Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Zakat Fithri

Jumat, 29 April 22

Alhamdulillah.

Saudara-saudaraku, sesungguhnya bulan ini akan segera pergi meninggalkan kalian, tidak tersisa darinya kecuali beberapa waktu yang singkat. Barang siapa yang berbuat baik di dalamnya hendaklah ia memuji Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan meminta pengabulan-Nya, dan barang siapa yang berbuat jelek, hendaklah ia bertaubat kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-dan meminta udzur dari kelalaiannya. Udzur sebelum kematian itu akan diterima.

Saudara-saudaraku, sesungguhnya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mensyariatkan di penghujung bulan Ramadhan untuk menunaikan zakat fithri sebelum pelaksanaan shalat ‘ied, sebagai penutup bulan ini.
Dalam majelis ini, kita akan membicarakan tentang hukum, hikmah, jenis, ukuran, waktu kewajiban, dan cara menunaikan zakat fithri.

Hukum Zakat Fithri
Tentang hukumnya, zakat fithri adalah suatu kewajiban yang telah ditetapkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –kepada kaum Muslimin. Perlu diingat bahwa perkara-perkara yang diwajibkan atau diperintahkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó –, maka hukumnya adalah sama dengan yang diperintahkan atau diwajibkan oleh Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.
Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


ãóäú íõØöÚö ÇáÑøóÓõæáó ÝóÞóÏú ÃóØóÇÚó Çááøóåó æóãóäú Êóæóáøóì ÝóãóÇ ÃóÑúÓóáúäóÇßó Úóáóíúåöãú ÍóÝöíÙðÇ [ÇáäÓÇÁ : 80]


Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (Qs. an-Nisa : 80)


æóãóÇ ÂÊóÇßõãõ ÇáÑøóÓõæáõ ÝóÎõÐõæåõ æóãóÇ äóåóÇßõãú Úóäúåõ ÝóÇäúÊóåõæÇ [ÇáÍÔÑ : 7]


Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah (Qs. al-Hasyr : 7)

Zakat fithri itu diwajibkan kepada orang tua, anak-anak, pria, wanita, orang merdeka, dan budak, dari kalangan kaum Muslimin. Abdullah bin Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-berkata,


ÝóÑóÖó ÑóÓõæáõ Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÒóßóÇÉó ÇáúÝöØúÑö ÕóÇÚðÇ ãöäú ÊóãúÑò Ãóæú ÕóÇÚðÇ ãöäú ÔóÚöíÑò Úóáóì ÇáúÚóÈúÏö æóÇáúÍõÑøö æóÇáÐøóßóÑö æóÇáúÃõäúËóì æóÇáÕøóÛöíÑö æóÇáúßóÈöíÑö ãöäú ÇáúãõÓúáöãöíäó


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan sebesar satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas hamba, orang merdeka, pria, wanita, anak-anak, dan orang tua, dari kalangan Muslimin (Muttafaq ‘Alaih)

Adapun janin dalam kandungan, ia tidak terkena kewajiban zakat fithri, namun jika ada yang mau membayarkan zakat fithri untuknya, maka tidak mengapa. Dahulu, Utsman bin Affan-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ –mengeluarkan zakat fithri atas janin dalam kandungan.

Zakat fithri ini wajib atas tiap individu, dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya, seperti istri atau kerabat yang tidak bisa menunaikan zakat fithri. Jika mereka mampu, sebaiknya mereka mengeluarkannya atas nama diri mereka sendiri, karena pada asalnya masing-masing mereka terkena perintah untuk menunaikannya.

