Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Selamat Tahun Baru Hijriyah..??
Kamis, 15 Nopember 12

Pertanyaan:

Assalamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Tahun Baru Hijriyah 1434 telah tiba. Sebagian kaum Muslimin saling mengucapkan ungkapan selamat kepada kaum Muslimin yang lainnya. Bagaimana pandangan syari'at dalam masalah ini..? Mohon penjelasannya.

Atas perhatian dan jawaban Ustadz, kami sampaikan jazakallaahu khaira.

Wassalamu'alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Abdullaah, Ambarawa.

Jawaban:

Wa'alaikumussalam wa Rahmatullaahi wa Barakaatuh.

Alhamdulillah, dalam kesempatan ini kami nukilkan jawaban terhadap permasalahan semisal dari fatwa Asy-Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Saqaaf yang dirilis di situs: www.saaid.net sebagaimana berikut:

Para ulama berbeda pendapat seputar "hukum mengucapkan selamat pada awal tahun baru (hijriyah)" menjadi dua pendapat:

Pertama:
Pendapat yang membolehkan, dan bahwasanya hal itu termasuk perkara adat, di antara mereka adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah, beliau berkata,”Aku berpendapat bahwa memulai ucapan selamat tahun baru hijriyah tidak mengapa (boleh), akan tetapi hal itu bukanlah perkara yang disyariatkan, maksudnya: kita tidak mengatakan kepada manusia:”Sesungguhnya disunahkan bagi kalian untuk saling mengucapkan selamat tahun baru, akan tetapi kalau mereka melakukannya tidak mengapa (boleh), dan hendaknya juga apabila dia diberi ucapan selamat, untuk mendoakannya supaya tahun ini menjadi tahun yang baik dan berkah, maka sesorang membalas ucapan selamat. Inilah yang menjadi pendapatku dalam masalah ini, yaitu bahwa hal itu merupakan adat/kebiasaan dan bukan termasuk perkara ibadah.(Liqaa Bab al-Maftuh)

Dan beliau (Syaikh Utsaimin) berkata dalam kesempatan yang lain(Liqaa asy-Syahr), ”Apabila seseorang mengucapkan selamat kepadamu, maka jawablah dan janganlah memulai memberikan ucapan kepada orang lain, inilah yang benar dalam masalah ini." Apabila seseorang berkata kepadamu:”Kami ucapkan selamat tahun baru kepadamu.” Jawablah:”Semoga Allah memberikan keselamatan kepadamu, dan menjadikan tahun ini tahun yang baik dan berkah.” Akan tetapi janganlah engkau memulai mengucapkan selamat, karena aku tidak mengetahui adanya riwayat dari para salaf (ulama terdahulu) bahwa mereka saling memberikan ucapan selamat dengan datangnya tahun baru. Dan ketahuilah bahwa para salaf (Sahabat) tidak menjadikan bulan Muharram sebagai awal tahun kecuali pada zaman Khilafah Umar Ibnu Khaththab radhiyallahu 'anhu (Dhiyaau’ Laami’ hal 702: Bukan Termasuk Sunnah membuat Perayaan Dengan Masuknya Tahun Baru Hijriyah atau Membiasakan Saling Mengucapkan Selamat Pada Waktu Masuk Tahun Baru)

Dan sebagian mereka yang membolehkan hal ini menukil perkataan (yang tidak sesuai redaksi) al-Qamuuli dan as-Suyuthi dari ulama Syafi’iyah, Abu Hasan al-Maqdisi dari Hanabilah dan aku tidak menyebutkannya di sini karena khawatir memperpanjang pembicaraan.

Kedua:
Pendapat yang melarang, inilah pendapat yang lebih kuat, dan salah seorang ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah, ketika beliau ditanya tentang memberikan ucapan selamat tahun baru Hijriyah, maka beliau menjawab:”Aku tidak mengetahui dalil/landasan dalam masalah ini, tujuan kalender Hijriyah bukan untuk dijadikan awal tahunnya sebagai momen untuk dijadikan hari raya dan saling memberikan ucapan selamat. Akan tetapi kalender Hijriyah hanya digunakan untuk mebedakan angka/perhitungan saja. Sebagaimana yang dilakukan Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu ketika meluasnya negeri Islam di zaman kepemimpinannya. Ketika itulah sampai kepada beliau tulisan-tulisan (surat) tidak bertanggal. Beliau membutuhkan dibentuknya penanggalan agar diketahui kapan ditulisnya surat-surat itu. Maka beliau bermusyawarah dengan para Sahabat, dan mereka mengusulkan untuk menjadikan hijrah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagai awal penanggalan Hijriyah. Mereka beralih dari kalender miladi (Masehi), padahal saat itu sudah ada, dan menjadikan hijrah Nabi sebagai awal penanggalan kaum muslimin hanya untuk mengetahui dokumen dan tulisan saja. Bukan untuk dijadikan perayaan. Ini akan merembet menjadi perbuatan bid’ah.

