Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaidah Ke-9 [Laki-Laki Tidaklah Seperti Perempuan]

Jumat, 03 September 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-8


{ æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì }


“ Dan anak laki-laki tidaklah sama seperti anak perempuan..”
{ Ali Imran: 36}

Ini adalah salah satu kaidah al-Qur`an yang agung, yang merupakan salah satu implikasi kesempurnaan ilmu, hikmah, dan Kuasa Allah pada makhlukNya. Ialah apa yang ditunjukkan oleh Firman Allah ta’ala,

Ayat ini datang dalam konteks kisah istri Imran, ibu Maryam alaihassalam Allah berfirman,


ÅöÐú ÞóÇáóÊö ÇãúÑóÃóÊõ ÚöãúÑóÇäó ÑóÈøö Åöäøöí äóÐóÑúÊõ áóßó ãóÇ Ýöí ÈóØúäöí ãõÍóÑøóÑðÇ ÝóÊóÞóÈøóáú ãöäøöí Åöäøóßó ÃóäúÊó ÇáÓøóãöíÚõ ÇáúÚóáöíãõ (35) ÝóáóãøóÇ æóÖóÚóÊúåóÇ ÞóÇáóÊú ÑóÈøö Åöäøöí æóÖóÚúÊõåóÇ ÃõäúËóì æóÇááøóåõ ÃóÚúáóãõ ÈöãóÇ æóÖóÚóÊú æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì æóÅöäøöí ÓóãøóíúÊõåóÇ ãóÑúíóãó æóÅöäøöí ÃõÚöíÐõåóÇ Èößó æóÐõÑøöíøóÊóåóÇ ãöäó ÇáÔøóíúØóÇäö ÇáÑøóÌöíãö(36)


"(Ingatlah), ketika istri 'Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepadaMu anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' Maka tatkala istri 'Imran melahirkan anaknya, dia pun berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan)Mu dari setan yang terkutuk'." (Ali Imran: 35-36).

Kisahnya secara ringkas: bahwasanya istri Imran telah bernadzar bahwa anaknya yang akan lahir akan berkhidmat di Baitul Maqdis. Ketika anaknya lahir, dia berkata seraya meminta maaf, æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì "Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan", karena kemampuan laki-laki dalam berkhidmat di Baitul Maqdis dan melaksanakan tugas-tugasnya lebih besar daripada perempuan yang Allah ta’ala takdirkan berbadan lemah, dan ditimpa penghalang-penghalang alami yang membuatnya bertambah lemah, seperti haid dan nifas. (Dan di antara rahasia dari sisi susunan kaidah ini adalah: bahwa Allah ta’ala berfirman, æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì "Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan," padahal kalau-pun dikatakan, (æóáóíúÓóÊö ÇáúÃõäúËóì ßóÇáÐøóßóÑö) "Dan anak perempuan tidaklah seperti anak laki-laki," maka maksudnya sama. Akan tetapi karena anak laki-laki adalah yang dimaksud, maka ia lebih dahulu disebut, dan juga karena itulah yang diinginkan dan diharapkan, sehingga ia lebih dekat kepada lafazh yang digunakan orang yang berbicara. Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir, 3/87.)
Al-Qur`an telah menjelaskan perbedaan antara kedua jenis kelamin ini dalam banyak tempat, di antaranya: Firman Allah ta’ala,


ÇáÑøöÌóÇáõ ÞóæøóÇãõæäó Úóáóì ÇáäøöÓóÇÁö ÈöãóÇ ÝóÖøóáó Çááøóåõ ÈóÚúÖóåõãú Úóáóì ÈóÚúÖò æóÈöãóÇ ÃóäúÝóÞõæÇ ãöäú ÃóãúæóÇáöåöãú ÝóÇáÕøóÇáöÍóÇÊõ ÞóÇäöÊóÇÊñ ÍóÇÝöÙóÇÊñ áöáúÛóíúÈö ÈöãóÇ ÍóÝöÙó Çááøóåõ æóÇááøóÇÊöí ÊóÎóÇÝõæäó äõÔõæÒóåõäøó ÝóÚöÙõæåõäøó æóÇåúÌõÑõæåõäøó Ýöí ÇáúãóÖóÇÌöÚö æóÇÖúÑöÈõæåõäøó ÝóÅöäú ÃóØóÚúäóßõãú ÝóáóÇ ÊóÈúÛõæÇ Úóáóíúåöäøó ÓóÈöíáðÇ Åöäøó Çááøóåó ßóÇäó ÚóáöíøðÇ ßóÈöíÑðÇ