Orang yang tidak mempunyai kelebihan harta untuk menafkahi kebutuhannya pada pagi hari hingga malam hari raya itu tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithri. Jika kelebihan harta yang ia miliki kurang dari satu sha’, maka ia tetap mengeluarkannya sesuai kemampuannya. Dasarnya adalah firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-,


ÝóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú [ÇáÊÛÇÈä : 16]


Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (Qs. at-Taghabun : 16)
Serta sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


æóÅöÐóÇ ÃóãóÑúÊõßõãú ÈöÃóãúÑò ÝóÃúÊõæÇ ãöäúåõ ãóÇ ÇÓúÊóØóÚúÊõãú


Jika aku memerintahkan suatu perkara kepada kalian, maka lakukanlah semampu kalian (Muttafaq ‘Alaih)

Hikmah Zakat Fithri
Mengenai hikmahnya, maka sangat jelas. Ia merupakan bentuk perbuatan baik kepada fakir miskin, sekaligus mencegah mereka dari meminta-minta di hari raya agar mereka bergembira dan bersenang-senang bersama-sama orang-orang kaya, sehingga kebahagiaan hari raya itu dapat dirasakan oleh semua kalangan.

Hikmah lainnya, ia menimbulkan sifat kedermawanan dan kasih sayang, sekaligus mensucikan orang yang berpuasa dari dosa, kekurangan, dan kesia-siaan. Ia juga merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, berupa kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadhan, menghidupkannya dengan mendirikan shalat, dan kemudahan untuk melakukan amal-amal shalih lainnya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-berkata,


ÝóÑóÖó ÑóÓõæáõ Çááøóåö -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ÒóßóÇÉó ÇáúÝöØúÑö ØõåúÑóÉð áöáÕøóÇÆöãö ãöäó ÇááøóÛúæö æóÇáÑøóÝóËö æóØõÚúãóÉð áöáúãóÓóÇßöíäö ãóäú ÃóÏøóÇåóÇ ÞóÈúáó ÇáÕøóáÇóÉö Ýóåöìó ÒóßóÇÉñ ãóÞúÈõæáóÉñ æóãóäú ÃóÏøóÇåóÇ ÈóÚúÏó ÇáÕøóáÇóÉö Ýóåöìó ÕóÏóÞóÉñ ãöäó ÇáÕøóÏóÞóÇÊö


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘ied, maka ia merupakan zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya setelah shalat ‘ied, maka ia termasuk sedekah (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Benda yang Dijadikan Zakat Fithri
Benda yang dijadikan zakat fithri adalah berupa makanan manusia, baik itu kurma, gandum, beras, kismis, keju, dan sebagainya. Disebutkan dalam shahihain, dari Ibnu Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ- ia berkata :


ÝóÑóÖó ÑóÓõæúáõ Çááåö Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó ÒóßóÇÉó ÇáúÝöØúÑö ãöäú ÑóãóÖóÇäó Úóáóì ÇáäøóÇÓö ÕóÇÚðÇ ãöäú ÊóãúÑò Ãóæú ÕóÇÚðÇ ãöäú ÔóÚöíÑò


Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.

Pada waktu itu, gandum merupakan makanan pokok mereka, sebagaimana diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudriy-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-,dia berkata,


ßõäøóÇ äõÎúÑöÌõ Ýöí ÚóåúÏö ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÕóÇÚðÇ ãöäú ØóÚóÇãò æóßóÇäó ØóÚóÇãóäóÇ ÇáÔøóÚöíÑõ æóÇáÒøóÈöíÈõ æóÇáúÃóÞöØõ æóÇáÊøóãúÑõ


Dahulu, di zaman Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-kami mengeluarkan satu sha’ makanan ketika hari raya. Pada saat itu yang menjadi makanan kami adalah gandum, kismis, keju, dan kurma (HR. al-Bukhari)

Pemberian makanan kepada binatang ternak tidak mampu menggantikan posisi zakat fithri. Sebab, sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memerintahkan untuk memberi makan kepada orang miskin, dan bukan binatang ternak.

Pakaian, tempat tidur, bejana, perabot rumah tangga, serta benda-benda lainnya selain makanan tidak dapat digunakan untuk membayar zakat fithri. Sebab Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mewajibkan pembayaran zakat fithri dengan makanan, dan ketentuan Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak boleh dilanggar.

