Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Hauqalah Saat Tertimpa Musibah

Jumat, 07 Januari 22
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh-semoga Allah menjaganya-berkata :

Segala puji bagi Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-Dzat yang telah membuka pintu-pintu rahmat-Nya untuk para hambaNya, mensyariatkan kepada mereka berupa perbuatan dan perkataan yang akan menyampaikan mereka kepada keridhaan-Nya dan Surga-Nya dan menjauhkan mereka dari kemurkaanNya dan kemarahanNya. Amma ba’du.

Sesungguhnya termasuk ibadah yang sangat agung dan sangat mulia kedudukannya adalah apa yang Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-syariatkan berupa dzikir dan doa yang datang di dalam kitab Allah -ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan di dalam sunnah yang shahih berupa ucapan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó -, di antaranya adalah ucapan “ áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö “(Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah).

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bersabda kepada Abu Musa al-Asy’ariy-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- tentang ungkapan kata ini, yakni, hauqalah.


«íóÇ ÚóÈúÏó Çááåö Èúäö ÞóíúÓò ÃóáóÇ ÃóÏõáøõßó Úóáóì ßóäúÒò ãöäú ßõäõæúÒö ÇáúÌóäøóÉö¿ áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö» ãõÊøóÝóÞñ Úóáóíúåö


Wahai Abdullah bin Qais ! Maukah kamu aku tunjukkan padamu sebuah harta simpanan di antara harta simpanan-harta simpanan Surga ? (Harta simpanan Surga tersebut adalah) áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö (Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah) (Muttafaq ‘Alaih)
Imam an-Nasai menambahkan, áóÇ ãóáúÌóÃó ãöäó Çááåö ÅöáøóÇ Åöáóíúåö (Tidak ada tempat meminta perlindungan dari Allah kelainkan kepadaNya).

Sesungguhnya Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – sebagaimana di dalam hadis-hadis yang shahih yang telah maklum adanya- sedemikian memotivasi pengikutnya agar memperbanyak mengucapkan ungkapan kata ini secara mutlak di semua waktu dan keadaan.[1]

Para ulama telah menyebutkan tentang makna ungkapan kata ini dengan beberapa pendapat yang memiliki makna yang berdekatan, di mana kesemuanya menunjukkan akan agungnya ungkapan kata ini, dan bahwasanya tidak ada kekuatan bagi seorang pun dari kalangan makhlukNya untuk menolak sebuah keburukan, tidak pula untuk mendapatkan suatu kebaikan, dan tidak ada pula kekuatan untuk mengubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lainnya kecuali dengan pertolongan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

Ungkapan kata ini merupakan kata yang global lagi menyeluruh cakupannya yang menunjukkan kesempurnaan tauhid dan penyandaran diri sepenuhnya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dalam semua urusan dan berlepas diri dari daya dan kekuatan.

Ungkapan kata ini teristimewakan dengan sifatnya bahwanya ungkapan kata ini merupakan harta simpanan dari harta simpanan-harta simpanan Surga. Karena itu, disyariatkan bagi seorang muslim mengucapkannya secara mutlak di semua waktu dan di semua keadaan.

Sementara itu, aku telah menelaah sebuah ungkapan sebagian saudara kita dari kalangan penuntut ilmu-semoga Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memberikan taufik kepada kita dan mereka untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dapat untuk beramal shaleh-di mana mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya termasuk kesalahan yang telah menyebar (di tengah-tengah khalayak) adalah perkataan sebagian orang saat tertimpa musibah, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö (Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah).

Dan, mereka memberikan alasannya bahwa kalimat ‘hauqalah’ ini merupakan bentuk isti’anah (meminta pertolongan) dan bahwa yang datang di dalam ayat dalam kasus seperti ini (saat tertimpa musibah) adalah ucapan,


ÅöäøóÇ áöáøóåö æóÅöäøóÇ Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæúäó


(sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali)
di mana kalimat inilah yang diakui sebagai kalimat istirja’ (yang disyariatkan untuk dikatakan ketika seseorang tertimpa musibah). Letak kesalahannya-menurut mereka-adalah bahwa seseorang mengucapkan ungkapan kata memohon pertolongan (yakni, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö) di tempat seseorang semestinya mengucapkan ungkapan kata istirja’ (yakni, ÅöäøóÇ áöáøóåö æóÅöäøóÇ Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæúäó ).

