Artikel : Bulein Annur - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Haji Wada’ dan Pelajarannya

Jumat, 24 Juni 22

Pada tahun ke-9 H, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mengutus Abu Bakar untuk memimpin haji bagi kaum muslimin. Sedangkan orang-orang musyrik tetap berada pada rumah-rumah mereka dan tidak dapat mencegah orang-orang untuk mengunjungi Ka’bah. Namun, ada juga di antara mereka yang terikat dengan perjanjian sampai waktu yang disepakati.

Ketika Abu Bakar keluar bersama kaum Muslimin, Allah menurunkan awal surat at-Taubah,


ÈóÑóÇÁóÉñ ãöäó Çááøóåö æóÑóÓõæáöåö Åöáóì ÇáøóÐöíäó ÚóÇåóÏúÊõãú ãöäó ÇáúãõÔúÑößöíäó [ÇáÊæÈÉ : 1]


“(Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka).(at-Taubah : 1) “ hingga,


áöíõÙúåöÑóåõ Úóáóì ÇáÏøöíäö ßõáøöåö æóáóæú ßóÑöåó ÇáúãõÔúÑößõæäó [ÇáÊæÈÉ : 33]


“...untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (at-Taubah : 33)

Kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-mengutus Ali untuk menyusul Abu Bakar. Ali juga menyampaikan surat At-Taubah tersebut kepada kaum musyrikin sebagai wakil Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-karena ia adalah anak dari paman beliau.

Ketika Ali bertemu Abu Bakar, ia bertanya, “Apakah kamu sebagai pemimpin atau yang dipimpin ?” Ali menjawab, “Sebagai yang dipimpin.” Kemudian Abu Bakar pun memimpin kaum Muslimin dalam pelaksakaan haji hingga hari penyembelihan. Kemudian Ali berdiri dan lalu mengumumkan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dan memberikan waktu selama empat bulan sejak diumumkan agar orang-orang dapat mencari tempat yang aman dan kembali ke negeri mereka masing-masing. Kemudian tidak berlaku lagi segala perjanjian atau kesepakatan bagi orang musyrik atau kafir dzimmi, kecuali mereka yang masih terikat perjanjian dengan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- hingga berakhir masanya. Setelah tahun ini, tidak boleh lagi orang musyrik melakukan haji dan thawaf dengan telanjang. Setelah itu, kedua sahabat tersebut kembali lagi bergabung bersama Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- [1]

Ini adalah sebagai permulaan untuk pelaksanaan hajinya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- pada tahun ke-10 H, yaitu pada bulan Dzul Qa’dah, beliau bersiap-siap untuk melaksanakan haji, maka berdatanganlah orang-orang ke Madinah dalam jumlah yang sangat banyak. Semuanya ingin melaksanakan haji bersamanya dan mengerjakan seperti yang dikerjakan beliau [2]

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berangkat lima hari menjelang berakhirnya Dzulqa’dah, kemudian beliau melaksanakan ihram untuk haji dan umrah di Dzulhulaifah, lalu melanjutkan perjalanannya hingga mendekati Makkah. Beliau bermalam di Dzi Thuwa setelah melakukan perjalanan selama delapan hari dengan disertai oleh 100.000 kaum muslimin.

Beliau memasuki Masjidil Haram lalu thawaf dan sa’i, tetapi tidak bertahallul karena beliau melaksanakan haji Qiran. Beliau memerintahkan shahabat yang tidak membawa hadyu (hewan qurban sebagai dam) untuk bertahallul dari ihramnya dan menjadikan manasiknya sebagai umrah saja. Para sahabat ragu-ragu, kemudian Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersabda, “Seandainya aku sudah menghadapi urusanku, aku tidak akan meninggalkannya. Seandainya aku tidak membawa hewan qurban, pasti aku bertahallul.” Maka bertahallullah orang-orang yang tidak membawa hadyu dari kalangan shahabat.

Pada hari kedelapan bulan Dzulhijah, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- menuju mina. Beliau shalat Zhuhur, Ashar, maghrib, dan Isya, serta bermalam di sana. Pagi harinya, beliau berangkat ke Arafah untuk melaksanakan wuquf lalu berkhutbah di sana.