"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka", yakni laki-laki. (An-Nisa’: 36)
Úóáóì ÈóÚúÖò

"atas sebagian yang lain," yakni, perempuan.
Hal itu karena laki-laki itu sempurna fisiknya, kuat secara alami, mulia, dan indah, sedangkan perempuan itu kurang fisiknya dan lemah secara alami, sebagaimana hal itu bisa dirasakan dan dilihat oleh semua orang yang berakal, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya kecuali orang yang menentang hal yang bisa dirasakan. Dan Allah ta’ala telah mengisyaratkan hal itu dengan FirmanNya,


Ãóæóãóäú íõäóÔøóÃõ Ýöí ÇáúÍöáúíóÉö æóåõæó Ýöí ÇáúÎöÕóÇãö ÛóíúÑõ ãõÈöíäò


"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran." (Az-Zukhruf: 18).
Perempuan dibesarkan dalam keadaan berperhiasan, yakni perhiasan dari berbagai jenis perhiasan dan busana yang dengan (perhiasan) itu dia menutupi kekurangan fisiknya. ( Lihat Adwa` al-Bayan, 3/498, cetakan ar-Rajihi.)
Bahkan bisa dikatakan: bahwa sebagian hal yang Allah menjadikannya sebagai tabiat perempuan, adalah merupakan kesempurnaan jika dilihat dari sudut pandang perempuan, tetapi hal itu merupakan kekurangan jika dilihat dari sudut pandang laki-laki. Tidakkah Anda lihat bahwa berbadan lemah dan tidak bisa memberi alasan terang dalam pertengkaran adalah aib dan kekurangan bagi laki-laki, padahal (di waktu yang sama) hal itu termasuk sebagian di antara keindahan perempuan yang membuat hati (laki-laki) tertarik kepadanya? (Adhwa` al-Bayan, 3/501.)
Inilah hukum takdir Allah: bahwa laki-laki tidaklah sama seperti perempuan, dan ini adalah hukum Dzat Yang Paling Mengetahui hikmah dan maslahat. Ini adalah perkataan Dzat Yang telah menciptakan makhluk, dan mengetahui perbedaan dan beragamnya tingkatan-tingkatan di antara mereka,


ÃóáóÇ íóÚúáóãõ ãóäú ÎóáóÞó æóåõæó ÇááøóØöíÝõ ÇáúÎóÈöíÑõ


"Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu tampakkan atau rahasiakan); dan Dia Mahahalus lagi Maha Mengetahui?" (Al-Mulk: 14).

Dan berdasarkan hal itu, terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam sejumlah hukum syar'i, walaupun mereka berdua pada asalnya adalah sama.

Perbedaan dalam hukum syar'i antara laki-laki dan perempuan ini kembali kepada perhatian terhadap tabiat perempuan dari sisi fisik, susunan akal, kejiwaan, dan bentuk-bentuk perbedaan lainnya yang tidak mungkin diingkari oleh orang-orang yang berakal dan orang-orang yang berpandangan obyektif dari agama manapun. Dan hendaklah seorang Mukmin mengetahui bahwa terdapat kaidah yang bermanfaat baginya di tempat ini dan di banyak tempat lainnya, yaitu: Bahwa syariat tidak mungkin membedakan antara dua hal yang sama, dan tidak akan menyatukan antara dua hal yang saling bertentangan, dan seorang Mukmin sejati tidak akan pernah menentang syariat dengan akalnya yang terbatas, bahkan dia akan berusaha mencari hikmah di balik pembedaan atau penyatuan tersebut.
Barangsiapa yang mengira bahwa keduanya sama, maka dia telah membatalkan penunjukan al-Qur`an dan as-Sunnah terhadap hal itu:
Adapun al-Qur`an, karena kaidah yang sedang kita bicarakan ini merupakan dalil yang jelas terhadap hal itu.
Adapun as-Sunnah, karena Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam telah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki-laki, (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5885: dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma.) dan kalau saja kedua jenis ini sama, maka laknat ini adalah batil.
Mari kita renungkan sebagian dari hikmah Allah ta’ala dalam pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam sejumlah hukum syar'i, di antaranya:

1). Pembedaan dalam Harta Warisan:
Sunnah Allah menghendaki agar laki-lakilah yang bekerja dan bersusah payah mencari rizki, dialah yang diharapkan warisannya, ikut andil dalam membayar diyat –ketika terdapat penyebab hal itu– maka laki-laki itu selalu berkesempatan berkurang hartanya, berbeda dengan perempuan yang selalu berkesempatan bertambah hartanya, baik ketika diberikan mahar untuknya, maupun ketika dia dinafkahi oleh walinya.
Al-Allamah asy-Syinqithi berkata, "Mendahulukan orang yang selalu berkesempatan berkurang hartanya atas orang yang selalu berkesempatan bertambah hartanya, untuk menutupi sebagian kekurangannya, hikmahnya terlihat sangat jelas, tidak ada yang mengingkarinya selain orang yang dibutakan mata hatinya oleh Allah dengan kekufuran dan kemaksiatan." (Adhwa` al-Bayan, 3/500.)

2). Pembedaan dalam Kesaksian:
Ini dinyatakan oleh ayat tentang hutang,


æóÇÓúÊóÔúåöÏõæÇ ÔóåöíÏóíúäö ãöäú ÑöÌóÇáößõãú ÝóÅöäú áóãú íóßõæäóÇ ÑóÌõáóíúäö ÝóÑóÌõáñ æóÇãúÑóÃóÊóÇäö ãöãøóäú ÊóÑúÖóæúäó ãöäó ÇáÔøõåóÏóÇÁö Ãóäú ÊóÖöáøó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÝóÊõÐóßøöÑó ÅöÍúÏóÇåõãóÇ ÇáúÃõÎúÑóì


"Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa, maka yang seorang (lagi) mengingatkan-nya." (Al-Baqarah: 282).
Sebagaimana juga ditunjukkan oleh as-Sunnah yang shahih dari Nabi a, dan beliau menjelaskan sebab hal itu, yaitu kekurangan perempuan dalam akalnya.
Pembedaan ini bagi orang yang merenungkannya sangat adil. Syaikh as-Sayyid Rasyid Ridha berkata menjelaskan makna ini, "Sesungguhnya menyibukkan diri dengan melakukan transaksi keuangan dan semacamnya bukanlah urusan perempuan, oleh karena itu ingatannya menjadi lemah dalam hal itu, tetapi tidak demikian dengan urusan rumah yang merupakan tugasnya, karena dalam masalah ini perempuan lebih kuat ingatannya dibandingkan laki-laki. Maksudnya, bahwa tabiat manusia, baik laki-laki maupun perempuan, ingatan mereka akan bertambah kuat pada hal-hal yang menjadi tanggung jawab mereka dan hal-hal yang mereka sibuk dengannya, dan ini tidak bertentangan dengan kesibukan sebagian perempuan asing saat ini dengan pekerjaan-pekerjaan keuangan, karena itu sangat sedikit dan tidak bisa dijadikan patokan, hukum-hukum umum itu adalah memperhatikan yang lebih banyak dan asal dalam segala sesuatu." (Tafsir al-Manar, 3/104.)
Janganlah seseorang mengira bahwa hal itu mengurangi kedudukan perempuan, bahkan hal itu adalah untuk menjauhkan perempuan dari sikap meninggalkan tugas utamanya dalam mendidik (anak) dan tinggal di rumah, karena (dia sibuk) dengan tugas lain yang lebih rendah kedudukan dan ketinggiannya, yaitu melakukan bisnis dan transaksi keuangan!
Segolongan peneliti telah mengisyaratkan bahwa perempuan hamil ukuran otaknya mengkerut, dan tidak akan kembali ke ukurannya yang alami kecuali setelah empat bulan dari saat dia melahirkan.
Hendaklah diketahui bahwasanya hukum ini –yakni kesaksian perempuan sebanding dengan setengah kesaksian laki-laki– tidaklah berlaku umum dalam semua masalah, bahkan perempuan sebanding dengan laki-laki dalam sejumlah hukum, seperti kesaksian perempuan dalam masuknya bulan Ramadhan, masalah susuan, haid, melahirkan, li'an, dan hukum-hukum lainnya.
Alhamdulillah kita beriman dengan hukum dan takdir Allah, dan penelitian-penelitian kontemporer hanyalah membuat kita bertambah yakin, serta kita memastikan bahwasanya hasil peneli-tian manapun yang bertentangan dengan ayat al-Qur`an yang jelas adalah merupakan sebuah kesalahan, dan itu disebabkan oleh pemahaman yang kurang baik dari si peneliti.
Pembedaan antara laki-laki dan perempuan ini tidak semuanya untuk kepentingan laki-laki, bahkan datang hukum-hukum yang membedakan antara keduanya untuk kepentingan perempuan –apabila ungkapan saya ini benar–, di antaranya: bahwa jihad tidak diwajibkan bagi perempuan karena tabiat fisik mereka, maka Mahasuci Dzat Yang Maha Mengetahui, Maha memiliki hikmah, dan Maha Mengetahui.
Apabila hal ini telah jelas, maka seorang Mukmin harus berhati-hati dari kata yang populer di kalangan sebagian besar penulis dan cendekiawan, yakni kata "kesetaraan gender" ketika membahas tema perempuan. Ia adalah kata yang tidak terdapat dalam al-Qur`an dengan makna yang dimaksudkan oleh para penulis tersebut, seperti Firman Allah ta’ala,