Bolehkah membayar zakat fithri dengan uang ?
Juga tidak dibolehkan untuk mengganti makanan dengan uang seharga makanan, karena ini menyelisihi perintah Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-.
Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda,


ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏøñ


Barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk dari ajaran kami, maka ia tertolak.
Disebutkan dalam riwayat lain :


ãóäú ÃóÍúÏóËó Ýöì ÃóãúÑöäóÇ åóÐóÇ ãóÇ áóíúÓó ãöäúåõ Ýóåõæó ÑóÏøñ


Barang siapa yang mengada-adakan di dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya, maka ia tertolak (HR. Muslim)

Alasan lainnya, pembayaran zakat fithri dengan uang yang senilai makanan itu menyelisihi amalan Sahabat-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, di mana mereka menunaikannya dengan satu sha’ makanan. Padahal Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – bersabda,


Úóáóíúßõãú ÈöÓõäøóÊöí æóÓõäøóÉö ÇáúÎõáóÝóÇÁö ÇáÑøóÇÔöÏöíúäó ÇáúãóåúÏöíøöíúäó ãöäú ÈóÚúÏöí


Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa-ur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku.

Selanjutnya, zakat fithri itu merupakan ibadah yang diwajibkan dari suatu jenis tertentu. Oleh sebab itu, posisi jenis barang yang dijadikan sebagai alat pembayaran zakat fithri tidak dapat digantikan, sebagaimana waktu pelaksanaannya juga tidak dapat tergantikan.

Alasan berikutnya, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó – menentukan pembayarannya berbagai jenis makanan yang berbeda, maka kemungkinan harganya juga berbeda-beda. Seandainya harga itu menjadi patokan, tentunya pembayarannya akan dilakukan dengan satu sha’ jenis makanan tertentu, atau apa-apa yang harganya setara dengannya.

Di samping itu, pembayaran zakat fithri dengan harga juga akan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi, dari syariat yang tampak menjadi sedekah yang tersembunyi. Hal ini berbeda dengan pembayaran yang dilakukan dengan satu sha’ makanan, di mana ia tampak dan dikenal oleh kaum Muslimin, baik oleh anak-anak maupun orang tua. Penimbangan dan pembagiannya disaksikan oleh mereka, di mana satu sama lain akan saling mengetahui. Adapun pembayaran dengan dirham (atau jenis mata uang lainnya), maka seseorang dapat mengeluarkannya secara tersembunyi dan hanya diketahui oleh si penerima.

Takaran (Kadar) Zakat Fithri
Takaran zakat fithri adalah satu sha’ Nabawi. Beratnya mencapai 480 mitsqal, atau 2,04 kg dari gandum yang berkualitas baik. Sebab, berat satu mitsqal itu setara dengan 4,25 gram, sehingga 480 mitsqal itu sama dengan 2.040 gram. Jika seseorang ingin mengetahui seberapa besar sha’ Nabawi, dia meletakkan 2.040 gram gandum yang berkualitas baik untuk memenuhi suatu wadah tertentu, kemudian wadah tersebut dijadikan sarana untuk melakukan takaran.

Waktu Kewajiban Membayar Zakat Fithri
Sesorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri pada saat terbenamnya matahari di malam hari raya. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat fithri, demikian pula sebaliknya. Misalnya, jika dia meninggal sebelum terbenamnya matahari, meskipun hanya dalam hitungan menit, maka dia tidak terkena kewajiban membayar zakat fithri. Namun, jika ia meninggal setelah terbenamnya matahari, meskipun hanya dalam hitungan menit, maka wajib untuk mengeluarkan zakat fithri darinya.

