Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

4 Masalah Kurban

Kamis, 15 Juli 21

Kurban, sebagaimana dimaklumi, termasuk syiar-syiar Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-yang wajib diagungkan. Sebagaimana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman,


Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙøöãú ÔóÚóÇÆöÑó Çááøóåö ÝóÅöäøóåóÇ ãöäú ÊóÞúæóì ÇáúÞõáõæÈö [ÇáÍÌ : 32]


Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (Qs. al-Hajj : 32)
Kurban, juga termasuk sunnah Rasul-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-yang selayaknya dipegang teguh dan dihidupkan dengan cara mempraktekkannya dan disebarluaskan permasalahannya.
Banyak ragam masalah yang terdapat dalam syariat kurban yang agung ini. Ada yang disepati oleh para ulama, ada pula yang diperselisihkan oleh para ulama. Tiga di antaranya adalah apa yang akan dibahas dalam tulis ini, yaitu :
1- Mana yang afdhal (lebih utama), menyembelih hewan kurban ataukah bersedekah dengan harganya ?
2- Hewan ternak jenis apa yang paling utama untuk kurban ?
3- Menggabungkan kurban dan akikah
4- Menjual sebagian hasil sembelihan kurban dan memanfaatkan kulitnya

Selamat membacanya. Semoga bermanfaat. Amin
Masalah pertama :
Mana yang afdhal (lebih utama), menyembelih hewan kurban ataukah bersedekah dengan harganya ?
Sesungguhnya penyembelihan hewan kurban merupakan salah satu syiar dari syiar-syiar Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan merupakan salah satu sunnah yang sangat ditekankan di antara sunnah-sunnah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.
Dan, seorang muslim diharuskan untuk mengagungkan syiar-syiar Allah dan agar meneladni Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – sebagaimana firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì -,


Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙøöãú ÔóÚóÇÆöÑó Çááøóåö ÝóÅöäøóåóÇ ãöäú ÊóÞúæóì ÇáúÞõáõæÈö


Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (Qs. al-Hajj : 32)
Dan, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì –berfirman,


áóÞóÏú ßóÇäó áóßõãú Ýöí ÑóÓõæáö Çááøóåö ÃõÓúæóÉñ ÍóÓóäóÉñ áöãóäú ßóÇäó íóÑúÌõæ Çááøóåó æóÇáúíóæúãó ÇáúÂÎöÑó æóÐóßóÑó Çááøóåó ßóËöíÑðÇ


Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (Qs.al-Ahzab : 21)
Oleh karenanya, menyembelih hewan kurban itu lebih utama daripada bersedekah dengan harganya, sebagaimana yang menjadi pendapat Jumhur (mayoritas) ulama, di ataranya adalah Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, Rabi’ah, Abu Zinad, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan yang lainnya.[1]
Abdurrazzaq meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin al-Musayib-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia mengatakan,


áóÃóäú ÃõÖóÍøöíó ÈöÔóÇÉò ÃóÍóÈøõ Åöáíøó ãöäú Ãóäú ÃóÊóÕóÏøóÞó ÈöãöÆóÉö ÏöÑúåóãò
Sungguh, aku berkurban dengan menyembelih seekor kambing lebih aku sukai daripada aku bersedekah dengan 100 dirham.[2]


Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Bar-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan,


ÇóáÖøóÍöíøöÉõ ÚöäúÏóäóÇ ÃóÝúÖóáõ ãöäó ÇáÕøóÏóÞóÉö


“Menurut kami, menyembelih hewan kurban itu lebih utama daripada sedekah (dengan harganya).” Dan, beliau menyebutkan bahwa inilah pendapat yang benar dari Madzhab Malik dan para sahabatnya.[3]
Dan, Ibnu Qudamah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan,


æóÇáúÃõÖúÍöíóÉõ ÃóÝúÖóáõ ãöäó ÇáÕøóÏóÞóÉö ÈöÞöíúãóÊöåóÇ äóÕøó Úóáóíúåö ÃóÍúãóÏõ


Dan, menyembelih hewan kurban itu lebih utama daripada sedekah dengan harganya, dinaskan oleh imam Ahmad.[4]
Dan, dinukil dari sekelompok orang dari kalangan para ulama bahwa bersedekah dengan harga hewan kurban lebih utama.
Diriwayatkan dari Bilal-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-,ia berkata,


ãóÇ ÃõÈóÇáöí Ãóäú áóÇ ÃõÖóÍøöí ÅöáøóÇ ÈöÏöíúßò ¡ æóáóÃóäú ÃóÖóÚóåóÇ Ýöí íóÊöíúãò ÞóÏú ÊóÑöÈó Ýõæåõ ¡ ÃóÍóÈøõ Åöáíøó ãöäú Ãóäú ÃõÖóÍøöíó


