Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-19 [Dalam Qishosh Ada Kehidupan]

Selasa, 12 Oktober 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-19


{ ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ νσΗ Γυζαφν ΗαϊΓσαϊΘσΗΘφ ασΪσαψσίυγϊ ΚσΚψσήυζδσ}


"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu..”
{ Al-Baqarah: 179}

Ini adalah salah satu kaidah yang muhkam (bermakna jelas) dalam masalah interaksi antara sesama makhluk, yang mana kehidupan kebanyakan mereka tidak terlepas dari kezhaliman dan permusuhan, baik itu terhadap nyawa maupun yang di bawah itu.
Kaidah al-Qur`an yang agung ini datang setelah FirmanNya ta’ala,


νσΗ ΓσνψυεσΗ ΗαψσΠφνδσ ΒγσδυζΗ ίυΚφΘσ Ϊσασνϊίυγυ ΗαϊήφΥσΗΥυ έφν ΗαϊήσΚϊασμ ΗαϊΝυΡψυ ΘφΗαϊΝυΡψφ ζσΗαϊΪσΘϊΟυ ΘφΗαϊΪσΘϊΟφ ζσΗαϊΓυδϊΛσμ ΘφΗαϊΓυδϊΛσμ έσγσδϊ Ϊυέφνσ ασευ γφδϊ ΓσΞφνεφ ΤσνϊΑρ έσΗΚψφΘσΗΪρ ΘφΗαϊγσΪϊΡυζέφ ζσΓσΟσΗΑρ Εφασνϊεφ ΘφΕφΝϊΣσΗδς Πσαφίσ ΚσΞϊέφνέρ γφδϊ ΡσΘψφίυγϊ ζσΡσΝϊγσΙρ έσγσδφ ΗΪϊΚσΟσμ ΘσΪϊΟσ Πσαφίσ έσασευ ΪσΠσΗΘρ Γσαφνγρ (178)


"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih." (Al-Baqarah: 178).

Kemudian Allah ta’ala berfirman menjelaskan kaidah yang agung dalam masalah jinayah ini,


ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ νσΗ Γυζαφν ΗαϊΓσαϊΘσΗΘφ ασΪσαψσίυγϊ ΚσΚψσήυζδσ


"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa." (Al-Baqarah: 179).

Kami memiliki beberapa renungan bersama kaidah al-Qur`an yang muhkam (bermakna jelas) ini:

Renungan Pertama:
Sesungguhnya barangsiapa yang mencermati realita negara-negara yang ada di dunia secara umum –baik negara Muslim maupun kafir– niscaya dia akan menemukan sedikitnya pembunuhan di negara-negara yang di sana pembunuh dihukum bunuh –sebagaimana hal itu diisyaratkan oleh al-Allamah asy-Syinqithi, dan beliau menjelaskan penyebabnya dengan perkataan beliau–, "Karena qishash mencegah kejahatan pembunuhan; sebagaimana disebutkan oleh Allah di ayat yang disebutkan tadi. Sedangkan klaim musuh-musuh Islam bahwa qishash tidak sesuai dengan hikmah, karena dalam qishash terdapat pengurangan jumlah anggota masyarakat dengan membunuh orang kedua setelah matinya orang pertama, dan bahwa si pembunuh seharusnya dihukum dengan selain hukuman bunuh dengan dipenjara (misalnya), dan mungkin saja dia memiliki anak dalam (masa) keberadaannya di penjara itu, maka semua itu adalah perkataan yang tidak benar yang tidak memiliki hikmah; karena penjara tidak membuat manusia jera dari membunuh, dan ketika hukuman tidak bisa membuat jera, maka orang-orang bodoh akan banyak membunuh, sehingga hal itu akan mengakibatkan makin berkurangnya anggota masyarakat karena banyaknya pembunuhan." (Adhwa` al-Bayan, 3/32.)

Renungan Kedua:
Bersama FirmanNya ta’ala dalam kaidah al-Qur`an yang muhkam ini,


ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ νσΗ Γυζαφν ΗαϊΓσαϊΘσΗΘφ ασΪσαψσίυγϊ ΚσΚψσήυζδσ


"Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu." (Al-Baqarah: 179).

Hal itu karena kehidupan adalah sesuatu yang paling berharga bagi manusia secara naluriah, sehingga ia tidak sebanding dengan hukuman bunuh dari sisi membuat jera dan kapok, dan di antara hikmahnya adalah: untuk menenangkan keluarga yang terbunuh karena keputusan hakim membalaskan dendam mereka terhadap orang yang menzhalimi orang yang terbunuh dari (keluarga) mereka. Allah berfirman,


ζσασΗ ΚσήϊΚυαυζΗ ΗαδψσέϊΣσ ΗαψσΚφν ΝσΡψσγσ Ηααψσευ ΕφαψσΗ ΘφΗαϊΝσήψφ ζσγσδϊ ήυΚφασ γσΩϊαυζγπΗ έσήσΟϊ ΜσΪσαϊδσΗ αφζσαφνψφεφ ΣυαϊΨσΗδπΗ έσασΗ νυΣϊΡφέϊ έφν ΗαϊήσΚϊαφ Εφδψσευ ίσΗδσ γσδϊΥυζΡπΗ (33)


"Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim, maka sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan." (Al-Isra`: 33).