Contoh lain, sekiranya ada bayi yang terlahir sesudah terbenamnya matahari, meskipun hanya dalam hitungan menit, maka tidak wajib untuk dikeluarkan zakat fithri darinya, akan tetapi tetap disunnahkan, sebagaimana penjelasan yang telah lalu. Namun, jika terlahir sebelum terbenamnya matahari, meskipun dalam hitungan menit, maka zakat fithri wajib untuk dikeluarkan darinya.

Sebab penentuan waktu wajib zakat fithri pada saat terbenamnya matahari malam hari raya adalah karena ia merupakan saat berbuka dari puasa Ramadhan, di mana zakat tersebut di-idhafah-kan (disandarkan) kepada waktu berbuka. Oleh sebab itulah disebut zakat fithri (berbuka) dari Ramadhan. Maka dari itu, hukumnya juga disandarkan kepada waktu tersebut.

Waktu Pembayaran Zakat Fithri
Tentang waktu pembayarannya, maka terdiri dari dua bagian : waktu yang utama dan waktu yang dibolehkan. Waktu utamanya adalah ketika Subuh hari raya, sebelum didirikannya shalat ‘Ied.

Dasarnya adalah hadis yang tercantum dalam Shahih al-Bukhari, dari Abu Sa’id al-Khudriy-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-, ia berkata :


ßõäøóÇ äõÎúÑöÌõ Ýöí ÚóåúÏö ÑóÓõæáö Çááøóåö Õóáøóì Çááøóåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó íóæúãó ÇáúÝöØúÑö ÕóÇÚðÇ ãöäú ØóÚóÇãò


Dahulu, di zaman Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-kami mengeluarkan satu sha’ makanan ketika hari raya... (HR. al-Bukhari)
Diriwayatkan juga dari Ibnu Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ- :


Ãóäøó ÑóÓõæáó Çááøóåö -Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ÃóãóÑó ÈöÒóßóÇÉö ÇáúÝöØúÑö Ãóäú ÊõÄóÏøóì ÞóÈúáó ÎõÑõæÌö ÇáäøóÇÓö Åöáóì ÇáÕøóáÇóÉö.


Bahwa Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-memerintahkan pembayaran zakat fithri sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘Ied (HR. Muslim, dan selainnya)

Oleh sebab itu, yang lebih utama adalah menunda pelaksanaan shalat ‘ied agar waktu menunaikan zakat fithri itu menjadi lebih panjang.
Adapun bagian kedua, yaitu waktu yang dibolehkan, maka satu atau dua hari sebelum hari raya.

Disebutkan dalam shahih al-Bukhari, dari Nafi’, ia berkata : Dahulu Ibnu Umar-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-mengeluarkan zakat fithri atas anak kecil, orang tua, bahkan anak-anakku. Beliau-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ- memberikannya kepada orang-orang yang menerimanya. Mereka diberi satu atau dua hari sebelum hari raya.”

Pembayaran tidak boleh ditunda setelah pelaksanaan shalat ‘ied. Jika ditunda tanpa udzur, maka zakat fithrinya tidak diterima, karena telah menyelisihi perintah Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Sebelum ini telah disebutkan hadis Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ ÚóäúåõãóÇ-, bahwa barang siapa menunaikannya sebelum shalat ‘ied, maka ia termasuk zakat yang diterima, sedangkan jika ditunaikan sesudah shalat ‘ied, maka ia hanya termasuk sedekah. Namun, jika penundaan itu terjadi karena adanya udzur, maka tidak mengapa. Misalnya, ia berhari raya di suatu tempat yang tidak memungkinkannya untuk membayar zakat fithri, atau ia tidak menemukan orang yang menerima zakat tersebut, atau kabar tentang hari raya itu diketahui secara mendadak, sehingga ia tidak mampu mengeluarkannya kecuali setelah pelaksanaan shalat, atau ia menyandarkan pembayarannya kepada pihak tertentu, kemudian pihak yang diberi amanah tersebut lupa. Dalam kondisi-kondisi seperti ini tidak mengapa jika zakat fithri itu dibayarkan setelah pelaksanaan shalat ‘ied, karena pelakunya memiliki udzur.