Aku tidak peduli untuk tidak berkurban kecuali dengan menyembelih seekor ayam jantan, dan aku meletakannya pada seorang anak yatim yang mulutnya telah terlumuri debu lebih aku sukai daripada aku menyembelih hewan kurban.
Dan, dengan ini, asy-Sya’bi dan Abu Tsaur berpendapat [5]
Pendapat yang rajih (kuat)
Pendapat pertamalah pendapat yang rajih (kuat), karena Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – menyembelih hewan kurban, dan begitu pula halnya para khulafa sepeninggalnya. Dan, andai mereka tahu bahwa sedekah (dengan harga hewan kurban itu) lebih utama daripada menyembelih hewan kurban niscaya mereka bakal lebih memilihnya. Di samping itu, karena tindakan memprioritaskan sedekah atas menyembelih hewan kurban akan mengantarkan kepada tindakan meninggalkan sunnah yang disunnahkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- [6]
Dan karena keutamaan penyembelihan hewan kurban, tidak tersembunyi dan apa yang menjadi ikutan dari tindakan menyembelih hewan kurban berupa beragam bentuk manfaat merupakan sesuatu yang besar.
Al-Hafizh Ibnu Abdil Bar-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Menurut kami, menyembelih hewan kurban lebih utama daripada sedekah (dengan harganya), karena menyembih hewan kurban merupakan sunnah yang sangat ditekankan seperti shalat ‘ied, dan telah dimaklumi bahwa shalat ied itu lebih utama dari seluruh nawafil, dan demikian pula shalat-shalat sunnah lebih utama daripada tatawwu’ seluruhnya.[7]
Dan, imam Nawawi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, ‘Madzhab kami (syafi’iyyah) adalah bahwa menyembelih hewan kurban itu lebih utama daripada sedekah sunnah, karena adanya hadis-hadis yang shahih yang masyhur yang menjelaskan tentang keutamaan menyembelih hewan kurban, dan karena menyembelih hewan kurban itu diperselisihkan oleh para ulama akan wajibnya, berbeda dengan sedekah sunnah. Juga karena penyembelihan hewan kurban itu merupakan syiar yang tampak.[8]
Dan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-berkata, “Udhiyyah (kurban), akikah, dan Hadyu lebih utama daripada sedekah dengan harganya. Maka, apabila seseorang memilki harta dan dia ingin untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka ia boleh menyembelih hewan kurban dengan harta tersebut, dan makan dari sembelihan hewan kurban lebih utama daripada sedekah. [9]
Tidak selayaknya seseorang lebih memilih melakukan sedekah atas melakukan penyembelihan hewan kurban, dengan pertimbangan bahwa bersedekah itu lebih ringan biayanya dan karena dalam aktifitas menyembelih hewan kurban terdapat kerepotan dari sisi membelinya, perhatian terhadapnya, dan memeliharannya sampai menyembelihnya. Dan, dalam proses penyembelihannya dan pendistribusian sebagiannya terdapat kepenatan. Karena, seorang muslim itu bakal memperoleh ganjaran dan pahala atas semua tindakan-tindakan tersebut, selagi ia mengikhlaskan niatnya hanya untuk Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-semata.
Masalah Kedua :
Hewan ternak jenis apa yang paling utama untuk kurban ?
Para ahli fikih-semoga Allah merahmati mereka- berbeda pendapat tentang hewan ternak yang dijadikan kurban, jenis apakah yang paling utama ?, apakah unta ? ataukah sapi ? ataukah kambing ?. Dalam hal ini ada tiga pendapat ;
Pendapat pertama , hewan yang paling utama untuk disembelih sebagai kurban adalah unta, kemudian sapi, kemudian kambing.
Ini merupakan pendapat kalangan Syafi’iyyah, Hanabilah dan Zhahiriyah. Dan dengan ini pula sebagian kalangan Malikiyah berpendapat. [10]
Imam asy-Syafi’i-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan : unta, lebih aku sukai untuk dijadikan hewan kurban daripada sapi. Sapi, lebih aku sukai untuk dijadikan hewan kurban daripada kambing. Dan, ÇóáÖøóÃúäõ (domba) lebih aku sukai untuk dijadikan sebagai hewan kurban daripada ÇóáúãóÚöÒõ (kambing)
Al-Mawardi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “hewan kurban yang paling utama adalah,


ÇóáËøóäöí ãöäó ÇúáÅöÈöáö ¡ Ëõãøó ÇóáËøóäöí ãöäó ÇáúÈóÞóÑö ¡ Ëõãøó ÇáúÌóÐóÚõ ãöäó ÇáÖøóÃúäö Ëõãøó ÇóáËøóäöí ãöäó ÇáúãóÚöÒö


Unta yang telah genap berumur lima tahun. Kemudian, sapi yang telah genap berumur dua tahun. Kemudian, domba yang telah genap berumur satu tahun. Kemudian, kambing yang telah berumur dua tahun (atau, yang telah berumur satu tahun, memasuki tahun kedua).” [11]
Pendapat kedua , hewan yang paling utama untuk disembelih sebagai kurban adalah domba, kemudian sapi, kemudian unta.
Ini merupakan pendapat kalangan Malikiyah.
Al-Kharsyi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “Domba secara mutlak, yang jantan dan yang betina, yang pejantan dan yang dikebiri, lebih utama untuk dijadikan sebagai kurban daripada kambing secara mutlak. Kemudian, kambing secara mutlak lebih utama untuk dijadikan kurban daripada unta dan sapi secara mutlak.”[12]
Sebagian kalangan Malikiyah berpendapat, “Hewan ternak yang paling utama untuk dijadikan sebagai kurban adalah ghanam (kambing), kemudian unta, kemudian sapi.” [13]
Pendapat ketiga , Hewan ternak yang paling utama untuk dijadikan sebagai kurban adalah hewan yang paling banyak dagingnya dan yang paling baik.
Ini merupakan pendapat kalangan Hanafiyah. Maka, seekor kambing lebih utama untuk dijadikan sebagai kurban daripada 1/7 sapi. Namun, jika 1/7 sapi itu lebih banyak dagingnya, maka itu lebih utama.
Yang menjadi dasar pendapat mereka (kalangan Hanafiyah) dalam persoalan ini adalah bahwa bila sama antara daging dan harganya, maka mana yang paling bagus dagingnya itulah yang lebih utama. Dan, bila dalam kedua hal tersebut berbeda, maka yang lebih nilainya itulah yang lebih diprioritaskan sebagai kurban. [14]
Argumentasi
Argumentasi kelompok pertama :
1-Mereka berargumentasi dengan firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