Pertanyaan: Apabila ada seseorang berkata kepadaku:” Semoga sepanjang tahun engkau berada dalam kebaikan.” Apakah perkataan seperti ini disyariatkan untuk diucapkan pada hari tahun baru? Tidak, hal ini bukan perkara yang disyariatkan dan tidak boleh dilakukan. (sampai di sini ucapan beliau, lihat kitab: al-Ijaabaat al-Muhimmah fii al-Masyaakil al-Mulimmah, hal. 229)

Dan orang yang mencermati masalah ini akan mendapatkan bahwa pendapat yang melarang adalah kuat dari beberapa sisi:

1.Itu adalah ucapan selamat pada hari tertentu yang berulang setiap tahun, maka ucapan seperti ini berkaitan dengan hari Raya, padahal kita dilarang untuk memiliki hari raya selain ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Maka ucapan selamat tahun baru dilarang dari sisi ini.

2.Hal ini adalah bentuk tasyabbuh/meniru-niru orang Yahudi dan Nashrani. Adapun yahudi mereka saling mengucapkan selamat pada awal tahun ‘Ibriyah (tahun mereka) yang dimulai dari bulan Tisri (awal bulan), diharamkan bekerja bagi mereka sebagaimana diharamkan hal itu pada hari sabtu. Dan adapun Nashrani saling mengucapkan selamat pada awal tahun baru Masehi.

3.Hal ini adalah tasyabbuh dengan orang Majusi dan musyrik Arab. Adapun Majusi, maka mereka saling memberikan ucapan selamat pada hari raya Nairuz yang itu adalah awal tahun mereka. Makna niruz adalah hari baru. Dan adapun orang Arab Jahiliyah, dahulu mereka mengucapkan selamat kepada raja mereka pada bulan Muharram, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Qazwaini dalam kitabnya ‘Ajaaib al-Mahluqaat dan juga lihatlah kitab al-A‘yaad wa Atsaruha ‘ala al-Muslimin, karya doktor Sulaiman as- Suhaimi.

4.Bahwa pembolehan memberikan ucapan selamat tahun baru Hijriyah membuka pintu pembolehan terhadap ucapan pada awal tahun baru pendidikan, hari kemerdekaan, hari kebangsaan dan yang semisalnya yang tidak dibolehkan menurut orang yang berpendapat bahwa ucapan tahun baru Hijriyah tidak boleh. Pada hal pembolehan pemberian ucapan pada hari-hari tersebut lebih pantas karena tidak ada faktor pendorong untuk melakukannya di zaman Sahabat berbeda dengan awal tahun.(Maksudnya hari kemerdekaan dan kebangsaan tidak ada di zaman mereka, berbeda dengan awal tahun baru Hijrriyah hal itu telah ada di zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam )

5. Pendapat yang membolehkan pemberian ucapan selamat tahun baru akan melebar pada hal-hal lain (yang tidak diperbolehkan), maka tersebarlah ucapan selamat lewat SMS, kartu ucapan selamat dan lewat koran ataupun majalah-majalah. Dan mungkin saja hal itu disertai dengan acara saling berkunjung untuk mengucapkan selamat, acara perayaan dan libur resmi sebagaimana yang terjadi di sebagian negara. Dan orang yang berpendapat bolehnya memberikan ucapan selamat tahun baru dan menganggap hal itu sebagai perkara adat/kebiasaan tidak memiliki dalil untuk melarangnya apabila manusia telah terbiasa dengan hal itu dan telah menjadikannya kebiasaan/adat. Maka menutup pintu ini adalah lebih utama.

6. Ucapan selamat dengan datangnya tahun baru Hijriyah tidak ada makna keselamatan dan kebaikan sama sekali. Karena asal dari makna ucapan ”selamat” adalah datangnya nikmat baru atau ditolaknya bencana. Maka nikmat apa yang didapatkan dengan berakhirnya tahun hijriyah?. Yang lebih utama adalah mengambil pelajaran dengan hilangnya umur dan semakin dekatnya kematian. Dan merupakan hal yang mengherankan adalah kaum muslimin saling memberikan ucapan selamat tahun baru padahal musuh telah menjajah negeri mereka, membunuh saudara-saudara mereka dan merampas kekayaan mereka, maka karena alasan apa mereka saling mengucapkan selamat?

Oleh karena itu pendapat yang melarang adalah lebih utama dan lebih mendekati kepada kebenaran. Dan apabila ada seseorang yang memberikan ucapan selamat kepadamu maka yang utama adalah meberikan nasehat dan penjelasan (tentang dilarangnya mengucapkan selamat tahun baru), karena menjawab ucapan adalah bentuk pambenaran kita terhadap perbuatannya dan mengkiaskan/menganalogikannya adalah qiyas ma’al fariq (salah satu qiyas yang batil dan tidak diterima sebagai dalil). Akan tetapi karena permasalahan ini adalah permasalahan ijtihadiyah (masalah yang di dalamnya boleh berbeda pendapat sesuai dengan ijtihad masing-masing ulama ahli ijtihad), maka tidak boleh mengingkari hal tersebut dengan keras, karena tidak ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyah.

Wallahu A’lam wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

[Sumber: Diterjemahkan dari Íßã ÇáÊåäÆÉ ÈÇáÚÇã ÇáåÌÑí ÇáÌÏíÏ oleh Asy-Syaikh ‘Alawi bin Abdul Qadir as-Saqaaf dari www.saaid.net dengan sedikit perubahan redaksi]

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkonsultasi&id=3510