Artikel : Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits
Jujurlah Dalam Bermuamalah; Muslim Bukan Penipu
Senin, 05 Mei 14

Pertanyaan :

Bismillah. Assalamualaykum Warahmatullah Wabarakatuh.

Ustad, mohon jawabannya dengan dalil syar'i. Ada fulanah, seorang OS pelanggannya ingin ongkir yang murah sedangkan ekspedisi yang murah ongkirnya ada minimal timbangan yaitu 3kg, kalo dibawah 3kg maka jatuhnya mahal sedangkan barang yang dibeli tidak sampai 2kg. Fulanah mencoba memasukkan batu ke dalam paket sebagai pemberat timbangan agar dapat ongkir murah untuk pelanggannya. Pelanggannya pun ridho (tentulah pelanggan maunya ongkir yang murah). Nah, pertanyaan saya apakah cara fulanah ini dibenarkan oleh syariat? Mengingat memasukkan batu sebagai pemberat timbangan tentulah tidak diketahui oleh ekspedisi karena ekspedisi jarang secara detail menanyakan isi paket atau bahkan membongkar paket sebelum dikirim untuk benar-benar diteliti isi paketnya. Apakah hal ini termasuk kecurangan dalam timbangan & termasuk ke dalam ancaman orang-orang yang berlaku curang dalam timbangan yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an? Mohon penjelasannya dengan dalil syar'i & hujjah yg shahih. Barakallahu fiikum.

Jawaban :

Wa'alaikumussalam Warohmatullohi Wabarokatu.

Bismillah, alhamdulillah washsholatu wassalamu 'ala rosulillah, amma ba'du.

Pertama; Diantara syarat dalam transaksi jual beli yaitu, ridho dari kedua belah pihak yang bertransaksi (penjual dan pembeli). Alloh azza wajalla berfirman,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs. an Nisa' : 29) Berkata pengarang tafsir al-Muyassar, "Wahai orang-orang yang membenarkan Alloh dan RasulNya dan mengamalkan syariatNya, tidak halal bagi kalian memakan harta sebagian dari kalian dengan cara yang tidak benar, kecuali bila ia sesuai dengan tuntunan syariat dan usaha yang halal atas dasar ridho.

Kedua; Kaedah suka rela(ridho) ini berlaku untuk transaksi yang bebas dari segala kezholiman, bebas dari transaksi yang mengandung unsur riba dan bebas dari ghoror (kecurangan). Maksudnya : Bila ada sebuah transaksi jual beli, namun disana ada pihak yang terzholimi, maka meskipun kedua belah pihak saling ridho, maka transaksinya tidak dibenarkan. Demikian pula, bila dalam transaksi jual beli terdapat unsur riba, maka meskipun kedua belah pihak yang bertransaksi saling ridho, maka transaksinya tidak dapat dibenarkan.(kecuali yang terdapat rukhshoh oleh syariat). Demikian pula bila dalam transaksi jual beli terdapat unsur ghoror, maka meskipun kedua belah pihak yang bertransaksi saling ridho, maka transaksinya tidak bisa dibenarkan. Jadi,

1. Keridhoan kedua belah pihak yang bertransaksi tidak secara mutlak menjadi benarnya transaksi yang dilakukan.

2. Bila dalam transaksi terdapat unsur yang dilarang, maka keridhoan kedua belah pihak dalam transaksi tidak bisa menjadi pembenar transaksi yang dilakukan. contoh, A dan B melakukan transaksi jual beli khomer. Kita ketahui bahwa khomer itu haram, maka meskipun kedua belah pihak saling ridho, hal ini tidak menjadikan bolehnya melakukan transaksi jual beli khomer, dan banyak contoh lainnya.

Ketiga; Dalam transaksi jual beli terkadang memanfaatkan jasa ketiga dalam hal pemindahan barang kepada pihak pembeli. Maka dalam hal ini terjadi transaksi antara pihak penjual dengan pihak ketiga (penyedia jasa layanan antar barang). Maka transaksi yang terjadi antara kedua pihak ini sesuai dengan syarat yang dipersyaratkan oleh jasa layanan antar tersebut, baik dalam sifat barangnya, maupun ongkos jasa yang diberlakukan. Maka pihak pertama (penjual) harus taat/tunduk kepada ketentuan atau persyaratan yang ditentukan oleh pihak kedua (penyedia jasa layanan antar barang), sepanjang persyaratan tersebut tidak bertentangan dengan syariat. Rosululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang Islam itu memenuhi perjanjian (persyaratan) yang mereka buat, kecuali persyaratan yang mengharamkan sesuatu yang halal, atau menghalalkan sesuatu yang haram.” (HR. at Tirmidzi)

Bila pengguna jasa (dalam hal ini yaitu : penjual barang yang hendak dikirim kepada pembeli) tidak mematuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak penyedia jasa layanan antar barang, atau melakukan kecurangan, maka hal ini menyelisihi syariat. Maka tidak selayaknya seorang muslim atau muslimah melakukannya. Disamping itu, ia telah menzholimi pihak penyedia layanan antar barang tersebut. Karena ia (yakni : pihak penyedia layanan antar barang) terhalangi untuk mendapatkan haknya yang semestinya. Di sisi lain, bila pihak penyedia layanan jasa antar barang bertanya kepada si pengguna jasa,misalnya, "Apa isi paketnya?” lalu si pengguna jasa menjawab, "buku,” padahal paket kiriman berisi buku dan batu. Maka si pengguna tidak diragukan bahwa ia telah berdusta karena ia menginformasikan sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sementara dusta tidak diperkenan oleh syariat. Rosululloh shallallohu 'alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian berdusta, karena dusta itu dapat menyeret (pelakunya) kepada kefajiran dan kefajian itu menyeret (pelakunya) ke Neraka.” (HR.Abu Dawud dan lainnya). Wallohu a'lam. Wafiikum Baarokalloh.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad,
beserta keluarga dan para sahabatnya.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatkonsultasi&id=3631