Di antara isi khutbah beliau adalah “Sesungguhnya darah dan harta kalian haram (suci, tidak boleh diganggu) atas kalian sebagaimana haramnya (sucinya) hari dan bulan kalian pada saat ini dan seperti (sucinya) negeri kalian ini. Ketahuilah ! Bahwasanya semua tradisi jahiliyah tidak berlaku lagi, darah-darah (dendam) jahiliyah juga tidak berlaku lagi, darah pertama yang aku batalkan dari darah-darah kita adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Haris yang dibesarkan di Bani Sa’ad lalu dibunuh kabilah Hudzail. Riba jahiliyah juga tidak berlaku lagi. Riba pertama yang aku batalkan adalah riba Al-Abbas bin Abdul Muththalib, semuanya dihapus dan tidak berlaku lagi.

Bertakwalah kalian dalam menghadapi wanita. Sesungguhnya kalian mengambil mereka dengan amanah Allah dan kalian menghalalkan kemaluannya dengan kalimatullah. Kalian berhak meminta kepada mereka untuk tidak menyentuh tempat tidur kalian, siapa pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Kalian berkewajiban memenuhi makan dan pakaian mereka secara ma’ruf. Sungguh aku tinggalkan untuk kalian yang tidak akan membuat kalian tersesat apabila kalian berpegang teguh dengannya yaitu kitabullah.” [3]
Beliau juga memerintahkan untuk selalu mendengar dan taat kepada para pemimpin [4]

Setelah beliau menyampaikan khutbahnya, turunlah firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì -,


Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí æóÑóÖöíÊõ áóßõãõ ÇáúÅöÓúáóÇãó ÏöíäðÇ [ÇáãÇÆÏÉ : 3]


Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku sempurnakan untukmu nikmatKu serta Aku ridha Islam sebagai agamamu. (al-Maidah : 3) [5]

Beliau wukuf di Arafah hingga terbenamnya matahari lalu kemudian mabit (bermalam) di Muzdzalifah, lalu melanjutkan manasik hajinya seraya berkata, “Hendaklah kalian mengambil dariku manasik kalian. Sesungguhnya aku tidak mengetahui, bisa jadi aku tidak dapat lagi melaksanakan haji setelah hajiku tahun ini [6]

Dari Ibnu Abbas-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-berkata, bersabda Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- saat berada di Aqabah pada pagi hari, “Ambilkanlah untukku batu-batu kerikil.” Kemudian aku pun memungut tujuh buah kerikil sebesar kacang tanah untuknya, lalu beliau meniup batu kerikil yang ada di tangannya seraya berkata, “Batu seperti inilah yang kalian gunakan untuk melontar.” Lalu beliau melanjutkan, “Wahai manusia, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam beragama, sesungguhnya kehancuran yang menimpa umat terdahulu disebabkan sikap berlebihan dalam beragama.” [7]

Umar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya seraya berkata, “Sungguh aku mengetahui kamu adalah batu yang tidak dapat menimbulkan mudharat dan memberikan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak menciummu.” [8]

Dari Abdullah bin Umar-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ-bahwa Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berdiri saat melaksanakan Haji Wada’. Orang-orang pun bertanya kepadanya. Ada seorang yang bertanya, “Aku tidak sadar, mencukur sebelum aku menyembelih.” Beliau menjawab, “Lakukan saja, tidak apa-apa!” Yang lain bertanya, “Aku tidak sadar, menyembelih sebelum melontar.” Beliau menjawab, “Lakukan saja, tidak apa-apa!” Tidak ada pertanyaan pada hari itu tentang sesuatu apakah mendahulukan suatu pekerjaan atau menundanya, beliau selalu menjawab, “Lakukan saja tidak apa-apa! [9]

Dari Abu Hurairah-ÑóÖöíó Çááåõ Úóäúåõ- berkata, bersabda Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, “Ya Allah ! Ampunilah orang-orang yang mencukur plontos kepalanya.” Shahabat berkata, “Apakah termasuk orang-orang yang mencukur pendek rambutnya ?” Beliau berkata lagi, “Ya Allah ! Ampunilah orang-orang yang mencukur plontos kepalanya.” Shahabat berkata lagi. “Apakah termasuk orang-orang yang mencukur pendek rambutnya.” Beliau mengulang perkataannya hingga tiga kali baru kemudian beliau bersabda, “Dan juga bagi orang-orang yang mencukur pendek rambutnya.” [10]

