Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Hukum, Syarat dan Peruntukan Kurban
Jumat, 02 Juli 21
(4441) Seorang penanya berkata :
Jelaskan kepada kami hukum kurban !, apa saja persyaratannya ? dan apakah kurban itu hanya untuk orang yang telah meninggal dunia saja ?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin-ÑóÍöãóåõ Çááåõ-menjawab :

Kurban (hukumnya) sunnah muakkadah. Dan, sebagian ulama mengatakan, ‘kurban hukumnya wajib.’ Masing-masing mereka memiliki dalil yang dijadikan hujjah. Dan, tindakan yang lebih berhati-hati adalah tidak meninggalkan kurban bagi orang kaya yang dikaruniai kekayaan oleh Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáóì- dan menjadikan kurban itu sebagai bagian dari nikmat Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáóì-yang dikaruniakan kepadanya, di mana ia ikut serta dengan orang-orang yang tengah menunaikan ibadah haji dalam melaksanakan bagian dari nusuk (ibadah kepada Allah melalui penyembelihan hewan ternak), karena orang-orang yang tengah menunaikan ibadah haji itu, pada hari-hari ied, mereka menyembelih hewan-hewan hadyu mereka, sementara itu orang-orang yang tidak berhaji, mereka menyembelih hewan-hewan kurban mereka. Maka, termasuk rahmat Allah-ÊóÈóÇÑóßó æóÊóÚóÇáóì-, Dia mensyariatkan kepada orang-orang yang tidak berhaji agar mereka berkurban pada hari-hari kurban agar mereka ikut serta dengan para jamaah haji dalam penunaian sebagian dari nusuk (ibadah kepada Allah melalui penyembelihan hewan ternak). Dan oleh karena ini maka kita katakan, ‘orang yang mampu melakukannya tidak sepatutnya ia meninggalkanya.’

Kemudian, (terkait dengan peruntukan kurban), kurban itu tidaklah diperuntukkan untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Kurban itu untuk orang-orang yang masih hidup. Bukan merupakan sunnah kurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Hal ini ditunjukkan oleh bahwa syariat itu hanya datang dari sisi Allah dan Rasul-Nya, sementara yang datang dalam sunnah adalah kurban untuk orang-orang yang masih hidup. Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- itu, kerabat-kerabatnya meninggal dunia, sedangkan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-tidak berkurban untuk mereka, semua anak-anak beliau, mereka meninggal sebelum beliau, kecuali Fathimah. Di antara mereka ada yang telah mencapai usia dewasa. Ada pula di antara mereka yang belum mencapai usia dewasa. Anak-anak lelaki beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- meninggal dunia sebelum mereka mencapai usia dewasa, anak-anak perempuan beliau meninggal dunia setelah mencapai usia dewasa. Kecuali Fathimah, ia masih hidup sepeninggal beliau. Begitu pula, dua orang istri beliau yaitu Khadijah dan Zaenab bintu Khuzaemah, wafat lebih dulu daripada beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-. Sementara beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- tidak berkurban untuk kedua istrinya tersebut. Pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib meninggal dunia, sementara beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- tidak berkurban untuknya. Jadi, beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- tidak mensyariatkan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia secara menyendiri, dan beliau-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- tidak pula menyeru atau mengajak ummatnya kepada hal tersebut.

Atas dasar ini, maka kita katakan, ‘bukan termasuk sunnah seseorang berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia, karena hal tersebut tidak ada keterangannya dari Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- dan aku juga tidak tahu adanya keterangan mengenai hal tersebut dari para sahabat beliau.

Apabila orang yang telah meninggal dunia sebelumnya telah berwasiat agar berkurban untuknya, maka di sini mengikuti wasiatnya, dan disembelihkan kurban untuknya sebagai ikutan terhadap wasiatnya. Dan demikian pula, apabila orang yang meninggal dunia tersebut masuk bersama orang-orang yang masih hidup, seperti seseorang berkurban untuk dirinya dan untuk keluarganya, dan ia meniatkannya untuk orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal dunia di antara mereka. Adapun bila ia menyendirikan kurban untuk orang yang telah meninggal dunia, maka hal ini tidak termasuk sunnah.

