíÑðÇ


“Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Qs. al-Fathir: 44).

Sungguh Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- telah mengabarkan tentang kesantunan-Nya terhadap orang-orang yang berbuat maksiat, dosa dan berbagai kezhaliman bahwasanya apabila Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menyiksa mereka lantaran dosa-dosa mereka satu demi satu, maka tentu saja tidak akan tersisa di muka bumi ini satu makhluk hidup. Sebagaimana firman-Nya,


æóáóæú íõÄóÇÎöÐõ Çááøóåõ ÇáäøóÇÓó ÈöÙõáúãöåöãú ãóÇ ÊóÑóßó ÚóáóíúåóÇ ãöäú ÏóÇÈøóÉò æóáóßöäú íõÄóÎøöÑõåõãú Åöáóì ÃóÌóáò ãõÓóãøðì ÝóÅöÐóÇ ÌóÇÁó ÃóÌóáõåõãú áóÇ íóÓúÊóÃúÎöÑõæäó ÓóÇÚóÉð æóáóÇ íóÓúÊóÞúÏöãõæäó


“Jikalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatu pun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktu (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.” (Qs. an-Nahl: 61).


æóÑóÈøõßó ÇáúÛóÝõæÑõ Ðõæ ÇáÑøóÍúãóÉö áóæú íõÄóÇÎöÐõåõãú ÈöãóÇ ßóÓóÈõæÇ áóÚóÌøóáó áóåõãõ ÇáúÚóÐóÇÈó Èóáú áóåõãú ãóæúÚöÏñ áóäú íóÌöÏõæÇ ãöäú Ïõæäöåö ãóæúÆöáðÇ


“Dan Rabbmulah Yang Maha Pengampun, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu (untuk mendapat azab) yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripadanya.” (Qs. al-Kahfi: 58).

Meskipun ada kesyirikan dari mereka terhadap Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó-, mereka terperosok ke dalam perbuatan yang dapat menimbulkan murka-Nya, bahkan semangat menyelisihi-Nya, memerangi agama-Nya atau memusuhi para wali-Nya, tetapi masih saja Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- bersikap santun kepada mereka, membawakan aneka ragam kebaikan untuk mereka, memberi rizki dan memaafkan mereka. Sebagaimana dalam ash-Shahih dari hadits Abu Hurairah -semoga Allah meridhainya- yang Rasulullah -Õáì Çááå Úáíå æÓáã- riwayatkan dari Rabbnya, bahwasanya Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- berfirman,


íóÔúÊöãõäöí ÇÈúäõ ÂÏóãó æóãóÇ íóäúÈóÛöí áóåõ Ãóäú íóÔúÊöãóäöí æóíõßóÐøöÈõäöí æóãóÇ íóäúÈóÛöí áóåõ ÃóãøóÇ ÔóÊúãõåõ ÝóÞóæúáõåõ Åöäøó áöí æóáóÏðÇ æóÃóãøóÇ ÊóßúÐöíÈõåõ ÝóÞóæúáõåõ áóíúÓó íõÚöíÏõäöí ßóãóÇ ÈóÏóÃóäöí


“Anak keturunan Adam mencela-Ku, dan tidak sepatutnya ia mencela-Ku, dan dia mendustakan-Ku, dan tidak sepatutnya hal itu baginya. Adapun celaannya adalah ucapannya, ‘Sesungguhnya Aku memiliki anak’. Sedangkan pendustaannya adalah perkataannya, ‘Dia (Allah) tidak dapat mengembalikanku sebagaimana Dia telah menciptakanku’.”

Di dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Musa al-Asy'ari -semoga Allah meridhainya- dari Nabi -Õáì Çááå Úáíå æÓáã-, beliau bersabda,


áóíúÓó ÃóÍóÏñ Ãóæú áóíúÓó ÔóíúÁñ ÃóÕúÈóÑó Úóáóì ÃóÐðì ÓóãöÚóåõ ãöäó Çááøóåö Åöäøóåõãú áóíóÏúÚõæäó áóåõ æóáóÏðÇ æóÅöäøóåõ áóíõÚóÇÝöíåöãú æóíóÑúÒõÞõåõãú


“Tidak ada seorang pun atau tidak ada sesuatupun yang lebih sabar dengan gangguan yang ia dengar daripada Allah, sesungguhnya mereka berseru bahwa Allah memiliki anak, namun Dia masih saja memaafkan mereka dan memberikan rizki kepada mereka.”

Ibnul Qayyim –semoga Allah merahmatinya- berkata, “Meskipun Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- dicela dan didustakan seperti itu, tetapi tetap saja Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó-memberi rizki kepada orang yang mencela dan mendustakan-Nya dan juga memaafkannya, membelanya, mengajaknya untuk masuk ke Surga-Nya, menerima taubatnya apabila ia bertaubat kepada-Nya, Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- mengganti keburukannya dengan kebaikan, berbuat lemah lembut kepadanya pada setiap keadaan, mempersiapkannya untuk menerima risalah para rasul-Nya, dan Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menyuruh pada rasul-Nya untuk berlemah lembut dalam berbicara dan bersikap kepadanya.” (Syifa-ul ‘Alil, juz 2, hal. 653).