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkhutbah pada hari Qurban (10 Dzulhijjah). Pada akhir khutbahnya, beliau bersabda, “Bukankah telah aku sampaikan? “ Para shahabat menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Ya Allah saksikanlah. Hendaknya yang menyaksikan menyampaikan kepada kepada orang yang tidak hadir. Sebab, terkadang orang yang dikabarkan lebih mengerti daripada orang yang mendengar. Janganlah kalian kembali menjadi kafir setelah sepeninggalku dengan cara saling bunuh di antara kalian. [11]

Ketika Aisyah mengadu kepada Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- karena orang-orang kembali dari melaksanakan haji dan umrah, sedangkan ia hanya melaksanakan haji saja karena haid, lalu Rasulullah memerintahkan saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, untuk mengantarkannya ke Tan’im. Lalu Aisyah melaksanakan Umrah, Rasulullah bersabda, “Inilah tempat umrah kamu.” [12]

Setelah selesai melaksanakan melontar jumrah selama hari tasyrik, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- berangkat dari mina dan tinggal di Khaifa, antara Kinanah dan Abthah, selama sisa waktu siang hingga malamnya. Di sana beliau melaksanakan shalat Zhuhur, Asar, Maghrib, dan Isya, kemudian beliau tidur sejenak di Mahshab. Kemudian beliau menunggang kendaraannya menuju Baitullah dan melaksankan thawaf di sana [13]
Beliau melakukan thwaf Wada’, setelah selesai melaksanakan segenap manasiknya, beliu pun kembali ke Madinah Munawarah [14]

Dari Zaid bin Arqam, Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-pernah menyampaikan khutbah kepada kami di dekat sumur yang bernama Khuma yang terletak antara Mekah dan Madinah. Beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya kemudian bersabda, “Amma ba’du. Ketahuilah wahai manusia, aku hanyalah manusia yang diutus oleh Tuhanku, lalu aku pun menyambutnya. Aku pun telah meninggalkan untuk kalian dua pusaka. Pertama adalah kitabullah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah dan berpegang teguhlah dengannya.”

Beliau memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk berpegang teguh padanya dan menganjurkan untuk mencintainya. Kemudian beliau menambahkan, “Dan keluargaku, aku ingatkan kalian dengan nama Allah tentang keluargaku (ahlu bait). Aku ingatkan kalian dengan nama Allah tentang keluargaku. Aku ingatkan kalian dengan nama Allah tentang keluargaku. “ Hushain berkata kepadanya, “Siapakah yang termasuk keluarganya ?” Zaid menjawab, “Istri-istrinya termasuk keluarganya, tetpi keluarganya adalah mereka yang diharamkan untuk menerima sedekah (zakat).” Ia bertanya lagi, “Siapakah mereka itu ?” Zaid menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.” Orang itu bertanya lagi, “Apakah diharamkan bagi mereka sedekah itu ?” Zaid menjawab, “Ya!” [15]

Pelajaran
Pelajaran yang dapat dipetik dari Haji Wada’ antara lain, yaitu,
1. Ditunjuknya Abu Bakar sebagai amir haji oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- adalah bukti yang jelas tentang keutamaannya.

2. Begitu juga tentang Ali yang ditugaskan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- untuk menyusul Abu Bakar agar menyampaikan pesan beliu kepada Abu Bakar adalah sebagai bukti tentang keutamaannya.

3. Hajinya Abu Bakar dan penyampaian pesan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melalui Ali adalah sebagai pengantar bagi hajinya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Tujuannya adalah membersihkan Mekah dari Kemusyrikan sehingga ketika Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melaksanakan haji, tidak ada lagi kemusyrikan.

4. Penyampaian tentang berlepasnya Allah dan Rasul-Nya dari orang-orang Musyrik yang disampaikan oleh Ali dengan tujuan untuk membersihkan Mekah dari kaum Musyrikin. Sehingga ketika Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melaksanakan haji Wada’, beliau tidak memerintahkan Ali sekali lagi untuk mengulangi perintah tersebut.

