Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Hakikat Bertawakal Kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-
Selasa, 28 Februari 23

**
Soal :

Seorang penanya dari Mesir berkata, ‘Apakah hakikat bertawakal kepada Allah -ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- itu ?’

Jawab :

Syaikh –ΡσΝφγσευ Ηααευ-menjawab,

Hakikat bertawakal kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- adalah engkau menyerahkan urusanmu kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-. Sebagaimana Allah -ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- berfirman tentang seorang mukmin dari keluarga Fir’aun,


έσΣσΚσΠϊίυΡυζδσ γσΗ Γσήυζαυ ασίυγϊ ζσΓυέσζψφΦυ ΓσγϊΡφν Εφασμ Ηααψσεφ [ΫΗέΡ : 44]


Kelak kamu akan mengingat apa yang kukatakan kepadamu. Aku menyerahkan urusanku kepada Allah. (Ghafir : 44)

Yakni, seorang insan menyerahkan urusannya kepada Allah, dan jujur di dalam bersandar kepada-Nya untuk meraih kemanfaatan-kemanfaatan dan menolak madharat, percaya penuh kepada Allah dan terhadap janji-Nya, dan melakukan sebab-sebab syar’i dan hissi yang diperintahkan oleh Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-. Inilah dia tawakkal.

Dan Anda, bila memasrahkan urusan Anda kepada Rabb Anda, dengan sifat yang disebutkan ini, sesungguhnya Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- akan mencukupkan Anda, berdasarkan firman Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- ,


ζσγσδϊ νσΚσζσίψσαϊ Ϊσασμ Ηααψσεφ έσευζσ ΝσΣϊΘυευ [ΗαΨαΗή : 3]


Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya. (ath-Thalaq : 3)

Dan kita menetapkan hal itu –yakni, bertawakal kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-atau sesuatu yang terkandung di dalamnya unsur berwakal kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- tersebut dalam setiap shalat. Dalam setiap shalat kita mengucapkan,


ΕφνψσΗίσ δσΪϊΘυΟυ ζσΕφνψσΗίσ δσΣϊΚσΪφνδυ [ΗαέΗΚΝΙ : 5]


Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan (al-Fatihah : 5)

Isti’anah (memohon pertolongan) mengharuskan seseorang memasrahkan urusan kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- , dan bahwasanya kita tidak memiliki daya, tidak pula kekuatan dan kemampuan untuk beribadah melainkan dengan pertolongan Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-. Akan tetapi haruslah dilakukan sebab-sebab yang akan menyampaikan kepada maksud, baik yang bersifat syar’i atau pun yang bersifat hissi.

Maka, barang siapa mengatakan, ‘Aku menyandarkan diri kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ- dan bertawakal kepada-Nya untuk mendapatkan seorang anak, sementara ia tidak menikah, maka ia dusta dalam bertawakalnya. Ia haruslah menikah. Menikah merupakan wasilah yang bersifat syar’i untuk mendapatkan anak.

Dan, barang siapa mengatakan, ‘Aku menyandarkan diri kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-dan ia melemparkan dirinya ke api, atau melemparkan dirinya ke laut, sedangkan ia tidak bisa berenang, maka kita katakan, ‘Anda dusta.’Anda harus melakukan sebab-sebab yang akan melindungi Anda dari api atau akan melindungi Anda dari tenggelam.

Oleh karena ini, penghulu orang-orang yang bertawakal, yaitu, Nabi kita Muhammad-Υσαψσμ Ηααευ Ϊσασνϊεφ ζσΣσαψσγσ – mengambil sebab-sebab hisiyah disetai dengan kejujuran tawakalnya kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-. Di medan perang beliau-Υσαψσμ Ηααευ Ϊσασνϊεφ ζσΣσαψσγσ –mengenakan baju besi untuk melindungi diri dari serangan anak panah dan tombak. Dan, kadang beliau mengenakan dua baju besi untuk lebih memberikan perlindungan, sebagaimana hal itu dilakukan beliau kala perang Uhud. Maka, haruslah melakukan sebab-sebab yang bermanfaat, baik yang bersifat syar’i atau pun yang bersifat hissi agar dicapai maksud yang Anda inginkan dalam penyerahan diri Anda kepada Allah-ΣυΘϊΝσΗδσευ ζσΚσΪσΗασμ-.

Wallahu A’lam

Sumber :
(Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Fatawa Nur ‘Ala ad-Darb, 1/86-87 (Soal No. 49)


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfatwa&id=1924