Di antara contohnya adalah, sikap santun Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- kepada Fir'aun yang begitu dahsyat kezhaliman dan keangkuhannya di bumi ini, serta kerusakan yang telah ia perbuat terhadap makhluk. Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- berfirman,


ÇÐúåóÈóÇ Åöáóì ÝöÑúÚóæúäó Åöäøóåõ ØóÛóì . ÝóÞõæáóÇ áóåõ ÞóæúáðÇ áóíøöäðÇ áóÚóáøóåõ íóÊóÐóßøóÑõ Ãóæú íóÎúÔóì


“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Qs. Thaha: 43-44).

Contoh yang lainnya adalah sikap santun Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- terhadap orang-orang yang menyandarkan anak kepada-Nya, Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menyeru mereka untuk bertaubat dan membukakan bagi mereka pintu-pintu taubat. Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- berfirman,


áóÞóÏú ßóÝóÑó ÇáøóÐöíäó ÞóÇáõæÇ Åöäøó Çááøóåó ËóÇáöËõ ËóáóÇËóÉò æóãóÇ ãöäú Åöáóåò ÅöáøóÇ Åöáóåñ æóÇÍöÏñ æóÅöäú áóãú íóäúÊóåõæÇ ÚóãøóÇ íóÞõæáõæäó áóíóãóÓøóäøó ÇáøóÐöíäó ßóÝóÑõæÇ ãöäúåõãú ÚóÐóÇÈñ Ãóáöíãñ . ÃóÝóáóÇ íóÊõæÈõæäó Åöáóì Çááøóåö æóíóÓúÊóÛúÝöÑõæäóåõ æóÇááøóåõ ÛóÝõæÑñ ÑóÍöíãñ


“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: ‘Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga’, padahal sekali-kali tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak disembah) selain Ilah yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Maidah: 73-74).

Contoh yang lainnya adalah sikap santun Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- terhadap Ashabul Ukhdud -mereka adalah sekumpulan orang-orang kafir-, dahulu bersama mereka ada kaum yang beriman, lalu orang-orang kafir itu merayu mereka untuk masuk ke dalam agama mereka, tetapi mereka menolaknya. Oleh karena itu, orang-orang kafir itu membuat parit di tanah yang dikobarkan api di dalamnya. Kemudian mereka menguji orang-orang Mukmin dan membawa mereka di hadapan api. Barangsiapa yang ikut dengan mereka, maka ia akan dilepaskan dan barangsiapa yang menolak, maka mereka melemparkannya ke dalam api itu. Selain itu, hal ini adalah puncak peperangan terhadap Allah dan para wali-Nya yang beriman. Meskipun demikian, Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menyeru mereka untuk bertaubat.

Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- berfirman,


Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÝóÊóäõæÇ ÇáúãõÄúãöäöíäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö Ëõãøó áóãú íóÊõæÈõæÇ Ýóáóåõãú ÚóÐóÇÈõ Ìóåóäøóãó æóáóåõãú ÚóÐóÇÈõ ÇáúÍóÑöíúÞö


“Sesungguhnya orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan kemudian mereka tidak bertaubat, maka bagi mereka adzab Jahannam dan bagi mereka adzab (neraka) yang membakar.” (Qs. al-Buruj: 10).

Al-Hasan al-Bashri -semoga Allah merahmatinya- berkata, "Perhatikanlah kemuliaan dan kedermawanan tersebut, mereka telah membunuh para wali-Nya, tetapi Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- mengajak mereka untuk bertaubat dan memohon ampunan.” (Tafsir Ibn Katsir, juz 8, hal. 393).

Di antara sikap santun-Nya adalah Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menahan langit agar tidak jatuh ke bumi dan Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- menahan keduanya (langit dan bumi) agar tidak bergeser meskipun begitu banyak dosa dan maksiat yang dilakukan keturunan Adam (manusia). Firman-Nya,


Åöäøó Çááøóåó íõãúÓößõ ÇáÓøóãóÇæóÇÊö æóÇáúÃóÑúÖó Ãóäú ÊóÒõæáóÇ æóáóÆöäú ÒóÇáóÊóÇ Åöäú ÃóãúÓóßóåõãóÇ ãöäú ÃóÍóÏò ãöäú ÈóÚúÏöåö Åöäøóåõ ßóÇäó ÍóáöíãðÇ ÛóÝõæÑðÇ


“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap ; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Qs. Fathir: 41).