Adapun kurban itu sendiri memiliki beberapa persyaratannya, antara lain, ada di antaranya yang terkait dengan waktu, ada pula di antaranya yang terkait dengan kurban itu sendiri.

Adapun persyaratan yang terkait dengan waktu, maka berkurban itu mamiliki waktu terbatas, di mana berkurban itu tidak bermanfaat bila mana dilakukan sebelum waktu tersebut dan tidak bermanfaat pula bila dilakukan setelahnya. Waktu melakukan kurban yaitu semenjak usai shalat ied sampai terbenamnya matahari malam ke-13. Jadi, hari-hari penyembelihan kurban itu ada empat hari, yaitu, hari ied dan 3 hari setelahnya. Maka, barang siapa menyembelih kurban pada rentang waktu ini baik malam hari atau pun siang hari, maka kurbannya benar dari sisi waktu.

Adapun mengenai persyaratan hewan kurban itu sendiri adalah (pertama) kurban harus dengan binatang ternak, yaitu, unta, sapi, dan ghanam, baik jenis domba maupun jenis kambing. Maka, barang siapa berkurban dengan selain hewan ternak, maka kurbannya tidak diterima. Seperti seseorang berkuban dengan kuda atau kijang atau burung onta, niscaya hal tersebut tidak diterima darinya. Karena, kurban itu hanya dengan binatang ternak. Kurban merupakan bentuk ibadah dan syariat, tidak disyariatkan dari ibadah tersebut, tidak pula boleh beribadah kepada Allah dengan bentuk ibadah tersebut kecuali dengan hal-hal yang didatangkan oleh syariat, berdasarkan sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


ãóäú Úóãöáó ÚóãóáÇð áóíúÓó Úóáóíúåö ÃóãúÑõäóÇ Ýóåõæó ÑóÏøñ


Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.

Persyaratan kedua terkait hewan kurban adalah hewan kurban harus mencapai usia yang diakui secara syar’i, yaitu, 6 bulan untuk domba, 1 tahun untuk kambing, 2 tahun untuk sapi, dan 5 tahun untuk onta. Maka, barang siapa berkurban dengan menyembelih binatang ternak yang umurnya kurang dari itu, maka tidak ada kurban baginya (yakni, kurbannya tidak sah).

Andai seseorang berkurban dengan menyembelih domba yang umurnya baru 5 bulan, maka tidak sah berkurban dengannya.

Atau, seseorang berkurban dengan menyembelih kambing yang umurnya baru 8 bulan, maka tidak sah pula berkurban dengannya.

Atau, seseorang berkurban dengan menyembelih sapi yang umurnya baru 1 tahun 10 bulan, maka tidak sah pula berkurban dengannya.

Atau, seseorang berkurban dengan menyembelih sapi yang umurnya baru 4 tahun 6 bulan, maka tidak sah pula berkurban dengannya.

Haruslah seseorang berkurban dengan binatang ternak yang umurnya telah mencapai umur yang diakui oleh syariat.
Dalil yang menunjukkan hal itu adalah sabda Nabi-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-,


« áÇó ÊóÐúÈóÍõæÇ ÅöáÇøó ãõÓöäøóÉð ÅöáÇøó Ãóäú íóÚúÓõÑó Úóáóíúßõãú ÝóÊóÐúÈóÍõæÇ ÌóÐóÚóÉð ãöäó ÇáÖøóÃúäö »


Janganlah kalian menyembelih (kurban) melainkan musinnah, kecuali jika sulit kalian lakukan. Maka, kalian boleh menyembelih jadza’ah dari jenis domba. [1]

