Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Hadis yang Terkesan Berlawanan
Kamis, 12 Januari 23

**
Soal :

Seorang penanya mengatakan,

“Saya beritahukan kepada Anda bahwa saya telah membaca kitab Riyadhusholihin karya al-Imam al-Muhaddits al-hafizh Mahyuddin Abu Zakariya bin Syaraf an-Nawawi, saya telah membaca hadis-hadis yang cukup banyak yang terdapat di dalam kitab tersebut. Di antaranya,

Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda :

“Barang siapa mengatakan di akhir hidupnya- yakni : ketika kematiannya, ‘áóÇ Åöáóåó ÅöáøóÇ Çááåõ ‘ niscaya masuk Surga.”

“Barang siapa ditinggal mati oleh tiga orang anak atau kurang yang belum baligh niscaya ia masuk Surga.”

“Tidaklah seseorang memiliki tiga orang anak perempuan, atau tiga orang saudari, atau dua anak perempuan, atau dua orang saudari, lalu ia bertakwa kepada Allah dalam urusan mereka, dan berlaku baik kepada mereka, melainkan ia akan masuk Surga.”

“Barang siapa berpusa sehari di jalan Allah, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka (sejauh perjalanan) 70 tahun.”

Dan Rasulullah-Õóáøóì Çááåõ Úóáóíúåö æóÓóáøóãó-bersabda, tentang pintu yang dikatakan ‘pintu ar-Rayyan.’ Akan masuk dari pintu itu orang-orang yang berpuasa.”

Apabila hal-hal itu termasuk hadis-hadis yang shahih, lantas bagaimana halnya pemakan riba, pezina, pembunuh, pencuri, dan pendusta ?

Berikanlah fatwa kepada saya terkait dengan masalah ini, karena saya dalam kebingungan.

Semoga Allah membalas Anda dengan sebaik-baik balasan.

Jawab :

Syaikh –ÑóÍöãóåõ Çááåõ-menjawab,

“Pertanyaan ini penting, di mana hal ini merupakan isykal sebagaimana disebutkan oleh si penanya, karena apa yang disebutkannya berupa hadis-hadis yang akan mengantarkan seseorang untuk masuk Surga bila mana melakukan amal-amal ini, namun hadis-hadis tersebut berlawanan dengan hadis-hadis yang cukup banyak yang menunjukkan akan masuk neraka bagi orang yang melakukan amal-amal lainnya, padahal pelakunya melakukan amal-amal ini yang mengharuskan masuk Surga.

Maka, jawaban kita terhadap persoalan ini dan yang semisalnya dari hadis-hadis, bahkan dari nash-nash, baik dari al-Qur’an atau pun dari sunnah adalah hendaknya dikatakan, “Sesungguhnya penyebutan sebagian amal yang akan menjadi sebab untuk masuk Surga, tidak lain hanyalah sekedar penyebutan sebab, dan begitu pula penyebutan sebagian hadis yang disebutkan di dalamnya sebagian amal sebab masuk neraka, tidak lain hanyalah sekedar penyebutan untuk sebab saja. Sementara itu, termasuk hal yang telah dimaklumi bahwa hukum-hukum itu tidak akan sempurna melainkan dengan terpenuhi sebab-sebabnya dan ternafikannya penghalang-penghalangnya. Dengan demikian, maka amal-amal yang disebutkan ini merupakan sebab untuk masuk Surga, akan tetapi sebab tersebut boleh jadi memiliki penhalang. Misalnya, ‘Barang siapa akhir perkataannya ‘áóÇ Åöáóå óÅöáøóÇ Çááåõ – ia akan masuk Surga ‘, ini apabila seseorang mengatakannya atas dasar keyakinan dan membenarkan, namun bila seseorang mengatakannya sebagai bentuk kemunafikan –namun ini jauh kemungkinannya seseorang mengatakannya sebagai bentuk kemunafikan dalam kondisi ini.- maka kalimat tersebut tidak akan bermanfaat.

Dan begitu pula, ‘barang siapa ditinggal mati oleh tiga orang anaknya yang belum mencapai usia baligh, niscaya mereka akan menjadi pelindung baginya dari Neraka. ’ Ini merupakan satu dari sekian banyak sebab terlindunginya seseorang dari neraka. Akan tetapi, boleh jadi di sana ada penghalang yang mencegah terealisasinya sebab ini, yaitu, amal-amal yang menjadi sebab untuk masuk neraka. Sesungguhnya penghalang-penghalang ini dan sebab-sebab itu keduanya saling bertolak belakang. Dan, hakumnya adalah bagi mana dari keduanya yang paling kuat.

Dengan demikian maka kaidahnya adalah apa yang disebutkan berupa amalan-amalan yang akan menyebabkan seseorang masuk surga tidaklah secara mutlak, tetapi hal tersebut diikat dengan nash-nash lainnya yang mengikat bahwa hal ini haruslah bebas dari adanya hal-hal yang menghalanginya.

Kita ambil contoh misalnya, ada orang yang kafir di mana tiga orang anaknya yang belum mencapai usia baligh meninggal dunia dan ia pun bersabar (atas musibah yang menimpanya tersebut). Lantas, apakah kita akan mengatakan, ‘sesungguhnya orang kafir ini akan masuk Surga dan tidak masuk neraka ?’ maka jawabannya, ‘Tidak.’

Demikian pula dalam hal pemakan riba. Begitu pula dalam hal pemakan harta anak yatim. Demikian pula dalam hal pembunuhan terhadap jiwa, dan hal-hal lainnya.

Terkait dengan hal-hal yang yang disebutkan di dalamnya hukuman berupa siksa neraka, ini juga diikat dengan bilamana tidak ada sebab-sebab atau penghalang-penghalang yang menghalangi terealisasinya ancaman ini, maka apabila didapati adanya penghalang-penghalang yang menghalangi terealisasinya ancaman ini, maka hal-hal itu menghalanginya. Karena kaidahnya, sebagaimana telah lalu, yaitu, bahwa perkara-perkara itu tidak akan sempurna melainkan dengan terpenuhinya sebab-sebabnya, syarat-syaratnya, dan ternafikannya penghalang-penghalangnya.

Wallahu A’lam

Sumber :

(Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, 1/80-81 (Soal No. 45)

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1921