Seharusnya, zakat fithri itu sudah sampai ke tangan orang yang berhak menerima atau wakilnya sebelum pelaksanaan shalat ‘ied. Ini merupakan suatu kewajiban. Jika zakat fithri diniatkan untuk pihak tertentu, namun ia tidak menjumpainya, dan juga tidak menjumpai wakilnya, padahal waktunya telah tiba, maka zakat itu harus dialihkan kepada orang lain yang juga berhak menerimanya agar zakat tersebut tidak ditunaikan di luar waktunya.

Tempat Pembayaran Zakat Fithri
Tentang tempat pembayarannya, zakat fithri itu diberikan kepada orang-orang fakir yang ada di tempat sewaktu ia terkena kewajiban zakat itu. Tidak dibedakan antara dia sedang bermukim di tempat tersebut atau pun sebenarnya dia tengah bermukim di tempat lain dari negeri-negeri kaum Muslimin, terlebih lagi jika ia tengah berada di tempat yang memiliki keutamaan, seperti Makkah dan Madinah, atau tempat-tempat yang kaum fakirnya lebih membutuhkan. Apabila dia berada dalam suatu negeri yang tidak memiliki orang yang berhak menerima zakat fithri, atau dia tidak mengetahui pihak-pihak yang berhak menerimanya, maka dia mewakilkan orang lain untuk membayarkan zakat fithrinya di tempat lain yang di dalamnya terdapat pihak yang berhak menerima zakat ini.

Penerima Zakat Fithri
Kalangan yang berhak menerima zakat fithri adalah orang-orang fakir dan orang-orang berhutang yang tidak mampu melunasi hutangnya. Mereka mendapatkan bagian dari zakat ini sesuai kebutuhan mereka. Dalam hal ini, zakat fithri seseorang itu boleh dibagikan kepada beberapa orang miskin. Sebaliknya, zakat fithri yang dibayarkan oleh sekelompok orang itu juga boleh dibagikan kepada satu orang miskin. Sebab, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menentukan besar zakat fithri dan tidak menentukan jumlah orang yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, apabila sekelompok orang mengumpulkan zakat fithri mereka di suatu bejana, sesudah mereka menimbangnya, kemudian memindahkan sebagian isi bejana tersebut ke tempat lain, lalu memberikannya kepada seorang fakir, maka hal ini tidak mengapa. Namun, mereka seharusnya memberi tahu si fakir tadi bahwa mereka tidak mengetahui besar takaran yang diberikan kepadanya, agar si fakir tidak melakukan kesalahan, yaitu dengan menggunakan apa yang tadi diterimanya untuk pembayaran zakat fithri dirinya. Padahal ia tidak mengetahui takaran yang ia terima. Si fakir tadi boleh mengeluarkan zakat fithrinya, atau zakat fithri keluarganya dengan zakat fithri yang diterimanya, jika dia telah menimbangnya kembali, atau dia telah diberitahu oleh orang yang terpercaya bahwa zakat fithri yang diterimanya itu sama atau lebih dari batasan minimal yang harus ia bayarkan.

Ya Allah, berilah taufik kepada kami untuk melaksanakan ketaatan kepada-Mu menurut tata cara yang membuat-Mu ridha kepada kami, sucikanlah segala perkataan dan perbuatan kami, serta bersihkanlah kami dari kejelekan ‘aqidah, perkataan, dan amalan. Sesungguhnya Engkau Mahapemurah lagi Mahapemberi.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, beserta seluruh keluarga dan para Sahabatnya.

Wallahu A’lam

(Redaksi)

Sumber :
Majalis Syahri Ramadhan, al-Majlis 28 : Fii Zakati al-Fithri, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 207-213





Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=972