Al-'Allamah Ibnu Sa'di -semoga Allah merahmatinya- berkata dalam menafsirkan ayat tersebut bahwa Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- mengabarkan tentang kesempurnaan kekuasaan-Nya, kesempurnaan rahmat-Nya, luasnya kesantunan dan ampunan-Nya. Bahwasanya Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- memegang langit dan bumi agar tidak bergeser, karena sesungguhnya apabila keduanya bergeser, maka tidak akan ada seorang pun dari hamba-Nya yang dapat menahan keduanya, dan begitu lemahnya kekuasaan dan kekuatan mereka untuk menahan keduanya. Akan tetapi Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- memutuskan agar keduanya masih tetap sebagaimana ketika diciptakan agar makhluk tetap dapat tinggal, memberi manfaat, dan mengambil pelajaran agar mereka mengetahui keagungan dan kekuatan kekuasaan-Nya, sehingga dengan semua itu hati mereka dapat penuh dengan pengagungan, pemuliaan, kecintaan, dan agar mereka mengetahui kesempurnaan kesantunan dan ampunan-Nya dengan menangguhkan orang-orang yang berdosa dan tidak segera menyiksa orang-orang yang berbuat maksiat. Padahal seandainya Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó-menurunkan perintah kepada langit, niscaya langit akan langsung menimpa mereka, dan andai saja Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- mengizinkan bagi bumi, niscaya bumi sudah menelan mereka. Akan tetapi, ampunan, kesantunan, dan kemuliaan-Nya begitu luas bagi mereka. Firman-Nya,


Åöäøóåõ ßóÇäó ÍóáöíãðÇ ÛóÝõæÑðÇ


“Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Qs. Fathir: 41).

Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- telah menyebutkan nama-Nya ÇóáúÍóáöíúãõ (al-Halim, Maha Penyantun) bersamaan dengan ÇóáúÚóáöíúãõ al-'Alim (Maha Mengetahui) pada firman-Nya,


áóíõÏúÎöáóäøóåõãú ãõÏúÎóáðÇ íóÑúÖóæúäóåõ æóÅöäøó Çááøóåó áóÚóáöíãñ Íóáöíãñ


“Sesungguhnya Allah akan memasukan mereka ke dalam suatu tempat (Surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Qs. al-Hajj: 59).

Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- juga menyebutkan nama-Nya tersebut (ÇóáúÍóáöíúãõ al-Halim, Maha Penyantun) bersamaan dengan nama-Nya ÇóáúÛóäöíøõ (al-Ghani, Maha Kaya), dalam firman-Nya,


Þóæúáñ ãóÚúÑõæÝñ æóãóÛúÝöÑóÉñ ÎóíúÑñ ãöäú ÕóÏóÞóÉò íóÊúÈóÚõåóÇ ÃóÐðì æóÇááøóåõ Ûóäöíøñ Íóáöíãñ


“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (Qs. al-Baqarah: 263).

Selain itu, Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- juga menyebutkan nama-Nya ini ( ÇóáúÍóáöíúãõ al-Halim, Maha Penyantun), bersamaan dengan nama-Nya ÇóáÔøóßõæúÑõ (asy-Syakur, Maha Pembalas Jasa) pada firman-Nya,


Åöäú ÊõÞúÑöÖõæÇ Çááøóåó ÞóÑúÖðÇ ÍóÓóäðÇ íõÖóÇÚöÝúåõ áóßõãú æóíóÛúÝöÑú áóßõãú æóÇááøóåõ ÔóßõæÑñ Íóáöíãñ


“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipatgandakan (pembalasannya) kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun.” (Qs. at-Taghabun: 17).

Allah -ÚóÒøó æóÌóáøó- juga menyebutkan nama-Nya ini ( ÇóáúÍóáöíúãõ al-Halim, Maha Penyantun), bersamaan dengan nama-Nya ÇóáúÛóÝõæúÑõ (al-Ghafur, Maha Pengampun) pada firman-Nya,


æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó íóÚúáóãõ ãóÇ Ýöí ÃóäúÝõÓößõãú ÝóÇÍúÐóÑõæåõ æóÇÚúáóãõæÇ Ãóäøó Çááøóåó ÛóÝõæÑñ Íóáöíãñ


“Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu ; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Qs. al-Baqarah: 235).

Ini semua membuktikan bahwa kesantunan-Nya yaitu dengan meliputi hamba-hamba dan amal-amal mereka, tidak butuh kepada mereka, maka tidak akan bermanfaat ketaatan orang yang berbakti dan tidak pula akan berbahaya bagi-Nya maksiat orang yang durhaka. Dengan bersyukur (membalas jasa), Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- bersyukur atas amalan yang sedikit dan membalasnya dengan pahala yang agung. Dengan ampunan, maka Dia -ÚóÒøó æóÌóáøó- memaafkan orang yang bertaubat dan kembali kepada-Nya seagung apapun dosanya dan sebesar apa pun maksiatnya. Alangkah agungnya kesantunan-Nya, alangkah luasnya keutamaan-Nya, alangkah banyaknya pemberian dan karunia-Nya. Oleh karena itu, bagi-Nya semata segala pujian sebagai rasa syukur dan bagi-Nya semata karunia sebagai keutamaan dengan pujian yang melimpah, baik, dan penuh berkah sebagaimana apa yang dicintai dan diridhai Rabb kita. Wallahu A’lam.

(Redaksi)

Sumber:


Fikih Asma’ul Husna, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-‘Abbad Al-Badr.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=878