æóÇáúÈõÏúäó ÌóÚóáúäóÇåóÇ áóßõãú ãöäú ÔóÚóÇÆöÑö Çááøóåö áóßõãú ÝöíåóÇ ÎóíúÑñ


Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar-syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya...(Qs. al-Hajj : 36)
2-Mereka mengatakan, sesungguhnya unta itu lebih besar daripada sapi, sapi lebih besar daripada kambing. Sementara Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- berfirman,


Ðóáößó æóãóäú íõÚóÙøöãú ÔóÚóÇÆöÑó Çááøóåö ÝóÅöäøóåóÇ ãöäú ÊóÞúæóì ÇáúÞõáõæÈö


Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (Qs. al-Hajj : 32)
3-Mereka juga berargumentasi dengan hadis Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ãóäö ÇÛúÊóÓóáó íóæúãó ÇáúÌõãõÚóÉö ÛóÓúáó ÇáúÌóäóÇÈóÉö Ëõãøó ÑóÇÍó ¡ ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ÈóÏóäóÉð ¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáËøóÇäöíóÉö ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ÈóÞóÑóÉð ¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáËøóÇáöËóÉö ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ßóÈúÔÇð ÃóÞúÑóäó ¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáÑøóÇÈöÚóÉö ÝóßóÃóäøóãóÇ ÞóÑøóÈó ÏóÌóÇÌóÉð¡ æóãóäú ÑóÇÍó Ýöí ÇáÓøóÇÚóÉö ÇáúÎóÇãöÓóÉö ÝóßóÃøóäóãóÇ ÞóÑøóÈó ÈóíúÖóÉð ¡ ÝóÅöÐóÇ ÎóÑóÌó ÇáúÅöãóÇãõ ÍóÖóÑóÊö ÇáúãóáóÇÆößóÉõ íóÓúÊóãöÚõæúäó ÇáÐøößúÑó . ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí æãÓáã



Barang siapa mandi junub pada hari jum’at kemudian ia pergi (ke masjid untuk menghadiri shalat jum’at) maka seakan-akan ia telah mendekatakan diri (kepada Allah) dengan menyembelih seekor unta.
Barang siapa pergi pada jam kedua, maka seakan-akan ia telah mendekatkan diri (kepada Allah) dengan menyembelih seekor sapi.
Barang siapa pergi pada jam ketiga, maka seakan-akan ia telah mendekatkan diri (kepada Allah) dengan menyembelih seekor domba bertanduk.
Barang siapa pergi pada jam keempat, maka seakan-akan ia telah mendekatkan diri (kepada Allah) dengan menyembelih seekor ayam.
Barang siapa pergi pada jam kelima, maka seakan-akan ia telah mendekatkan diri (kepada Allah) dengan sebutir telur.
Maka, apabila sang imam telah keluar (untuk berkhutbah), para Malaikat pun hadir untuk mendengarkan dzikir (khutbah) (HR. al-Bukhari dan Muslim) [15]
Imam an-Nawawi-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “Dan di dalam hadis ini (terisyaratkan) bahwa berkurban dengan unta lebih utama daripada berkurban dengan sapi, karena Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –mendahulukan unta dan menjadikan sapi pada derajat kedua.” [16]
4-Ibnu Qudamah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “Dan karena hal tersebut merupakan penyembelihan di mana dengannya seseorang mendekatkan diri kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,maka menyembelih unta lebih utama, seperti halnya hadyu, sesungguhnya ia telah menyerahkannya. Juga karena unta itu lebih mahal harganya, lebih banyak dagingnya dan lebih bermanfaat.” [17]
Argumentasi kelompok kedua :
1- Mereka berargumentasi dengan firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì -,


æóÝóÏóíúäóÇåõ ÈöÐöÈúÍò ÚóÙöíãò



Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (Qs. ash-Shaffat : 107)
Mereka mengatakan, “Sembelihan yang besar itu berupa domba, Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì –mensifatinya dengan ‘yang besar’. Sifat ini tidak tidak disematkan kepada yang lainnya.”[18]
Imam al-Qurthubiy-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, (firman-Nya),
æóÝóÏóíúäóÇåõ ÈöÐöÈúÍò ÚóÙöíãò
Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar
Yakni, besar badannya, gemuk, dan yang demikian itu adalah domba, bukan unta, bukan pula sapi.[19]
Ibnu Daqiq al-‘Ied-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “Pendapat kalangan Malikiyah didasarkan pada pilihan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-terhadap kambing yang dijadikan sebagai hewan kurban, dan didasarkan pula pada pilihan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì – dalam hal memberikan ganti sembelihan dalam kasus penyembelihan Ibrahim terhadap anaknya, Ismail (yaitu berupa domba yang besar).” [20]
2-Mereka juga berargumen dengan bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-biasa berkurban dengan menyembelih domba, sebagaimana telah valid di dalam hadis yang shahih.
Mereka mengatakan, “Berulang kali Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- berkurban dengan menyembelih kambing. Tidaklah beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkurban secara berulang kali tahun demi tahun, kecuali dengan sesuatu yang paling utama untuk berkurban. Andaikan berkurban dengan menyembelih unta dan sapi itu lebih utama niscaya Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bakal melakukan hal yang lebih utama tersebut.”[21]
3-Mereka juga berargumen dengan hadis Ubadah bin Shamit-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-,


