Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Apakah setiap muslim wajib berkurban ?
Kamis, 01 Juli 21
(4440) Seorang penanya berkata :
Apakah setiap muslim wajib berkurban ? dan Apakah boleh berserikat lima orang untuk satu kurban ?. Kami berharap Anda dapat memberikan faedah. Semoga Allah memeberikan pahala kepada Anda.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-menjawab :
Kurban, yaitu hewan sembelihan yang dengannya seorang insan mendekatkan dirinya kepada Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-di hari iedul adha dan tiga hari setelahnya. Dan, kurban termasuk ibadah yang sangat utama, karena Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-mengaitkannya dengan shalat di dalam kitab-Nya, seraya berfirman,


ÅöäøóÇ ÃóÚúØóíúäóÇßó ÇáúßóæúËóÑó (1) ÝóÕóáøö áöÑóÈøößó æóÇäúÍóÑú (2) [ÇáßæËÑ : 1 ¡ 2]



Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (Qs. al-Kautsar : 1-2)

Dan, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-juga berfirman,


Þõáú Åöäøó ÕóáóÇÊöí æóäõÓõßöí æóãóÍúíóÇíó æóãóãóÇÊöí áöáøóåö ÑóÈøö ÇáúÚóÇáóãöíäó (162) áóÇ ÔóÑöíßó áóåõ æóÈöÐóáößó ÃõãöÑúÊõ æóÃóäóÇ Ãóæøóáõ ÇáúãõÓúáöãöíäó (163) [ÇáÃäÚÇã : 162 ¡ 163]



Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.
Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim) (Qs. al-An’am : 162-163)

Dan, Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkurban dengan menyembelih dua ekor hewan sembelihan. Satu ekor kurban untuk beliau dan keluarganya. Satu ekor lagi untuk orang-orang yang beriman dari kalangan ummatnya. [1]

Dan, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-juga memotivasi dan mendorong manusia untuk melakukannya.

Sementara, para ulama-semoga Allah merahmati mereka- berbeda pendapat, apakah kurban itu wajib (hukumnya) ataukah tidak, menjadi dua pendapat. Sebagian mereka ada yang mengatakan,’bahwa kurban itu wajib atas setiap orang yang mampu karena adanya perintah untuk melakukannya di dalam kitab Allah-azza wa jalla-di dalam firman-Nya,


ÝóÕóáøö áöÑóÈøößó æóÇäúÍóÑú [ÇáßæËÑ : 2]


Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). (Qs. al-Kautsar : 2)

Dan karena apa yang diriwayatkan dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


ãóäú ÐóÈóÍó ÞóÈúáó ÇáÕøóáóÇÉö, ÝóáúíõÚöÏú



Barang siapa menyembelih sebelum shalat (ied), maka hendaklah ia mengulanginya.[2]

Dan, berdasarkan pula pada apa yang diriwayatkan dari beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-juga,


ãóäú æóÌóÏó ÓóÚóÉð Ýóáóãú íõÖóÍøö ÝóáóÇ íóÞúÑóÈóäøó ãõÕóáøóÇäóÇ


Barang siapa mendapati kelapangan namun ia tidak berkurban maka jangan sekali-kali ia mendekati tempat shalat kami.[3]

Karenanya, tidak selayaknya bagi seseorang meninggalkan kurban selagi ia mampu untuk melakukannya. Hendaknya ia berkurban untuk dirinya dan untuk keluarganya.

Dan, tidak sah dua orang atau lebih berserikat dalam kepemilikan satu hewan kurban untuk jenis domba atau kambing. Adapun perserikatan untuk hewan berupa sapi atau unta maka boleh dilakukan untuk tujuh orang. Ini dalam hal perserikatan (kongsi) dalam kepemilikan. Adapun kongsi dalam hal mendapatkan pahala, maka tidak masalah seseorang berkurban dengan hanya menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya sekalipun jumlah mereka banyak. Bahkan, seseorang boleh juga untuk berkurban untuk dirinya dan untuk para ulama umat Islam dan yang lainnya yang jumlahnya sangat banyak yang tidak dapat menghinggakannya kecuali Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-.

