Artikel : Fiqih - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

QIRA`ATUL QUR`AN LIL MAYIT

Selasa, 21 Desember 10


Masalah ini termasuk masalah yang mewabah di kalangan sebagian kaum muslimin, sekalipun mewabah tidak serta merta ia merupakan kebenaran yang langsung bisa diterima, karena kebenaran sesuatu memang tidak diukur dengan mewabahnya sesuatu tersebut, akan tetapi ditimbang dengan apakah ia memiliki dasar dari al-Qur`an dan sunnah.

Dasar masalah ini memang diperselisihkan, sebagian ulama melarang dan menyatakan pahalanya tidak sampai kepada mayit, dengan alasan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak melakukannya dan tidak mengizinkan para sahabat untuk melakukannya, dan para sahabat juga tidak melakukan, sementara sebagian ulama yang lain membolehkan qira`atul Qur`an dan menghadiahkan pahalanya untuk mayit.

Namun satu hal yang patut digarisbawahi, bahwa perbedaan ini hanya untuk dasar masalah, di mana seorang muslim ingin berbuat baik kepada saudaranya yang telah wafat secara suka rela lalu dia membaca al-Qur`an dengan ikhlas dan berniat memberikan pahala bacaannya itu kepada saudaranya tersebut, dia membacanya sendiri tidak bareng-bareng, dia membacanya di rumah atau di masjid bukan di kuburan. Masalah inilah yang mereka perselisihkan, apakah ia dibolehkan dan apakah pahalanya sampai kepada mayit.

Sementara bila kita melihat kepada apa yang dilakukan sebagian kaum muslimin, maka kita melihat penyimpangan atau perluasan masalah, mereka tidak lagi berpegang kepada dasar masalah, yaitu membaca sendiri dengan ikhlas di tempat yang dibolehkan lalu menghadiahkan pahalanya untuk mayit. Saat ini masalahnya sudah diperlebar dalam bentuk:

Pertama: Menyewa para qari`

Sebagian keluarga mayit, di hari-hari tertentu, bisa 40 hari setelah kematian atau 100 hari, atau hari ulang tahun kematian, mengundang para pembaca al-Qur`an untuk berkumpul di rumah mayit, lalu orang-orang tersebut membaca al-Qur`an dari pagi hingga petang secara bergantian sampai mereka mengkhatamkan al-Qur`an dan menghadiahkan pahala khataman tersebut kepada mayit, biasanya keluarga mayit menyediakan makanan dan minuman untuk mereka, dan di saat acara rampung, keluarga mayit menyalami para qari` itu dengan salam tempel yang berisi uang lelah untuk mereka.

Perbuatan semacam ini telah mengalami penambahan dari sisi: Penentuan hari, 40 hari dan seterusnya, mengundang para qari` dan para qari` diberi upah.

Tanpa ragu, perbuatan ini tidak memiliki dasar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan tidak dilakukan oleh salaf shalih. Dalam Syarah Aqidah Thahawiyah ditulis, “Adapun mengupah suatu kaum yang membaca al-Qur`an dan menghadiahkannya kepada mayit, maka hal ini tidak dilakukan oleh seorang pun dari kalangan salaf, tidak seorang pun dari imam dalam agama ini yang memerintahkannya atau membolehkannya, menyewa untuk membaca itu sendiri tidak dibolehkan tanpa perbedaan, yang mereka perselisihkan adalah dibolehkannya menyewa untuk mengajarkan al-Qur`an dan yang sepertinya di mana ia mengandung manfaat kepada orang lain. Dan pahala itu sendiri tidak sampai kepada mayit kecuali bila amal perbuatan dilakukan karena Allah, sedangkan perbuatan ini bukan merupakan ibadah yang ikhlas, pahalanya tidak ada sehingga tidak ada yang dihadiahkan kepada mayit.”

Kedua: Membaca di kuburan

Hal ini biasanya dilakukan oleh anak-anak mayit atau kerabatnya di waktu-waktu tertentu, biasanya di hari Jum’at. Di sini ada tambahan tempat dan waktu. Perbuatan ini juga tidak berdasar, karena:

1- Kubur bukan tempat ibadah, termasuk membaca al-Qur`an, dari sini maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang kaum muslimin menjadikan rumah sebagai kuburan dengan tidak melakukan shalat, membaca al-Qur`an dan amal-amal shalih lainnya, karena bila rumah dibiarkan, tidak dilakukan ibadah-ibadah padanya, maka ia seperti kuburan yang bukan merupakan tempat untuk ibadah.

2- Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sering ziarah kubur dan beliau mengajarkan doa ziarah, tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa saat ziarah beliau membaca al-Qur`an, dan beliau mengajarkan membaca al-Qur`an di atas kubur kepada para sahabat, sebaliknya beliau mengajarkan doa ziarah, ini artinya membaca al-Qur`an di kubur tidak disyariatkan.

Ketiga: Mengkhususkan bacaan

Dengan surat-surat tertentu, yang paling masyhur adalah Yasin, biasanya sesaat setelah mayit wafat dan sebelum dimakamkan, maka keluarganya atau para pentakziyah membaca al-Qur`an bareng-bareng dan biasanya yang dibaca adalah surat Yasin. Di sini terdapat tambahan dua masalah: Membaca bareng-bareng dan pengkhususan surat tertentu.

Ini juga sama dengan masalah sebelumnya, tidak berdasar.

Keempat: Tambahan bacaan-bacaan tertentu

Seperti Tahlil dan sebagainya, sehingga beredar buku bacaan Yasin dan Tahlil yang dibakukan, sehingga setiap majlis kematian, 3 hari atau 7 hari dan seterusnya menjadikannya sebagai buku wajib.

Mana dasarnya dari al-Qur`an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ? Tidak ada. Wallahu a’lam.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfiqih&id=212