Yakni, agar para ahli waris orang yang terbunuh tidak membalas dendam sendiri terhadap orang yang membunuh keluarga mereka, karena hal itu menyebabkan peperangan antara dua kelompok sehingga banyak terjadi penghilangan nyawa." (At-Tahrir wa at-Tanwir, 2/192.)

Renungan Ketiga:
Dengan disebutkannya secara nakirah kata ΝσνσΗΙρ "kehidupan" dalam kaidah al-Qur`an ini, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu", adalah mengagungkan. Yakni, dalam qishash terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagi jiwa kalian; karena ia mengakibatkan kejeraan manusia dari membunuh jiwa. Kalau hukum qishash disingkirkan, niscaya manusia tidak akan jera (dari membunuh), karena kecelakaan yang paling ditakuti oleh jiwa manusia adalah kematian. Maka apabila si pembunuh mengetahui bahwa dirinya akan selamat dari kematian, maka dia akan berani melakukan pembunuhan karena meremehkan hukuman yang diterimanya.
Dan apabila dibiarkan untuk membalas dendam, sebagaimana yang diterapkan dalam masa jahiliyah, niscaya mereka akan berlebihan dalam membunuh sehingga urusannya akan terus berlanjut sebagaimana yang telah lalu. Maka dalam syariat qishashterdapat (jaminan kelangsungan) hidup yang besar bagi kedua pihak.

Renungan Keempat:
Adalah diakhirinya kaidah ini dengan Firman Allah ta’ala, νσΗ Γυζαφν ΗαϊΓσαϊΘσΗΘφ "hai orang-orang yang berakal."
Dalam hal ini terdapat peringatan agar merenungkan hikmah qishash, karena dalam diarahkannya panggilan kepada orang-orang yang memiliki akal terdapat isyarat bahwa hikmah qishash tidak dapat dijangkau kecuali oleh orang yang memiliki pemikiran yang benar, karena kalau dilihat secara sepintas, seakan-akan qishash itu adalah hukuman dengan kejahatan yang sama, karena dalam qishash terjadi musibah kedua (dengan dihukumnya si pelaku). Akan tetapi ketika (kita) merenungkannya, bahkan ia merupakan kehidupan, dan bukan musibah; berdasarkan dua aspek yang telah disebutkan.
Kemudian Allah berfirman, ασΪσαψσίυγϊ ΚσΚψσήυζδσ "supaya kamu bertakwa," untuk menggenapi illatnya, yakni, agar kalian menjadi bertakwa, maka janganlah kalian melampaui batas keadilan dan obyektifitas dalam perkara membalas. (At-Tahrir wa at-Tanwir, 2/200, dengan perubahan redaksi dan diringkas.)

Renungan Kelima:
Bahwa kaidah yang agung ini lebih tinggi daripada apa yang sudah menjadi layaknya peribahasa pada kalangan muta`akhkhirin (ulama yang datang belakangan}, yaitu perkataan mereka, ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ "Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan."
Sumber: (Dalam penjelasan bahwa peribahasa ini merupakan nukilan dan terjemahan (dari bahasa lain) dan bukan bahasa Arab asli, lihat Wahyu al-Qalam, 3/407-410.)

Sejumlah kalangan ahli balaghah (sastrawan arab) sibuk menguraikan kaidah al-Qur`an ini, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu," dalam rangka mencari segi-segi kemukjizatan al-Qur`an yang mantap, dan mengkomparasikannya dengan peribahasa yang populer yang sering diucapkan dan diulang-ulang melalui lisan banyak para ahli sastra, para penulis, dan para jurnalis, yaitu perkataan orang Arab, ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ "Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan." Sebagian dari mereka mengklaim bahwa peribahasa ini lebih fasih daripada kaidah yang sedang kita bicarakan ini.
Sebelum saya menjelaskan komparasinya, ada baiknya saya bawakan kalimat yang bebas dan kuat dari Abu Bakar al-Baqillani, di mana beliau mengucapkan sebuah perkataan yang sudah seperti kaidah (yang digunakan untuk) keadaan orang yang ingin membandingkan antara Firman Allah dengan perkataan makhlukNya, beliau berkata,
"Apabila kefasihan al-Qur`an, segi-segi balaghahnya, dan keunggulannya yang mengagumkan tidak terlihat jelas bagi seorang yang mengaku dirinya ahli sastra, penyair, penulis, atau orang yang matanya penuh dengan abu (Yakni, orang yang terdapat abu dalam kedua matanya, sebagai sindiran bagi kebutaannya dari melihat hakikat (yang sesungguhnya), maka Anda tidak perlu menyibukkan diri dengannya. Dia hanyalah mengabarkan tentang (kekurangan) dirinya, menunjukkan kelemahan dirinya, menjelaskan kebodohan dirinya, dan menegaskan kedangkalan pemahamannya, dan kerancuan akalnya! Sumber: (Ini dinukil oleh ar-Rafi'i dalam Wahyu al-Qalam, 3/399; dan lihat A'lam an-Nubuwwah, al-Mawardi, hal. 100.)