áóÇ íóÓúÊóæöí ÇáúÞóÇÚöÏõæäó ãöäó ÇáúãõÄúãöäöíäó ÛóíúÑõ Ãõæáöí ÇáÖøóÑóÑö æóÇáúãõÌóÇåöÏõæäó Ýöí ÓóÈöíáö Çááøóåö ÈöÃóãúæóÇáöåöãú æóÃóäúÝõÓöåöãú ÝóÖøóáó Çááøóåõ ÇáúãõÌóÇåöÏöíäó ÈöÃóãúæóÇáöåöãú æóÃóäúÝõÓöåöãú Úóáóì ÇáúÞóÇÚöÏöíäó ÏóÑóÌóÉð æóßõáøðÇ æóÚóÏó Çááøóåõ ÇáúÍõÓúäóì æóÝóÖøóáó Çááøóåõ ÇáúãõÌóÇåöÏöíäó Úóáóì ÇáúÞóÇÚöÏöíäó ÃóÌúÑðÇ ÚóÙöíãðÇ (95)


"Tidaklah sama antara Mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya." )An-Nisa’ : 95)
Dan FirmanNya ta’ala,


æóãóÇ íóÓúÊóæöí ÇáúÃóÚúãóì æóÇáúÈóÕöíÑõ (19) æóáóÇ ÇáÙøõáõãóÇÊõ æóáóÇ ÇáäøõæÑõ (20)


"Katakanlah, 'Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang?'"
Yang benar, hal itu (kesetaraan gender) lebih cocok diungkapkan dengan kata "keadilan", karena Allah berfirman,


Åöäøó Çááøóåó íóÃúãõÑõ ÈöÇáúÚóÏúáö æóÇáúÅöÍúÓóÇäö


"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan," (An-Nahl: 90),
dan tidak berfirman: "menyuruh (kamu) berbuat sama!" karena dalam kata "persamaan" terdapat semacam pembagusan dan bias, berbeda dengan kata "adil" yang merupakan kata yang jelas dan tegas bahwa maksudnya adalah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya.
Makna kata "adil" berkonsekuensi bahwa laki-laki melakukan pekerjaan yang sesuai dengan dirinya, dan perempuan juga melakukan pekerjaan yang sesuai dengan dirinya, sedangkan kata "persamaan" bermakna bahwa kedua jenis kelamin tersebut mela-kukan pekerjaan lawan jenisnya!
Kata "adil" bermakna bahwa perempuan bekerja selama beberapa waktu tertentu dengan pekerjaan yang sesuai dengan badan, karaktek fisik dan psikisnya, sementara kata "persamaan" berkonsekuensi bahwa perempuan bekerja dengan waktu yang sama dengan laki-laki, walaupun tabiat mereka berdua berbeda!
Semua ini menyalahi fitrah yang ditetapkan oleh Allah untuk laki-laki dan perempuan.
Oleh karena itu, ketika sebagian masyarakat barat terus-menerus melakukan hal yang menyalahi fitrah ini, dan perempuan telah menjadi sama dengan laki-laki dalam segala hal, maka mereka merasakan kehancuran dan hasil akhir yang pahit, sehingga orang-orang yang berakal di antara mereka, baik laki-laki maupun perempuan, berteriak lantang, dan mereka menulis sejumlah buku dan selebaran yang memperingatkan masyarakat mereka dari keadaan terus-menerus berada di belakang hal yang menyalahi (fitrah) ini, dan di antaranya:

1. Apa yang ditulis oleh Davison, pemimpin pergerakan semua wanita di dunia, "Ada sebagian wanita yang menghancurkan kehidupan rumah tangga mereka dengan cara mereka senantiasa menuntut persamaan (kesetaraan) dengan laki-laki, padahal laki-laki merupakan pemimpin yang harus ditaati, dan perempuan harus hidup dalam kehidupan rumah tangga dan harus melupakan semua pemikirannya seputar persamaan (kesetaraan perempuan dengan laki-laki)." (Al-'Udwan 'Ala al-Mar`ah, hal. 102, Fu`ad al-Abdi al-Karim.)

2. Helen Andline, pakar dalam bidang urusan keluarga Ame-rika, berkata, "Sesungguhnya pemikiran persamaan (kesetaraan) antara laki-laki dan perempuan bukanlah merupakan sesuatu yang praktis maupun logis, ia hanya melahirkan bahaya-bahaya fisik terhadap perempuan, keluarga, dan masyarakat." (Qadhaya al-Mar`ah fi al-Mu`tamarat ad-Dauliyyah, Fu`ad al-Abd al-Karim, hal. 278.)

3. Ketua Organisasi Perempuan Perancis, Reneh Mary, berkata, "Sesungguhnya menuntut kesetaraan yang penuh antara laki-laki dan perempuan akan berujung kepada level kesia-siaan, karena keduanya tidak akan mendapatkan hak-haknya." (Ibid, hal. 269)
Dan kalaulah kita kembali kepada angka-angka hasil survei yang diberlakukan di negara-negara barat, pastilah ia akan men-jadi pembahasan yang panjang.