Persyaratan ketiga : Hewan kurban tersebut selamat dari cacat yang menghalangi keabsahannya, yaitu, empat hal. Empat hal tersebut dijawab oleh Nabi-Õóáøóì Çááåð Úóáóíúåö æóÓóáøóãó- ketika ditanya,’Apa yang hendaknya dijauhi dari hewan-hewan kurban itu ?, lalu beliau-Õóáøóì Çááåð Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-menjawab,


ÃóÑúÈóÚñ áóÇ ÊóÌõæÒõ Ýöí ÇáÖøóÍóÇíóÇ ÇáúÚóæúÑóÇÁõ ÇáúÈóíøöäõ ÚóæóÑõåóÇ æóÇáúãóÑöíÖóÉõ ÇáúÈóíøöäõ ãóÑóÖõåóÇ æóÇáúÚóÑúÌóÇÁõ ÇáúÈóíøöäõ ÚóÑóÌõåóÇ æóÇáúÚóÌúÝóÇÁõ ÇáøóÊöí áóÇ ÊõäúÞöí


Empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban ; yang buta sebelah matanya yang terlihat jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, yang pincang yang jelas kepincangannya, dan yang kurus yang áóÇ ÊõäúÞöí .

Yakni, yang tidak ada sumsumnya karena saking kurusnya dan saking lemahnya.

Hal-hal yang semisal dengan cacat-cacat ini atau lebih parah darinya, maka hal tersebut semakna dengannya, hal tersebut sehukum dengan cacat-cacat ini.

Ketiga persyaratan ini kembali kepada hewan ternak itu sendiri.

Adapun mengenai pembagiannya, maka sesungguhnya Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-telah berfirman,


ÝóßõáõæÇ ãöäúåóÇ æóÃóØúÚöãõæÇ ÇáúÈóÇÆöÓó ÇáúÝóÞöíÑó [ÇáÍÌ : 28]


Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara (Qs. al-Hajj : 28)

Dan, Dia-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-berfirman,


ÝóßõáõæÇ ãöäúåóÇ æóÃóØúÚöãõæÇ ÇáúÞóÇäöÚó æóÇáúãõÚúÊóÑøó [ÇáÍÌ : 36]


Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta…(Qs. al-Hajj : 36)

Maka dari itu, hendaklah seseorang memakan sebagian kurbannya, bersedekah dengan sebagiannnya kepada orang-orang fakir, dan sebagiannya lagi dihadiahkan kepada orang-orang kaya, sebagai upaya membangkitkan rasa cinta dan kasih sayang, hingga terkumpul dalam kurban itu tiga perkara yang menjadi maksud syariat, yaitu :

Pertama, bersenang-senang dengan nikmat Allah-ÓõÈúÍóÇäóåõ æóÊóÚóÇáóì-, yang terwujud dalam bentuk mengonsumsi sebagian dari sembelihan hewan kurban.

Kedua, Harapan memperoleh pahala Allah, yang diwujudkan dalam bentuk bersedekah dengan sebagian dari sembelihan hewan kurban.

Ketiga, Menimbulkan rasa kasih sayang terhadap hamba-hamba Allah, yang diwujudkan dalam bentuk pemberian hadiah dengan sebagian dari sembelihan hewan kurban.

Hal-hal yang mulia ini merupakan perkara yang menjadi tujuan syariat. Oleh karena ini, sebagian ulama menyuki bila pembagian kurban itu dibagi menjadi tiga, sepertiga bagiannya dikonsumsi, sepertiga bagian lagi disedekahkan, dan sepertiga bagian lagi dihadiahkan.

Wallahu A’lam

Sumber :
(Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Jilid 8-12, kitab al-Adha-hi, fatwa no. 4441, hal.337-339)

Catatan :
[1] HR. Muslim : kitab al-Adhahi, bab : Sunnatul udh-hiyah, no. 1963

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1687