ÎóíúÑõ ÇáúßóÝóäö ÇóáúÍõáøóÉõ ¡ æóÎóíúÑõ ÇáúÃõÖúÍöíóÉö ÇáúßóÈúÔõ ÇáúÃóÞúÑóäõ


Sebaik-baik kafan adalah hullah. Dan, sebaik-baik hewan kurban adalah domba yang bertanduk.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Baihaqi, al-Hakim, dan disepati oleh adz-Dzahabi.
Dan, Syaikh al-Albani berkata : Dha’if (lemah). Dan, dilemahkan juga oleh Ibnu Hazm. [22]
Diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi dari riwayat Abu Umamah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ – dengan sanad lemah, seperti kata imam an-Nawawi. [23]

Argumentasi kelompok ketiga :
1-Pendapat kalangan Hanafiyah didasarkan pada keterangan yang datang bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


Åöäøó ÃóÍóÈøó ÇáÖøóÍóÇíóÇ Åöáóì Çááåö ÃóÛúáóÇåóÇ æóÃóÓúãóäõåóÇ


Sesungguhnya hewan-hewan kurban yang paling dicintai Allah adalah yang mahal dan paling gemuk. Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Baihaqi dan al-Hakim.
Dan, al-Haitsami mengatakan, ‘Diriwayatkan oleh Ahmad, dan Abu al-Asyad-salah satu rawi dalam rangkaian orang-orang yang meriwayatkan hadis ini-, aku tidak mendapati orang yang mentsiqahkannya, tidak pula yang mengkritiknya, dan demikian pula ayahnya. Ada yang mengatakan bahwa kakeknya bernama Amr bin ‘Abas.’ Dan, Syaikh al-Albani berkata,’Dha’if (lemah)’.[24]
2-Pendapat mereka juga didasarkan pada apa yang datang dari Atha dari Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-tentang firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ËóãóÇäöíóÉó ÃóÒúæóÇÌò ãöäó ÇáÖøóÃúäö ÇËúäóíúäö æóãöäó ÇáúãóÚúÒö ÇËúäóíúäö [ÇáÃäÚÇã : 143]


Ada delapan hewan ternak yang berpasangan (empat pasang) ; sepasang domba dan sepasang kambing ...(Qs. al-An’am : 143)
Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- berkata, “Delapan hewan ternak yang berpasangan adalah berupa unta, sapi, domba dan kambing, sesuai kemudahan yang didapatkan, maka binatang ternak mana saja yang besar maka itulah yang paling utama (untuk dijadikan sebagai kurban). [25]

Pendapat yang Rajih (Kuat)
Yang nampak pada saya bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat kalangan Malikiyah, yaitu bahwa hewan yang paling utama untuk dijadikan sebagai kurban adalah al-ghanam (domba dan kambing), kemudian unta, kemudian sapi. Karena dalil-dalil kalangan Malikiyah lebih spesifik dalam mengurai silang pendapat, karena beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – selalu berkurban dengan menyembelih kambing, bahkan gibas (domba). Hal itu sebagaimana tertera dalam beberapa hadis, antara lain :

1-Anas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-meriwayatkan,


Ãóäøó ÇáäøóÈöíøó - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - ßóÇäó íõÖöÍøöí ÈößóÈúÔóíúäö æóÃóäóÇ ÃõÖóÍøöí ÈößóÈúÔóíúäö


Bahwa Nabi - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –dulu berkurban dengan menyembelih dua ekor domba. Dan aku berkurban dengan menyembelih dua ekor domba pula. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.[26]
Di dalam perkataan Anas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- (ßóÇäó íõÖöÍøöí) terdapat sesuatu yang menunjukkan kepada mudawamah, bahwa beliau - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –melakukannya secara berkesinambungan. [27]

2-Hadis ‘Aisyah- ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-,


Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - ÃóãóÑó ÈößóÈúÔò ÃóÞúÑóäò íóØóÃõ Ýöí ÓóæóÇÏò æóíóÈúÑõßõ Ýöí ÓóæóÇÏò æóíóäúÙõÑõ Ýöí ÓóæóÇÏò ÝóÃõÊöíó Èöåö áöíõÖóÍøöíó Èöåö ... ÑæÇå ãÓáã


Bahwa Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –memerintahkan agar dibawakan domba yang bertanduk, bulu bagian perut, kedua kakinya dan sekeliling matanya didominasi oleh warna hitam. Lalu, didatangkanlah domba yang dimaksud tersebut kepada beliau untuk disembelih sebagai kurban...Diriwayatkan oleh imam Muslim.

3-Hadis Jabir bin Abdillah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-ia berkata,


ÖóÍøóì ÑóÓõæúáõ Çááåö - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - íóæúãó ÚöíúÏò ÈößóÈúÔóíúäö ...


Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –berkurban pada hari raya dengan menyembelih dua ekor domba...Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah

4-‘Aisyah dan Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-meriwayatkan,


Ãóäøó ÑóÓõæúáó Çááåö - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - ßóÇäó ÅöÐóÇ ÃóÑóÇÏó Ãóäú íõÖóÍøöíó ÇöÔúÊóÑóì ßóÈúÔóíúäö ÚóÙöíúãóíúäö Óóãöíúäóíúäö ÃóÞúÑóäóíúäö ÃóãúáóÍóíúäö ãóæúÌõæúÆóíúäö ... ÇáÎ . ÑæÇå ÃÍãÏ æÇÈä ãÇÌÉ


Bahwa Rasulullah- Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – apabila ingin berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang besar, gemuk, bertanduk, berwarna putih, terkebiri... Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah.

5-Hadis Abu Sa’id-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata,


ÖóÍøóì ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æó Óóáøóãó ÈößóÈúÔò ÃóÞúÑóäò ÝóÍöíúáò íóÃúßõáõ Ýöí ÓóæóÇÏò æóíóãúÔöí Ýöí ÓóæóÇÏò æóíóäúÙõÑõ Ýöí ÓóæóÇÏò


Rasululah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –berkurban dengam menyembelih domba bertanduk, bulum ada gigi gerahamnya yang tanggal, pada bagian perutnya berwarna hitam, pada kedua kakinya (bagian depan dan bagian belakang) berwarna hitam, dan pada bagian kelopak matanya berwarna hitam pula. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah. Dan, at-Tirmidzi mengatakan, ‘Ini hadis hasan shahih gharib. [28]

6-Hadis Jabir bin Abdillah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata,


ÔóåöÏúÊõ ãóÚó ÑóÓõæúáö Çááåö - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - ÇóáúÃóÖúÍóì ÈöÇáúãõÕóáøóì ¡ ÝóáóãøóÇ ÞóÖóì ÎõØúÈóÊóåõ äóÒóáó ãöäú ãöäúÈóÑöåö æóÃõÊöíó ÈößóÈúÔò ÝóÐóÈóÍóåõ ÑóÓõæúáõ Çááåö - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - ÈöíóÏöåö ... ÇáÎ ) ÑæÇå ÃÈæ ÏÇæÏ æÇáÊÑãÐí æÇÈä ãÇÌÉ


Aku menyaksikan (shalat) Iedul Adha di tanah lapang bersama Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –. Lalu, ketika beliau menyudahi khutbahnya, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan domba kepadanya, segera saja Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – menyembelihnya dengan tangannya…Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Dan, termasuk hal yang menunjukkan utamannya berkurban dengan menyembelih domba adalah bahwa para sahabat-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõãú-mereka meneladani Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –dalam hal berkurban dengan menyembelih domba, seperti dalam hadis Anas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- yang lalu, di mana di dalamnya disebutkan,


ßóÇäó ÇáäøóÈöíøõ - Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó - íõÖóÍøöí ÈößóÈúÔóíúäö æóÃóäóÇ ÃõÖóÍøöí ÈößóÈúÔóíúäö


Dulu, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –berkurban dengan menyembelih dua ekor domba dan aku pun berkurban dengan menyembelih dua ekor domba.
Maka ini menunjukkan kepada peneladanan Anas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-terhadap tindakan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –dalam kaitannya dengan berkurban dengan menyembelih dua ekor domba, sebagai mana pula hadis ini menunjukkan kepada tindakan rutin Rasulullah -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – berkurban dengan menyembelih domba. [29]