4. Berikut ini adalah kalimat yang dikatakan oleh salah seorang perempuan pengusung kebebasan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan yang populer di daerah Teluk :
"Hari ini aku akan membuat pengakuan, bahwa aku berada dalam banyak hal melawan apa yang disebut dengan 'kebebasan perempuan', kebebasan yang mengorbankan sifat keperempuan-annya, mengorbankan kehormatannya, mengorbankan rumah dan anak-anaknya. Aku katakan, 'Sesungguhnya aku tidak akan mem-bebani diriku sendiri, sebagaimana dilakukan banyak perempuan, dengan beratnya mengangkat simbol-sombol kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki. Ya, aku adalah perempuan!'"
Kemudian dia berkata (lagi), "Apakah ini berarti bahwa aku akan melihat rumah, yang merupakan surganya perempuan, seba-gai penjara yang kekal, dan (melihat) anak-anak itu hanya sebagai ikatan dari sabut yang terikat pada leherku? Dan bahwa suami adalah sipir penjara yang diktator yang membelenggu telapak kakiku karena takut langkahku akan mendahuluinya? Tidak, aku ini perempuan dan aku bangga dengan sifat keperempuananku. Aku adalah perempuan yang bangga dengan apa yang diberikan Allah kepadaku, aku adalah ibu rumah tangga, dan tidak mengapa setelah itu kalau aku bekerja di luar rumah dalam bingkai keluarga, akan tetapi, ya Rabb saksikanlah, rumahku dulu (yang akan aku utamakan), kemudian rumahku, kemudian rumahku, baru kemu-dian dunia yang lain." (Rasa`il ila Hawwa`, 3/85.)
Setelah semua ini, apa yang harus dikatakan terhadap orang yang menyamakan antara laki-laki dan perempuan, padahal Dzat Yang telah menciptakan keduanyatelah berfirman, æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì "Dan laki-laki tidaklah sama seperti perempuan"?
Anda tidak akan heran apabila penolakan terhadap hukum takdir ini keluar dari orang-orang kafir atau mulhid, tetapi Anda akan merasa heran kalau ini terjadi pada sebagian orang yang menisbatkan diri mereka kepada agama ini, dan orang-orang yang senantiasa menegaskan dalam makalah-makalah dan tulisan-tulisan mereka bahwa hukum ini (hanya berlaku) pada saat turunnya wahyu di mana perempuan masih bodoh dan tidak terpelajar! Adapun hari ini, perempuan sudah terpelajar dan telah mendapat ijazah yang paling tinggi!
Perkataan ini sangat berbahaya, dan bisa jadi merupakan bentuk kemurtadan dari Agama, karena ia merupakan penolakan terhadap Allah ta’ala. Hal itu karena Allahlah yang telah menetapkan hukum ini, dan Dialah yang Maha Mengetahui akibat yang diperoleh perempuan sampai Hari Kiamat.
Kemudian, sejarah dan realita mendustakan perkataan ini dari dua sisi:
Pertama: Bahwa susunan jiwa dan fisik (fisiologi) perempuan tidak pernah berubah semenjak diciptakan oleh Allah ta’ala, maka ibu kita Hawa (diciptakan) dari tulang rusuk moyang kita Nabi Adam ‘alaihissalam, dan sampai Allah mengizinkan mereka berdua mengelola bumi ini dan memberinya karunia, Allah tidak mengaitkan hal itu dengan ilmu yang dipelajarinya atau ijazah yang didapatnya.
Kedua: Bahwa hukum ini termasuk di dalamnya para Ummahatul Mukminin –semoga Allah meridhai mereka semua–, dan mereka, tanpa diragukan, adalah perempuan-perempuan yang paling berilmu dan paling takwa di antara umat ini, dan perempuan mana yang (ilmunya) mencapai sepersepuluh saja dari ilmu mereka? Dan bersama hal itu, mereka tidak pernah berlaku lancang terhadap hukum syariat ini yang mereka dengar langsung dari suami mereka, Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam, bahkan mereka menerimanya dengan tunduk, pasrah, ridha, dan menerima, dan petunjuk ini juga di-tempuh oleh wanita-wanita Mukminah yang menempuh jalan mereka sampai hari ini.
Saya akan tutup kaidah ini dengan kisah yang langka ini, yang saya dengar dari salah seorang peneliti, ketika dia berbicara tentang kepalsuan klaim yang menuntut dibukanya pintu bagi perempuan; agar perempuan bisa berolahraga sebagaimana laki-laki. Peneliti tersebut, semoga Allah memberinya taufik, berkata,

"Sesungguhnya salah seorang atlet lari cepat (sprint) barat yang terkenal berkenalan dengan perempuan yang juga sering melakukan olahraga lari cepat, maka dia ingin menikahinya, dan terjadilah apa yang diinginkannya itu. Akan tetapi, baru dua bulan dari pernikahan mereka berdua, pernikahan itu pun berakhir de-ngan perceraian! Maka atlet lari cepat ini ditanya, 'Kenapa Anda menceraikannya secepat ini?!' Dia menjawab, 'Aku telah menikahi laki-laki, bukan menikahi perempuan!' Terdapat isyarat darinya kepada kekasaran dalam latihan yang dituntut oleh olahraga lari cepat, sehingga dia kehilangan sifat feminisnya, sehingga dia mempunyai badan seperti badan laki-laki. Mahabenar Allah Yang Maha-agung, Maha Mengetahui, dan Maha Mengenal, æóáóíúÓó ÇáÐøóßóÑõ ßóÇáúÃõäúËóì "Dan laki-laki tidaklah sama dengan perempuan," maka adakah yang mau mengambil pelajaran?


Sumber: 50 Prinsip Pokok Ajaran Al-Qur'an
Ditulis oleh: Dr Umar bin Abdullah Al-Muqbil
Diposting Oleh: Ricky Adhitia

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=357