Artikel : Fiqih - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Fasakh 2

Selasa, 20 Agustus 13


Fasakh Karena Kepergian Suami

Bila suami pergi, tempatnya diketahui, mungkin dihubungi, pendapat yang shahih di kalangan para ulama, istri berhak menuntut hak fasakh, karena nafkah batin merupakan salah satu hak istri, dengan syarat: Pertama, kepergian suami lebih dari empat bulan, berdasarkan keputusan Umar yang merotasi pasukan per empat bulan. Diriwayatkan oleh Said bin Manshur dengan sanad hasan. Kedua, kepergian suami tanpa alasan. Ketiga, istri dikuatirkan terjatuh ke dalam perbuatan buruk. Keempat, hakim memintanya pulang dan memberinya tempo yang dibutuhkan.

Fasakh Karena Hilangnya Suami

Hilang adalah pergi plus, karena itu hukum masalah ini secara umum sama dengan hukum masalah di atasnya.

Bila suami hilang atau menghilang, bagaimana dengan istri?

Madzhab Hanafi dan asy-Syafi'i berkata, istri tidak berhak menuntut fasakh selama apa pun hingga terbukti suami wafat atau mentalaknya. Alasannya pernikahan terbukti tegak dengan yakin, tak boleh dibatalkan dengan alasan yang belum pasti.

Madzhab Hanbali dan Maliki berkata, istri menunggu empat tahun, lalu suami divonis wafat dan istri beriddah empat bulan sepuluh hari, sesudahnya menikah, berdasarkan keputusan Umar bin al-Khatthab, “Istri mana pun yang kehilangan suaminya, dia tidak tahu di mana suaminya, dia menunggu empat tahun kemudian beriddah empat bulan sepuluh hari kemudian halal.” Diriwayatkan oleh Malik, al-Baihaqi dan Abdurrazzaq dengan sanad hasan.

Pendapat yang shahih adalah yang kedua, hanya saja masa menunggu empat tahun bisa merupakan ijtihad Umar dengan pertimbangan kondisi zamannya.

Fasakh Karena Hilangnya Suami

Bila pengadilan memutuskan fasakh karena suami yang pergi tak kunjung pulang, lalu tiba-tiba suami pulang sesudahnya, maka keadaannya tidak luput dari tiga kemungkinan:

Pertama, istri belum menikah, maka keputusan fasakh pengadilan gugur, pernikahan keduanya bersambung kembali tanpa memerlukan akad baru, alasannya keputusan fasakh diambil atas dasar hilangnya suami, berarti saat suami kembali, maka keputusan tersebut otomatis batal.

Kedua, istri sudah menikah dengan orang lain tetapi belum terjadi hubungan, jumhur ulama termasuk Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad berkata, pernikahan dengan suami baru batal, istri kembali ke suami pertama dengan alasan yang sama, tetapi suami baru tidak wajib mahar dalam keadaan ini, karena belum terjadi persentuhan.

Ketiga, istri sudah menikah dengan orang lain dan sudah terjadi hubungan, Umar dan Utsman memutuskan, suami pertama diberi hak memilih antara istrinya atau mahar. Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dengan sanad shahih. Sementara Ibnu Taimiyah berpendapat, istri adalah istri suami kedua secara sah. Bila istri hamil, maka anaknya adalah anak suami kedua secara sah. Wallahu a'lam.

Fasakh Karena Suami atau Istri Masuk Islam

Bila istri masuk Islam sementara suami masih kafir, keduanya dipisah karena wanita muslimah tidak halal menjadi istri laki-laki kafir, berdasarkan firman Allah,

áóÇ åõäøó Íöáøñ áóåõãú æóáóÇ åõãú íóÍöáøõæäó áóåõäøó [ÇáããÊÍäÉ : 10]


Wanita-wanita beriman itu tidak halal bagi laki-laki kafir dan sebaliknya.” Al-Mumtahanah: 10.

Bila sesudahnya suami masuk Islam, bagaimana? Bila suami masuk Islam sebelum istri menyelesaikan masa iddah, maka keduanya balen, rujuk tanpa akad baru. Bila istri sudah menyelesaikan masa iddah dan suami belum masuk Islam, maka istri boleh menikah dengan orang lain atau menunggu suami, bila suami masuk Islam lalu keduanya hendak balen, apakah harus akad baru atau tidak? Jumhur ulama berkata, harus akad baru. Sebagian ulama berkata, keduanya balen tanpa akad baru.
Ibnul Qayyim berkata, “Para sahabat, suami masuk Islam sebelum istri dan istri masuk Islam sebelum suami, kami tidak mengetahui seseorang dari mereka memperbarui akad bila pasangannya menyusul masuk Islam…”

Catatan: Bila istri memilih menunggu suami masuk Islam, maka itu adalah haknya, namun harap dipahami bahwa selama masa menunggu ini, istri tidak halal bagi suami, karena wanita muslimah tidak halal bagi laki-laki kafir, jadi tidak boleh satu rumah, tidak boleh khalwat apalagi berhubungan suami istri.

Bila suami masuk Islam sementara istri masih kafir, bila istri wanita ahli kitab, maka pernikahan keduanya tetap sah, karena laki-laki muslim sah menikah wanita ahli kitab, jadi tidak ada alasan fasakh dalam keadaan ini. Bila istri bukan ahli kitab, maka terjadi fasakh, karena laki-laki muslim tidak sah menikah wanita kafir selain ahli kitab, Allah berfirman,yang artinya, “Dan jangan mempertahankan pernikahan dengan wanita-wanita kafir.” Al-Mumtahanah: 10. Bila istri menyusul masuk Islam maka dia adalah istrinya tanpa perlu akad baru.

Fasakh Karena Suami atau Istri Murtad

Hukum bila suami atau istri murtad sama dengan hukum bila suami atau istri masuk Islam secara umum, kecuali bila istri murtad, tidak berbeda antara murtad ke agama ahli kitab atau ke selainnya, pernikahannya fasakh, karena dalam keadaan ini istri bukan dihukumi ahli kitab, tetapi dihukumi murtad. Wallahu a'lam.
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatfiqih&id=345