Tidak diragukan bahwa yang masyru’ (disyariatkan) bagi seorang Mukmin ketika tertimpa musibah adalah hendaknya ia mengucapkan : ÅöäøóÇ áöáøóåö æóÅöäøóÇ Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæúäó (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali) sebagaimana Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menunjukkan para hambaNya kepada hal tersebut di dalam firmanNya,


æóÈóÔøöÑö ÇáÕøóÇÈöÑöíäó (155) ÇáøóÐöíäó ÅöÐóÇ ÃóÕóÇÈóÊúåõãú ãõÕöíÈóÉñ ÞóÇáõæÇ ÅöäøóÇ áöáøóåö æóÅöäøóÇ Åöáóíúåö ÑóÇÌöÚõæäó (156) [ÇáÈÞÑÉ : 155 ¡ 156]


Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.
(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali) (al-Baqarah : 155-156)

Dan, hendaknya pula ia mengucapkan,


Çááóøåõãóø ÃÌõÑúäöí Ýöí ãõÕöíÈóÊöí¡ æóÃóÎúáöÝú áöí ÎóíúÑðÇ ãöäúåóÇ


Ya Allah ! berikanlah pahala kepadaku dan gantilah untukku dengan yang lebih baik (dari musibahku)
Seperti yang ditunjukkan oleh Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim (918)

Dan, seorang Muslim pun berhak untuk mengucapkan apa yang mudah baginya berupa doa-doa dan dzikir-dzikir ketika tertimpa musibah, di antaranya yang paling penting dan paling bermanfaat adalah ucapan, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö (Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah) (hauqalah) karena adanya kebutuhannya yang mendesak kepada apa yang terkandung di dalam ungkapan kata yang agung tersebut berupa berlepas diri dari daya dan kekuatan, perubahan dari kelemahan dan keluh kesah kepada kesabaran dan mengharap pahala dan ganjaran dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan kepada tertolaknya kesedihan musibah, hiruk pikuknya, kekalutan dan kepedihannya.

Dimaklumi bahwa makna-makna ini merupakan bagian dari makna-makna ungkapan kata ini yang sangat luas dan menyeluruh. Karena itu, seorang hamba sangat membutuhkan untuk mengucapkannya di setiap keadaan, di antaranya adalah pada saat turunnya musibah dan hal-hal yang boleh jadi akan memberikan tekanan pada jiwa seseorang untuk meminta bantuan dan pertolongan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-agar dapat memikul beban beratnya musibah yang menimpanya dan agar dapat bersabar dalam menghadapinya.

Disamping itu, ungkapan ini juga merupakan harta simpanan dari harta simpanan-harta simpanan Surga, seperti disebutkan dalam hadis yang telah lalu yang disepakati keshahihannya. Karenanya, tidak layak untuk memutlakan perkataan bahwa mengucapkan ungkapan kata ini áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö (Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah) ketika tertimpa musibah merupakan kesalahan dan bahwasanya hal itu bukan pada tempatnya. Bahkan, sesungguhnya ungkapan kata tersebut diucapkan selalu pada semua waktu dan pada semua keadaan baik karena adanya peristiwa tertentu ataupun tidak ada peristiwa tertentu karena adanya wasiat Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-untuk memperbanyak mengucapkan ungkapan kata tersebut secara mutlak sebagaimana telah dimaklumi.
Semoga Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menjadikan kita termasuk orang-orang yang memperbanyak mengucapkannya dengan penuh kejujuran, keikhlasan dan keyakinan. Termasuk pula menjadi orang-orang yang mengamalkannya sesuai dengan yang diridhai-Nya. Semoga pula Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-menjadikan ungkapan kata tersebut bermanfaat bagi kita di dunia dan di akhirat.