Masalah Ketiga :
Menggabungkan Kurban dan Akikah
Apabila bergabung antara kurban dan akikah, seperti misalnya, seseorang ingin mengakikahkan anaknya pada hari iedul Adha, atau pada hari-hari tasyrik, apakah kurban sudah mencukupi akikah ?
Dalam masalah ini, para fuqaha (ahli fikih) berbeda pendapat menjadi dua pendapat.
Pendapat pertama, Kurban mencukupi akikah. Dengan inilah al-Hasan al-Bashri, Muhammad bin Sirin, Qatadah, dan Hisyam –dari kalangan tabiin-berpendapat. Dan, pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari dua riwayat dari imam Ahmad.[30]
Dan dengan ini pula kalangan Hanafiyah berpendapat. Ibnu Abidin-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-mengatakan, “... dan demikian pula apabila sebagian mereka menghendaki sebagai akikah untuk anaknya yang terlahir sebelumnya. Karena, hal itu merupakan bentuk pendekatan diri (kepada Allah) dengan kesyukuran atas nikmat dikaruniai seorang anak. Hal ini disebutkan oleh Muhammad. [31]
Dan, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan, ia berkata,’Apabila mereka berkurban untuk anak, maka hal itu pun sah sebagai akikah untuk anaknya.’ Ini juga diriwayatkan oleh Abdurrazzaq.
Dan, Abdurrazzaq juga meriwayatkan dari Hisyam dan Ibnu Sirin, di mana keduanya mengatakan,’Kurban mencupi akikah untuknya.’
Abdurrazzaq juga meriwayatkan dari Qatadah, ia mengatakan, ‘Barang siapa belum diakikahkan maka kurban mencukupinya.’ [32]
Al-Khallal mengatakan, ‘Bab apa yang diriwayatkan bahwa kurban mencukupi akikah’. Lantas, ia menyebutkan dari Maimuni bahwa ia berkata kepada Abu Abdillah-Ahmad bin Hanbal- : bolehkah seseorang berkurban untuk anak sebagai ganti akikah ?
Ahmad bin Hanbal menjawab : Aku tidak tahu. Maimuni berkata : tidak hanya seorang yang mengatakannya.
Saya katakan : dari kalangan para tabiin ?
Ahmad bin Hanbal menjawab : ‘Iya’...
Lantas, Maimuni berkata, Abu Abdillah menyebutkan bahwa sebagian mereka (kalangan tabiin) mengatakan.’Maka jika seseorang berkurban hal itu telah mencukupi dari akikah...
Lantas, Maimuni berkata, ‘Sesungguhnya Abu Abdillah mengatakan, saya berharap, kurban mencukupi akikah, insya Allah, bagi siapa orangnya yang belum diakikahkan.’
Lantas, Maimuni mengatakan, ‘Dan aku pernah melihat Abu Abdillah membeli hewan kurban, beliau menyembelih hewan kurban tersebut untuk dirinya dan keluarganya. Ketika itu, anaknya, Abdullah masih kecil. Maka beliau menyembelihhnya. Aku berpandangan bahwa beliau menghendaki hal itu sebagai akikah dan kurban sekaligus. Beliau pun membagikan dagingnya dan memakan sebagiannya. [33]
Anda melihat sekelompok orang dari kalangan ahli ilmu ini bahwa maksud kurban dan akikah itu tercapai dengan hanya menyembelih seekor hewan. Dan, dalam hal tersebut terdapat keserupaan dengan kasus hari Jum’at dan hari Ied apabila keduanya berkumpul.
Seperti halnya, kalau seseorang shalat dua rakaat, di mana ia meniatkan dua rakaat tersebut sebagai shalat tahiyyatul masjid dan shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib. Atau, seseorang shalat seusai mengerjakan tawaf, baik shalat fardhu ataupun sunnah yang mengiringi shalat wajib, maka hal itu terjadi untuk shalat yang dikerjakannya dan untuk shalat dua rakaat setelah tawaf.
Dan, demikian pula kalau orang yang berhaji tamattu’ dan orang yang berhaji qiran menyembelih seekor kambing pada hari Nahar maka hal itu mencukupi sebagai darah mut’ah (hadyu bagi orang yang berhaji tamattu’) dan sebagai kurban. [34]

Pendapat kedua, Kurban tidak mencukupi akikah.
Ini merupakan pendapat kalangan Malikiyah dan Syafi’iyyah [35] dan riwayat yang lain dari imam Ahmad, al-Khallal telah meriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad, ia mengatakan, ‘Aku pernah bertanya kepada ayahku (Ahmad bin Hanbal) tentang akikah pada hari kurban, apakah sembelihan hewan itu sah sebagai kurban dan akikah ? Beliau (imam Ahmad bin Hanbal) menjawab, ‘Bisa jadi sebagai kurban dan bisa jadi pula sebagai akikah, tergantung pada apa yang dia sebutkan [36]. Atas dasar riwayat inilah kebanyakan kalangan Hanabilah berpendapat.[37]
Argumentasi mereka ini adalah bahwa masing-masing dari kurban dan akikah merupakan dua penyembelihan karena dua sebab yang berbeda. Karenanya, salah satunya tidak dapat menggantikan yang lainnya, seperti hadyu haji tamattu’ dan sembelihan sebagai fidyah. [38]
Dan, mereka juga mengatakan sesungguhnya yang menjadi maksud adalah mengalirkan darah untuk masing-masing dari kedua hal tersebut (kurban dan akikah), dan satu pengaliran darah tidak dapat menggantikan posisi dua pengaliran darah.[39]

Pendapat yang rajih (kuat)
Saya berpandangan bahwa pendapat yang kuat adalah tidak cukupnya kurban untuk akikah, karena masing-masing dari keduanya (kurban dan akikah) itu memiliki sebab yang khusus dalam hal mengalirkan darah, dan satu dari keduanya tidak dapat menempati posisi yang lainnya.

Masalah Keempat :
Menjual Sebagian Hasil Sembelihan Kurban dan Memanfaatkan Kulitnya
Kalangan Malikiyah, Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat, 'Tidak boleh menjual sebagian hasil sembelihan kurban, dagingnya, kulitnya, ataupun bagian yang lainnya. Baik kurban tersebut wajib atau pun sunnah[40].
Imam Ahmad mengatakatan, 'Hasil sembelihan kurban tidak dijual dan tidak dijual sedikitpun juga darinya.'
Imam Ahmad juga mengatakan, 'Subhanallah ! bagaimana seseorang menjualnya sementara ia telah menjadikan kurban tersebut untuk Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáóì -.
Kalangan Hanafiyah berpendapat, 'Tidak halal menjual bagian dari hasil sembelihan kurban dengan sesuatu yang tidak mungkin dapat dimanfaatkan, kecuali dengan pemakaian dzatnya berupa dirham, dinar, makanan dan minuman. Dan, seseorang boleh untuk menjual sebagian dari hasil sembelihan kurban dengan sesuatu yang mungkin untuk dimanfaatkan sementara dzatnya masih tetap ada, berupa perkakas rumah, seperti kantong kulit dan ayakan[41]
Dan, al-Hasan, an-Nakha'i dan al-Auza'i memberikan keringanan untuk menjual kulitnya. Dan hasil penjualan kulit tersebut digunakan untuk membeli saringan, ayakan dan perabotan rumah.
Sementara Ibnu Umar membolehkan untuk menjual kulitnya dan mensedekahkan harganya. Ibul Mundzir menukilnya dari Ahmad dan Ishak. [42]
Dan, dibolehkan untuk memanfaatkan kulitnya untuk dijadikan geriba, atau pakaian, atau sandal atau yang lainnya.
Telah datang keterangan dari 'Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata, 'Kulit hewan kurban (boleh) dijadikan geriba, seseorang dapat menyimpan air di dalamnya.'
Dan, telah datang keterangan dari Masruq bahwasanya ia membuat alas untuk shalat dari kulit hewan kurban.
Dan, al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Manfaatkanlah oleh kalian kulit hewan kurban dan janganlah kalian menjualnya." [43]
Yang nampak pada saya adalah bahwa tidak boleh menjual sedikitpun bagian dari sembelihan hewan kurban, termasuk kulitnya dan bagian-bagian yang lainnya.
Hal tersebut ditunjukkan oleh apa yang datang di dalam hadis Ali-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata,