5. Penjelasan tentang komitmen perjanjian antara Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dengan kaum musyrikin. Bahwa barang siapa yang terkait dengan perjanjian, maka hal tersebut berlaku sampai batas waktunya. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah memerintahkan agar memegang teguh sebuah janji. Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


æóÃóæúÝõæÇ ÈöÇáúÚóåúÏö Åöäøó ÇáúÚóåúÏó ßóÇäó ãóÓúÆõæáðÇ [ÇáÅÓÑÇÁ : 34]


“Dan tunaikanlah janji. Sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (Qs. al-Isra : 34)

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-adalah sebaik-baik manusia yang melaksanakan perintah Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- dan mengamalkannya. Beliau juga pernah bersabda tentang sifat-sifat orang munafik, di antaranya, “Apabila berjanji, ia khianat.” [16]

6. Menjelaskan tentang mengajar dengan memberikan keteladanan (contoh). Di antara hikmah keluarnya Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dalam melaksanakan ibadah haji adalah mengajarkan manusia tentang manasik haji secara praktis, yang dipraktikkan langsung oleh Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- di hadapan mereka. Sebagaimana sabdanya, “Ambillah tata cara haji dariku.” Kaum muslimin pun melaksanakan sama seperti apa yang dilaksanakan oleh beliau.

7. Menjelaskan tentang semangat para sahabat untuk meneladani dan mencontoh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Yaitu telah berkumpul seratus ribu orang muslim dan semuanya ingin mencontoh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dalam melaksanakan manasik haji.

8. Metode bertahap yang dilakukan oleh Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- bersama para sahabatnya dalam menghapus apa yang dalam hati mereka tentang tradisi jahiliyah yang mengharamkan umrah pada bulan-bulan haji [17] Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- memerintahkan mereka untuk mengganti haji dengan umrah adalah masalah pilihan. Kemudian beliau menegaskan dengan sabdanya, “Seandainya aku telah menyelesaikan urusanku, aku tidak balik untuk menggiring (mengambil) hadyu” dan perintah beliau tersebut mengikat bagi mereka yang tidak membawa hadyu.

9. Khutbah Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- di Arafah menjelaskan betapa besarnya hak seorang muslim. Darah (nyawa), harta, dan kehormatannya terjaga dan dilindungi, serta tidak seorang pun yang boleh mengganggunya sedikit pun.


10. Sabda beliau, “ Ketahuilah bahwa semua tradisi jahiliyah tidak berlaku lagi.” Hal ini menunjukkan tentang keharusan untuk meninggalkan tradisi orang-orang musyrik dan tradisi jahiliyah. Selain itu, datangnya Islam merupakan suatu upaya untuk menghapus tradisi-tradisi tersebut.

11. Menjelaskan tentang pengharaman riba. Seorang da’i harus memulai dari diri dan keluarganya dalam meninggalkan segala bentuk kemunkaran.


12. Perintah untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin, sebagaimana sabda beliau, “Taatilah pemimpin kalian, niscaya kalian akan memasuki surga-surga Tuhan kalian.”

13. Penjelasan tentang agar tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Kerena hal tersebut adalah salah satu penyebab dari kebinasaan umat-umat terdahulu.


14. Memanfaatkan suasana untuk berdakwah. Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- memerintahkan sahabatnya untuk mengambil kerikil guna melontar jumrah. Kemudian beliau memanfaatkan situasi tersebut untuk melarang sebagian orang yang berlebihan dalam melontar jumrah dengan menggunakan batu besar. Sebab, mereka menyangka bahwa jika lebih besar, maka akan lebih baik. namun beliau melarangnya sebab hal tersebut merupakan sikap berlebih-lebihan dalam agama.