Sebagian orang yang mengatakan bahwa mengucapkan ungkapan kata ini ( áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö ) ketika tertimpa musibah merupakan kesalahan dan bahwa hal tersebut bukan pada tempatnya mengutip perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ – yang terdapat dalam Juz ke-10 dari al-Fatawa, hal. 686-687, di mana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ – berkata : Asy-Syubailiy berkata di hadapan al-Junaid : áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö , lalu al-Junaid berkata (kepada asy-Syubailiy) : perkataanmu ini merupakan bentuk kesempitan dada, dan kesempitan dada untuk meninggalkan keridhaan dengan ketetapan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ –berkata memberikan catatan terhadap ucapan al-Junaid tersebut, ‘Sesungguhnya ini termasuk sebaik-baik perkataan, al-Junaid - ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ - adalah pemimpin kelompoknya, termasuk orang yang paling bagus pengajarannya, paling bagus adabnya dan paling bagus dalam mengoreksi kesalahan di antara mereka, dan hal demikian itu karena ungkapan kata ini (yakni, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö) merupakan ungkapan kata untuk meminta pertolongan, bukan ungkapan kata istirja’, sementara banyak orang mengucapkannya ketika tertimpa musibah memposisikannya pada kedudukan istirja’, mengucapkannya sebagai bentuk keluh kesah bukan sebagai bentuk kesabaran. Maka, al-Junaid mengingkari asy-Syubailiy terkait dengan sebab munculnya perkataannya áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö tersebut, karena keluh kesah itu merupakan kondisi yang dapat meniadakan keridhaan (terhadap ketentuan Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-). Kalaulah saja asy-Syubailiy mengucapkan ungkapan kata tersebut sesuai dengan yang disyariatkan (yakni, bukan karena keluh kesah, namun sebagai bentuk kesabaran) niscaya al-Junaid tidak akan mengingkari apa yang dilakukan asy-Syubailiy tersebut. Selesai perkataan syaikhul Islam-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-.

Yang nampak dari perkataan syaikhul Islam bahwa kesalahan itu terletak pada pengucapan ungkapan kata tersebut ketika tertimpa musibah karena berkeluh kesah bukan sebagai bentuk kesabaran. Adapun barang siapa yang mengucapkannya untuk meminta pertolongan kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-agar mengubahnya dari rasa keluh kesah dan yang semisalnya kepada kesabaran dan mengharapkan pahala dan ganjaran dari Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan untuk menolak apa yang sering kali muncul akibat tertimpa musibah berupa kedukaan, kesusahan, kegundahan dan kesedihan; maka ucapan hauqalah (áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö ) seseorang dengan kondisi demikian ini adalah pada tempatnya dan selaras dengan apa yang disyariatkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan RasulNya berupa doa dan dzikir, dan tidak ada dalam perkataan syaikul Islam-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-tersebut sesuatu yang menunjukkan terlarangnya mengucapkan ungkapan kata tersebut (áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÜÇááåö) ketika tertimpa musibah. Bahkan, Ibnu Taimiyah-ÑóÍöãóåõ Çááåõ- mengatakan tentang ungkapan kata ini-sebagai awalan-seperti di dalam juz ke-10 dari fatwanya (hal.137) ketika memberikan wasiatnya secara umum kepada setiap Muslim setelah perkataannya yang lalu,
“Dan hendaknya pengusirnya adalah (ungkapan kata) áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö ÇáúÚóáöíøö ÇáúÚóÙöíúãö (Laa haula walaa quwwata illaa billahil ‘Aliyyil ‘Azhim, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah Dzat yang Maha Tinggi, Maha Agung). Karena sesungguhnya dengan (sebab) ungkapan kata tersebut niscaya beban-beban berat akan dapat dipikul dan kengeriaan akan dapat diredam dan terangkatnya berbagai keadaan bakal didapatkan.”