ÃóãóÑóäöì ÑóÓõæáõ Çááøóåö -Õáì Çááå Úáíå æÓáã- Ãóäú ÃóÞõæãó Úóáóì ÈõÏúäöåö æóÃóäú ÃóÊóÕóÏøóÞó ÈöáóÍúãöåóÇ æóÌõáõæÏöåóÇ æóÃóÌöáøóÊöåóÇ æóÃóäú áÇó ÃõÚúØöìó ÇáúÌóÒøóÇÑó ãöäúåóÇ ÞóÇáó « äóÍúäõ äõÚúØöíåö ãöäú ÚöäúÏöäóÇ ».


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menyuruhku untuk mengurus unta-untanya dan agar aku mensedekahkan dagingnya, kulitnya dan pakaian yang dikenakannya, dan agar aku tidak memberikan kepada jagal darinya. ia berkata, 'Kami memberi upaha kepada jagal dari sisi kami.' (HR. Muslim)

Rasul-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –memerintahkan kepada Ali-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-supaya menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan pakaian yang dikenakannya, sebagaimana beliau telah menjadikannya sebagai sebuah bentuk pendekatan diri kepada Allah, maka tidak boleh menjual sedikitpun bagian darinya seperti wakaf [44]

Telah datang keterangan dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –bahwa beliau bersabda,


ãóäú ÈóÇÚó ÌöáúÏó ÃõÖúÍöíóÊóåõ ÝóáóÇ ÃõÖúÍöíóÉó áóåõ


Barang siapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tidak ada kurban baginya (yakni, tidak sah kurbannya). (HR. al-Hakim, ia berkata, Hadis shahih. Dan, diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi [45]
Dan, Syaikh al-Albani berkata, 'Hasan.' [46]
Al-Hafizh al-Mundziri mengatakan, 'Dan telah datang tidak hanya satu hadis dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- yang melarang menjual kulit hewan kurban [47]
Dan datang di dalam hadis dari Qatadah bin an-Nu'man-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


... áóÇ ÊóÈöíúÚõæúÇ áõÍõæúãó ÇáúåóÏúíö æóÇáúÃóÖóÇÍöí ¡ ÝóßõáõæúÇ æóÊóÕóÏøóÞõæúÇ æóÇÓúÊóãúÊóÚõæúÇ ÈöÌõáõæúÏöåóÇ æóáóÇ ÊóÈöíúÚõæúåóÇ ¡ æóÅöäú ÃõØúÚöãúÊõãú ãöäú áóÍúãöåóÇ ÝóßõáõæúÇ Åöäú ÔöÆúÊõãú


Janganlah kalian menjual daging hadyu dan kurban. Maka, makanlah, bersedekahlah dan nikmatilah kulitnya, janganlah kalian menjualnya, dan jika aku beri kalian makan dari dagingnya maka makanlah jika kalian mau (HR. Ahmad dan al-Haitsami menyebutkannya dan ia berkata : di dalam ash-Shahih terdapat ujung dari hadis tersebut. Diriwayatkan oleh Ahmad dan riwayat ini adalah mursal shahih sanadnya. [48]
Adapun pemanfaatan kulit hewan kurban dalam bentuk apa saja maka tidak mengapa. Hal tersebut ditunjukkan oleh apa yang datang dalam hadis 'Aisyah-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåóÇ-, ia berkata, "Sekelompok orang kampung mempercepat langkahnya dan segera menghadiri iedul adha di zaman Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Maka, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ÇÏøóÎöÑõæÇ ËóáÇóËðÇ Ëõãøó ÊóÕóÏøóÞõæÇ ÈöãóÇ ÈóÞöìó


Simpanlah oleh kalian (daging hewan kurban itu) hingga tiga hari. Setelah itu, sedekahkanlah yang masih tersisa.
Setelah hal itu berlalu, orang-orang mengatakan, 'Wahai Rasulullah ! Orang-orang memanfaatkan dari kurban itu, mereka mencairkan lemaknya dan darinya mereka membuat geriba. Maka, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáóãó – mengatakan, 'Ada apa dengan hal itu ?' Mereka berkata, "Engkau telah melarang memakan daging kurban setelah lewat tiga hari." Beliau bersabda, "Sesungguhnya saya melarang sekelompok orang yang datang terburu-buru, oleh karena itu makan, simpan dan bersedekahlah (HR. Muslim)
Di dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa kulit hewan kurban itu boleh dimanfaatkan, semisal untuk dibuat griba, dan lain sebagainya. Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -menetapkan apa yang mereka lakukan tersebut. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -tidak mengingkarinya.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :
Banyak mengambil faedah dari,“Al-Mufashshal Fii Ahkami al-Udhiyah”, karya : Dr. Hisamuddin ‘Afanah-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ ÊóÚóÇáóì - , 1/38, 90, 100 dan 144.