15. Turunnya firman Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì- yang berbunyi,


Çáúíóæúãó ÃóßúãóáúÊõ áóßõãú Ïöíäóßõãú æóÃóÊúãóãúÊõ Úóáóíúßõãú äöÚúãóÊöí … [ÇáãÇÆÏÉ : 3]


Hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku sempurnakan untukmu nikmatKu… (al-Maidah : 3) pada haji Wada’. Kita bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan penyempurnaan nikmat tersebut ? Apakah dalam urusan dunia atau dalam urusan akhirat ?
Jika dalam urusan dunia, maka Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- hanya mengendari unta dan tidur beralaskan tikar sehingga memberikan bekas pada tubuhnya. Bulan demi bulan tidak terlihat nyala api dari rumahnya. Beliau hanya memakan kurma dan air putih saja. Begitu pula para sahabat. Berarti yang dimaksud dengan penyempurnaan nikmat adalah dalam urusan akhirat. Sebab, mengikuti agama ini tidak harus melihat kondisi dunianya. Baik ia memakai baju yang bertambal sulam atau yang termahal. Baik berjalan dengan kaki atau kendaraan yang termahal. Oleh karena itu, kita tidak melihat standarisasi kehidupan duniawi, kenikmatannya, dan kesenangannya akan menjamin kebahagiaan di akhirat.

16. Perbuatan Umar yang mencium Hajar Aswad dan perkataannya, “Sungguh aku mengetahui kamu hanyalah batu yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan mudharat. Seandainya aku tidak melihat Nabi menciummu, niscaya aku pun tidak menciummu.”
Ibnu Hajar memberikan komentar, “Ath-Thabari berkata, Umar mengatakan hal tersebut karena orang-orang baru saja meninggalkan perbuatan menyembah berhala. Umar khawatir kalau orang-orang bodoh menyangka bahwa mengusap Hajar Aswad adalah bentuk pengagungan terhadap bebatuan yang dahulu dilakukan oleh bangsa Arab pada masa jahiliyah. Umar ingin mengajarkan kepada manusia bahwa mengusapnya adalah dalam rangka mengikuti perbuatan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-, bukan karena batu itu mendatangkan manfaat atau mudharat sebagaimana keyakinan jahiliyah terhadap berhal-berhala. [18]

17. Ibnu Hajar berkata, “Pada ucapan Umar tersebut terdapat sikap tunduk kepada sang pembuat syariat dalam masalah-masalah agama dan sikap yang baik dalam mengikuti sesuatu yang belum diketahui hikmahnya. Ini adalah kaidah dasar dalam mengikuti perbuatan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- sekalipun belum diketahui apa hikmahnya [19]

18. Ucapan Rasulullah, “Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur plontos kepalanya.” Sebanyak tiga kali, kemudian pada keempat kalinya beliau mengatakan ‘Semoga Allah mencurahkan rahamat-Nya kepada orang-orang yang memendekkan rambutnya.” Ini adalah salah satu metode dalam berdakwah, di dalamnya terdapat motivasi untuk mencukur habis rambut kepala, baik dalam ibadah haji maupun dalam ibadah umrah. Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- mendoakan bagi yang mencukur plontos sebanyak tiga kali, sedangkan yang sekedar memendekkan hanya sekali.


19. Ucapan Rasulullah kepada para sahabat yang bertanya kepadanya tentang mendahulukan beberapa amalan haji pada hari itu. Kemudian Rasulullah menanggapinya dengan mengatakan ‘tidak apa-apa’. Hal ini menjelaskan tentang suatu prinsip yaitu memudahkan dan menghilangkan kesulitan dari kaum Muslimin. Beliau menjawab dengan, “Lakukan saja tidak apa-apa.” Beliau juga mewasiatkan hal ini kepada para sahabatnya ketika mengutus mereka untuk melaksanakan tugas dakwah, seraya bersabda,”Pemudahlah dan jangan mempersulit. Berikan kabar yang menyenangkan, bukan kabar yang menakutkan.” [20]

20. Sikap Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- kepada Aisyah ketika ia mengadukan kepada beliau bahwa karena haid, ia belum melaksanakan umrah sebelum haji. Kemudian Rasulullah ingin menghibur hatinya dengan memerintahkan saudaranya, Abdurrahman bin Abu Bakar, agar mengantarkan saudarinya ke Tan’im untuk berihram umrah dan menunggunya hingga keluar dan kembali dalam keadaan ihram.
Semua ini adalah cerminan dari indahnya akhlak Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dan sikap lembutnya kepada istrinya serta keramahan beliau kepada mereka dan menjaga perasaan hati serta jiwa mereka. Beliau pernah mengatakan, “Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” [21].