Konsekwensi ucapan beliau-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-ini adalah bahwa ungkapan kata ini diucapkan saat tertimpa musibah dan ketika meminta pertolongan untuk mendapatkan hal-hal yang diminta, dan bahwa ungkapan kata ini diucapkan pada semua keadaan, baik ada peristiwa tertentu maupun tidak.

Akan tetapi sebagian orang ketika menguatkan pendapatnya dengan menukil perkataan Syaikhul Islam-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-dalam kasus seperti ini, mereka menukil bagian awalnya, yaitu perkataan beliau,
“Dan yang demikian itu karena ungkapan kata ini (hauqalah, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö ) merupakan ungkapan kata isti’anah, meminta pertolongan, bukan ungkapan kata ‘istirja’”

Sementara mereka tidak menukil bagian akhirnya, yaitu, perkataan Syaikhul Islam-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-, “Dan banyak orang mengucapkannya (yakni, hauqalah, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö) saat tertimpa musibah ... dan mereka mengucapkannya sebagai bentuk keluh kesah bukan sebagai bentuk kesabaran.”

Dari sinilah muncul ketidak telitian dalam memahami perkataan syaikhul Islam-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-dalam tema ini.

Di samping itu, sesungguhnya perkataan al-Junaid kepada asy-Syubailiy ‘perkataanmu merupakan perkataan orang yang sempit dadanya...’ perkataan ini mengandung kritikan, karena hanya sekedar ucapannya, áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö saat tertimpa musibah tidaklah menunjukkan bahwa orang yang mengucapkannya dalam keadaan keluh kesah, tidak bersabar, kecuali jika nampak –bagi al-Junaid- keadaan asy-Syubailiy beberapa hal yang menunjukkan kepada hal itu. Semoga rahmat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dilimpahkan kepada semuanya.

Dan dengan demikian diketahuilah bahwa ucapan ungkapan kata yang agung ini (áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááåö) pada saat tertimpa musibah bukanlah merupakan kesalahan, berdasarkan keumuman dalil-dalil yang ada dan cakupan makna-maknanya, karena dalam keadaan tertimpa musibah seseorang membutuhkan kepada ‘istirja’ dan membutuhkan pula ‘isti’anah (meminta pertolongan), dan seseorang tidak mungkin tidak membutuhkan kepada kedua hal tersebut, sebagaimana telah lalu penjelasannya.

Semoga Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-memberikan taufik kepada kita semuanya untuk memahami agama-Nya secara mendalam dan mengetahui kebenaran dengan dalil-dalilnya dan tetap berdiri kokoh di atasnya. Sesungguhnya Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- Maha Dermawan dan Maha Mulia, tidak ada sesembahan yang berhak kita sembah selainNya.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarganya dan para sahabatnya semuanya.

Wallahu A’lam
(Redaksi)

Sumber :
Hukmu al-Hauqalah ‘Inda Hushuli al-Mushibah, Idhahun Wa Tanbihun, Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-'Abbad-semoga Allah menjaganya.

Catatan :
[1] Seperti sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ ÚóáóÈúåö æóÓóáøóãó-,


ÃóßúËöÑõæÇ ãöäú Þóæúáö áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááøóåö ÝóÅöäøóåóÇ ßóäúÒñ ãöäú ßõäõæÒö ÇáúÌóäøóÉö


Perbanyaklah oleh kalian ucapan áóÇ Íóæúáó æóáóÇ ÞõæøóÉó ÅöáøóÇ ÈöÇááøóåö (Laa haula walaa quwwata illaa billah, tidak ada daya dan kekuatan melainkan atas pertolongan Allah), karena sesungguhnya ungkapan kata tersebut merupakan sebuah harta simpanan dari harta simpanan-harta simpanan Surga. (HR. Ahmad di dalam al-Musnad, no. 8406)-Pent.


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=955