Catatan :
[1] Lihat, al-Istidzkar, 15/157, Tafsir al-Qurthubiy, 15/107-108, al-Majmu’, 8/425, al-Mughniy, 9/436, al-Furu’ 3/553, Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 26/304, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, 5/107
[2] Al-Mushannaf, 4/388
[3] Fathul Malik, 7/17-18
[4] Al-Mughniy, 9/436
[5] Al-Mughniy, 9/436, Tafsir al-Qurthubiy, 15/107, Mushannaf Abdurrazzaq, 4/385, al-Majmu’ 8/425, Fathul Malik, 7/18
[6] Al-Mughniy, 9/436
[7] Fathul Malik, 7/18
[8] Al-Majmu’, 8/425
[9] Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 26/304
[10] Al-Mughniy, 9/438, Al-Majmu’ 8/396, 398, Adz-Dzakhirah, 4/144, Al-Hawiy, 15/77
[11] Al-Hawiy, 15/77
[12] Syarh al-Kharsyi, 3/38, Adz-Dzakhirah, 4/143, Bidayatul Mujtahid, 1/348, Jami’ al-Ummahaat, hal. 229
[13] Adz-Dzakhirah, 4/144
[14] Hasyiyah Ibnu Abidin, 6/322, Bada-i’ ash-Shanaa-i’, 4/223
[15] Shahih al-Bukhari besama al-Fath, 3/17, Shahih Muslim bersama Syarh an-Nawawiy, 2/451
[16] Shahih Muslim bersama Syarh an-Nawawi, 2/452
[17] Al-Mughniy, 9/439
[18] Adz-Dzakhirah, 4/143
[19] Tafsir al-Qurthubiy, 15/107
[20] Ihkam al-Ahkam, 2/291
[21] Adhwa-u al-Bayan, 5/435
[22] Sunan Abu Dawud bersama syarahnya ‘Aunul Ma’bud, 8/300, Sunan al-Baihaqi 9/273, Dha’if al-Jami’ ash-Shaghir, hal. 424, Al-Muhalla, 6/32, Al-Mustadrak, 4/254
[23] Al-Majmu’, 8/399, dan lihat Sunan al-Baihaqi, 9/273
[24] Al-Fath ar-Rabbani, 13/86, Sunan al-Baihaqi, 9/272, Al-Mustadrak, 4/275, Majma’ az-Zawaid, 4/21, Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah, 4/174
[25] Sunan al-Baihaqi, 9/272
[26] Shahih al-Bukhari bersama al-Fath, 12/119, Shahih Muslim dengan syarah Nawawi, 5/103
[27] Lihat, Fathul Baari, 12/114
[28] Sunan at-Tirmidzi beserta syarahnya, 5/66-67, Sunan Abu Dawud beserta syarahnya Aunul Ma’bud, 7/352, Sunan an-Nasa-i, 7/221, Sunan Ibnu Majah, 2/1046
[29] Lihat, Fathul Baari, 12/106
[30] Fathul Baari, 12/13, Syarh Sunnah, 11/267, Al-Inshaf, 4/111, Kasysyaf al-Qana’ 3/29, Al-Furu’, 3/564, Tuhfatul Maudud, hal. 68
[31] Hasyiyah Ibnu Abidin, 6/326
[32] Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 8/244, Mushannaf Abdurrazzaq, 4/331, 333
[33] Tuhfatul Maudud, hal. 68
[34] Tashih al-Furu’, 3/564, Tuhfatul Maudud, hal. 69
[35] Syarh al-Kharsyi, 3/41, Adz-Dzakhirah, 4/166, al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, 4/256
[36] Tuhfatul Maudud, hal. 68
[37] Tashih al-Furu’, 3/565
[38] Tuhfatul Maudud, hal. 68, Ahkamul ‘Aqiqah, hal. 50
[39] Adz-Dzakhirah, 4/166, Hasyiyah al-‘Adawiy, 3/48
[40] Al-Mughniy, 9/450, Adz-Dzakhirah 4/156, Al-Majmu', 7/419-420, Al-Hawi, 15/119-120
[41] Bada-i' ash-Shana-'i, 4/225
[42] Al-Mughniy, 9/450
[43] Mu'jam Fiqh as-Salaf , 4/ 148]
[44] Al-Mughniy, 9/451
[45] Sunan al-Baihaqi, 9/294
[46] Shahih al-Jami' ash-Shaghir, 2/1055, Shahih at-Targhib Wa at-Tarhib, hal. 455
[47] At-Targhib Wa at-Tarhib, 2/156, dan lihat Shahih at-Targhib Wa at-Tarhib, hal. 455
[48] Al-Fath ar-Rabbaniy, 13/54

























Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=929