Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Bid’ah-Bid’ah Khatam
Selasa, 25 Maret 14

119. Menggabungkan dua mu'adzin pada malam khataman sambil bertakbir bersama-sama.

120. Membaca surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali usai khataman.

121. Menyambung khataman dengan bacaan lain dengan membaca al-Fatihah dan lima ayat dari surat al-Baqarah. Adapun menyambung khataman dengan yang lain tanpa menentukan kadar yang telah dicapai merupakan perbuatan yang baik. Inilah penafsiran dari hadîts yang mengatakan, “Al-Hal al-Murtahal.”

122. Membaca ayat-ayat as-Sajdah saat khataman pada salah satu raka’at shalat tarawih.

123. Ber-tahlîl sebanyak empat belas kali saat khataman.

124. Khatam kecil dan khatam besar adalah bid’ah.

125. Khataman al-Qur`an di kuburan.

126. Menyalakan api pada saat khataman

127. Memasang mimbar dan kursi untuk khataman pada bulan Ramadhan.

128. Menyiramkan air pada malam khataman agar mendapatkan berkah.

129. Mendatangkan alas al-Qur`an pada acara khataman.

130. Khutbah usai khataman.

131. Mendirikan shalat dengan membaca al-Qur`an sampai satu hizib, dua hizib atau lebih pada malam khataman, di antaranya adalah surat adh-Dhuha.

132. Menyempurnakan khataman. Yaitu mengulang bacaan yang terlewati di antara ayat-ayat al-Qur`an pada shalat tarawih pada akhir raka’at khatam.

133. Membaca ayat-ayat do`a pada akhir raka’at shalat tarawih.

134. Melantunkan bait-bait syair dan pujian usai khataman.

135. Diriwayatkan dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu , hadîts marfu’ dan maudhu’, yang lafalnya: “Jika seorang di antara kalian menutup/mengakhiri sesuatu hendaknya mengucapkan, Ya Allah, hiburlah aku dari kesepian di dalam kuburku.” HR. Dailami dalam kitab al-Firdaus.

136. Berpuasa pada hari khataman.

Di dalam kitab karangan saya, Marwiyat du’a` Khathmi al-Qur`an diuraikan tentang etika khataman dan hal-hal yang di ada-adakan. Hendaknya dilihat, semoga Allah memberikan taufiq.

Ada tujuh perkara berkenaan dengan khataman ini yaitu :

137. Menyempurnakan khataman. Yaitu hendaknya makmum membaca ayat-ayat yang tertinggal dari imam dan hendaknya sang imam mengulanginya setelah khataman.

138. Menyenangi khataman sore hari pada akhir musim dingin dan pagi hari di musim panas.

139. Menyambung khataman dengan yang lain dengan membaca surat al-Fatihah dan lima ayat dari surat al-Baqarah.

140. Mengulang-ulang surat al-Ikhlas sebanyak tiga kali.

141. Mengucapkan takbir pada akhir surat adh-Dhuha dan akhir surat an-Nas, baik di dalam shalat atau di luar shalat. Hal ini tidak berdasar pada ketetapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam .

142. Mengucapkan do`a khatam di dalam shalat.

143. Tujuh perkara di atas tidak berdasar pada ketetapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, sahabat dan sebagian besar riwayat yang tidak dapat dijadikan sandaran. Tentu saja yang paling benar adalah bahwa semua itu tidak disyari’atkan sama sekali.

Dan di antara perbuatan bid’ah adalah seorang qari` secara terus-menerus membaca atau mendengar do`a-do`a atau dzikir-dzikir yang tidak ditetapkan oleh nash ketika membaca ayat atau surat. Di antaranya adalah:

144. Ucapan usai membaca al-Qur`an: “Al-Fatihah.”

145. Ucapan sebagian mereka ketika membaca al-Fatihah: ÕáæÇ Úáíå æÓáãæÇ ÊÓáíãÇ Shallu ‘alahi wasallimu tasliman.

146. Ucapan orang yang membaca: “Al-Fatihah”, sebagai tambahan dari penghormatan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Ini adalah do`a yang dibuat orang-orang zaman ini.”

147. Ucapan orang yang mendengar qira`at: “Allah, Allah” dan ungkapan-ungkapan lainnya. Allah berifrman:

æóÅöÐóÇ ÞõÑöÆó ÇáúÞõÑúÁóÇäõ ÝóÇÓúÊóãöÚõæÇ áóåõ æóÃúäÕöÊõæÇ áóÚóáøóßõãú ÊõÑúÍóãõæäó

“Dan apabila dibacakan al-Qur`an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (al-A’raf: 204).

148. Adapun ucapan “Shadaqallahu al-Azhim” (Maha Benar Allah atas segala firman-Nya), telah disebutkan Allah dalam firman-Nya,

Þõáú ÕóÏóÞó Çááåõ ÝóÇÊøóÈöÚõæÇ ãöáøóÉó ÅöÈúÑóÇåöíãó ÍóäöíÝðÇ æóãóÇßóÇäó ãöäó ÇáúãõÔúÑößöíäó

“Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah.” Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus.” (Ali Imran: 95).

Çááåõ áÂóÅöáóåó ÅöáÇøóåõæó áóíóÌúãóÚóäøóßõãú Åöáóì íóæúãö ÇáúÞöíóÇãóÉö áÇóÑóíúÈó Ýöíåö æóãóäú ÃóÕúÏóÞõ ãöäó Çááåö ÍóÏöíËðÇ

“Dan siapakah yang lebih benar perkataan (nya) daripada Allah.” (an-Nisa’: 87).

æóãóäú ÃóÕúÏóÞõ ãøöäó Çááåö ÞöíáÇð

“Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah.” (an-Nisa’: 122).

Namun demikian, apa yang telah disebutkan di atas tidak berpengaruh. Adapun yang disebutkan oleh sebagian ulama belakangan bahwa di dalam kitab, al-Jami’ li Sya’bi al-Iman, karangan al-Baihaqi (5/31, 45, 49) menunjukkan akan yang demikian adalah hanya khayalan yang tidak ada benarnya. Kita pun tidak pernah mendapati para ulama yang kredibel menyebutkan akan hal itu, tidak pula para ulama yang masyhur.

Dengan demikian, selalu membiasakan kalimat Shadaqallahu al-‘Azhim usai membaca al-Qur`an adalah kebiasaan yang mengada-ada tanpa didasari oleh dalil. Dan tentu saja merupakan perbuatan mengada-ada, padahal setiap yang mengada-ada dalam ibadah adalah bid’ah. Wallahu a’lam.

149. Di antara bid’ah-bid’ah yang mungkar adalah membaca al-Quran untuk meminta sesuatu, dengan cara mengumumkannya melalui rekaman atau ditempelkan di pintu-pintu toko.

150. Meletakkan kedua tangan pada kedua telinganya atau salah satunya saat membaca al-Qur`an.

[Sumber: Dinukil dari kitab Tashhîh ad-Du’â`, karya Syaikh Bakar bin Abdullah Abu Zaid, edisi bahasa Indonesia: Koreksi Doa dan Zikir, pent. Darul Haq Jakarta]
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatdoa&id=525