Dan, di sini, saya ingatkan tentang satu hal yang dilakukan oleh sebagian orang awam yang berkeyakinan bahwa kurban itu hanya diperuntukkan untuk mayit (orang yang telah meninggal dunia), hingga mereka –dalam kesempatan yang telah lalu- salah seorang dari mereka ada yang aku tanyakan kepadanya, ‘apakah engkau telah berkurban untuk dirimu ?’ ia menjawab, ‘saya berkurban (untuk diriku) sedangkan aku masih hidup ?’. ia mengingkari persoalan ini. Akan tetapi, hendaknya diketahui bahwa kurban itu disyariatkan hanya untuk orang yang masih hidup. Maka, kurban itu merupakan bagian dari sunnah yang khusus diperuntukan bagi orang-orang yang masih hidup. Oleh karena itu, tidak dinukil dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bahwa beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkurban untuk satu orang pun yang telah meninggal dunia dari kalangan kerabatnya atau dari kalangan para istrinya, secara menyendiri. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak berkurban untuk Khadijah, istrinya, bahkan istrinya yang pertama, tidak pula berkurban untuk istrinya Zaenab bintu Khuzaemah yang meninggal setelah beliau menikahinya dalam tempo waktu yang tidak lama, tidak juga beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-berkurban untuk pamannya Hamzah bin Abdil Muththalib yang meninggal dunia saat perang Uhud. Beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-hanya berkurban untuk dirinya dan untuk keluarganya, di mana ini mencakup yang masih hidup dan yang telah meninggal dunia. Di sana ada perbedaan antara disendirikan dan diikutsertakan. Maka, dibolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia sebagai ikutan, di mana seseorang berkurban untuk dirinya dan untuk keluarganya dan ia berniat dengan itu untuk orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal.

Adapun berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia secara khusus, maka hal ini tidak memiliki dasar di dalam as-Sunnah, sejauh yang saya ketahui. Iya, apabila orang yang meninggal dunia itu sebelumnya ia telah berwasiat untuk berkurban untuk dirinya, maka disembelihkan kurban untuknya mengikut kepada wasiatnya.

Saya berharap persoalan ini, sekarang telah maklum adanya. Yaitu bahwa kurban itu pada asalnya disyariatkan untuk orang yang masih hidup, bukan untuk orang yang telah meninggal dunia. Sehingga, kurban untuk orang yang telah meninggal dunia itu dalam bentuk ikutan (disertakan dengan orang yang masih hidup, dalam bentuk wasiat, atau dalam bentuk tabaru’ (amal sosial) seseorang (untuk orang yang telah meninggal dunia. Hal tersebut, sekali pun diperbolehkan, namun yang lebih utama adalah tidak demikian.

Syaikh yang mulia, ‘Apa hukum berserikat untuk beberapa orang ?’

Syaikh-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-menjawab, ‘Telah kami sebutkan persoalan ini bahwa berserikat tidak mengapa dalam hal berkurban berupa unta atau sapi. Adapun berkurban berupa ghanam, baik domba atau pun kambing, maka hal ini tidak boleh.

Sumber :
(Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Jilid 8-12, kitab al-Adha-hi, fatwa no. 4440, hal.335-337)

Catatan :
[1] HR. al-Bukhari: kitab al-Adhahi, bab : Fii Udhiyati an-Nabiy-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bi kabsyai-ni aqra-naini, no. 5554. Muslim : kitab al-Adha-hi, bab : Istihbab adh-Dhahiyyah Wa Dzabhiha Mubasyaratan Bilaa Taukil, no. 1966

[2] HR. al-Bukhari : Kitab al-‘Idain, bab : al-Aklu Yauma an-Nahr, no. 954. Muslim : Kitab al-Adhai, bab : waqtuha, no. 1962

[3] HR. Ibnu Majah : kitab al-Adhai, bab : al-Adhai Wajibah Hiya Am Laa, no. 3123








Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1686