21. Khutbah Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- saat kembali ke Madinah menegaskan tentang kedudukan al-Qur’an Al-Karim dan berpegang teguh dengannya. Karena di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya bagi orang-orang yang berpegang teguh dengannya serta mengamalkan apa yang terdapat di dalamnya.

22. Menjelaskan tentang hak-hak ahlul bait sebagaimana sabdanya,”Aku ingatkan kalian atas nama Allah tentang keluargaku.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Ahli Bait Nabi adalah keluarga Nabi yang diharamkan atasnya sedekah (zakat) yaitu keluarga Ali, Ja’far, Aqil, Al-Abbas, Bani Harits bin Abdul Muththalib, para istri dan anak-anak perempuannya. [22]
Ahlus Sunnah mencintai dan menghormati mereka semua karena hal ini adalah bentuk dari cinta dan penghormatan kepada Nabi dengan syarat mereka juga mengikuti sunnah dan istiqamah dalam beragama. Jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sunnah dan tidak istiqamah dalam beragama, maka tidak boleh loyal kepadanya sekalipun ia termasuk ahli bait [23]

23. Kita lihat betapa banyaknya Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- melakukan khutbah pada haji wada’. Beliau selalu memanfaatkan situasi untuk menyampaikan khutbah, menjelaskan masalah agama, mengingatkan, serta memberikan nasehat kepada kaum muslimin. Beliau berkhutbah di Arafah, Mina, dan di tengah perjalanan menuju Madinah. Ini adalah salah satu metode beliau dalam berdakwah yang dapat dilakukan seorang da’I dalam berbagai situasi dan kondisi.

Wallahu A’lam
(Redaksi)

Sumber :
Fiqhu as-Sirah, Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid-ÍóÝöÙóåõ Çááåõ

Catatan :
[1] Ibnu Hisyam, As Siirah an Nabawiyah, Juz.4 hal. 203-204. Fathul Bari, Juz 8, hal.319
[2] Shahih Muslim dalam Syarah An-Nawawi, juz 8, hal.172
[3] Shahih Muslim, juz 2 hal.886. nomer hadis : 1218
[4] HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani. Shahih Sunan Tirmidzi, juz 1, hal 190, nomer hadis : 502
[5] Tafsir at-Thabari, juz 8, hal.91
[6] Shahih Muslim, juz 2, hal. 943, nomer hadis 1297
[7] HR. Ibnu Majah dalam sunannya dan dishahihkan oleh Al-Albaniy dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, juz 2 hal.177, nomer hadis 2455
[8] HR. al-Bukhari, fathul Bari, juz 3, hal.462, nomer hadis 1597
[9] HR. al-Bukhari, fathul baari juz 3, hal. 569, nomer hadis 1736
[10] ibid, Juz 3. Hal. 561, nomer hadis 1728
[11] ibid, Juz 3. Hal. 574, nomer hadis 1741
[12] ibid, Juz 3. Hal. 415, nomer hadis 1556
[13] ibid, Juz 3. Hal. 590, nomer hadis 1764
[14] Al-Qasthalani, Al Mawahib alladuniyah, juz 4, hal. 462-463
[15] HR. Muslim. Syarah an-Nawawi Juz 15. Hal.179-180
[16] HR. al-Bukhari, Fathul Bari, Juz 1, hal. 89
[17] As Suhaili, Ar Raudh Al Unf, juz 4, hal. 247
[18] Ibnu Hajar, Fathul bari, juz 3 hal. 462-463
[19] Ibid, juz 3 hal. 463
[20] Ucapan ini ditujukan kepada Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ariy ketika keduanya diutus ke Yaman. Shahih Al-Bukhari, juz 8, hal. 60, nomer hadis 4341-4342.
[21] HR. Tirmidzi. Sunan At-Tirmidzi, Juz 3 hal. 245, nomer hadis 3057. HR. ad-Darimi dalam Sunannya, juz 2 hal. 82, nomer hadis 2265
[22] Shalih Al-Fauzan, Kitabut tauhid, hal. 69
[23] Ibid, 69-70






Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatannur&id=979