Dan dengan mengkomparasikan antara kaidah al-Qur`an, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu" yang sedang kita bicarakan ini, dengan peribahasa,ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ "Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan," nampaklah hal-hal berikut ini:

(1). Sesungguhnya huruf-huruf kaidah al-Qur`an, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu" lebih sedikit jumlahnya daripada ungkapan orang Arab, ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ "Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan."

(2). Kaidah al-Qur`an ini menyebut "qishash" dan tidak menyebut "pembunuhan", sehingga ia mencakup semua akibat dari perbuatan jahat terhadap jiwa maupun yang lebih rendah dari jiwa yang merupakan hukuman yang setimpal. Dan ia membatasi perkara ini agar hukuman ini adalah hukuman dan balasan atas kesalahan yang telah lalu, bukan sekedar menyakiti; dan inilah hakikat keadilan.
Adapun ungkapan orang Arab tersebut menyebutkan pembunuhan saja, dan tidak membatasinya dengan statusnya sebagai hukuman, dan tidak mengisyaratkan kepada prinsip keadilan, sehingga ungkapan ini terbatas dan kurang.

(3). Kaidah al-Qur`an, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu," menyatakan tetapnya kehidupan dengan menetapkan hukum qishash, sedangkan ungkapan Arab itu menyebutkan hilangnya pembunuhan, dan ia tidak menunjukkan makna yang ditunjukkan oleh kata ΝσνσΗΙρ (hidup).

(4). Kaidah al-Qur`an itu terbebas dari cela pengulangan, berbeda dengan peribahasa Arab itu di mana kata ΗσαϊήσΚϊαυ (pembunuhan) diulang sebanyak dua kali dalam sebuah kalimat yang pendek.

(5). Kaidah al-Qur`an itu bersifat tegas dalam penunjukannya terhadap makna-maknanya, dan dengan kata-katanya ia tidak membutuhkan kepada perkiraan kata-kata yang dibuang (dari kalimat tersebut), berbeda dengan ungkapan Arab yang membutuhkan banyak perkiraan-perkiraan (kata yang dibuang dari kalimat) sampai maknanya menjadi sempurna, di mana setidaknya harus terdapat tiga perkiraan, sebagaimana berikut ini: ΗσαϊήσΚϊαυ (ήφΥσΗΥπΗ) Γσδϊέσμ γφδϊ (ΚσΡϊίφεφ) αφαϊήσΚϊαφ (ΪσγϊΟπΗ ζσΪυΟϊζσΗδπΗ) "Pembunuhan sebagai qishash lebih bisa menghilangkan (pembunuhan) daripada (meninggalkan pembunuhan) untuk pembunuhan (secara sengaja dan permusuhan)."

Dan setelah itu semua, sesungguhnya untuk komparasi yang singkat dari sisi balaghah (sastra) ini ada kisah yang akan saya jadikan sebagai penutup pembahasan tentang kaidah al-Qur`an ini, yaitu bahwa al-Allamah Mahmud Syakir rahimahullah pernah membaca sebuah makalah yang ditulis oleh salah seorang jurnalis, di mana dia menetapkan di dalam makalah tersebut bahwa ungkapan ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ (Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan) adalah lebih mengena daripada kaidah al-Qur`an yang muhkam ini, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu." Maka amat sesaklah dada Syaikh Mahmud Syakir, dan beliau menyifati perkataan ini sebagai perkataan kufur, maka beliau menulis surat –saat itu juga– kepada sastrawan besar Musthafa Shadiq ar-Rafi'i rahimahullah, untuk memotivasinya agar beliau membantah klaim yang palsu ini. (Dalam surat itu) Syaikh Mahmud Syakir rahimahullah berkata,

"Darah di kepalaku bergolak ketika aku melihat si penulis lebih mengutamakan perkataan Arab, ΗσαϊήσΚϊαυ Γσδϊέσμ αφαϊήσΚϊαφ (Pembunuhan itu lebih bisa menghilangkan pembunuhan) daripada Firman Allah ta’ala dalam kitabNya yang penuh hikmah, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ 'Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.' (Al-Baqarah: 179). Maka aku teringat kepada ayat yang mengatakan,


ζσΕφδψσ ΗαΤψσνσΗΨφνδσ ασνυζΝυζδσ Εφασμ ΓσζϊαφνσΗΖφεφγϊ


'Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya.' (Al-An'am: 121).

Pada leher Anda terbebankan amanah seluruh kaum Muslimin agar Anda menulis bantahan atas perkataan kufur ini, untuk menampakkan sisi kemukjizatan dalam ayat yang mulia ini, dan (untuk menjelaskan) di mana posisi perkataan jahiliyah ini darinya, karena ini merupakan sikap zindiq yang jika dibiarkan ia akan berakibat (buruk) pada manusia, yang menjadikan orang baik sebagai orang durjana, dan membuat orang durjana semakin durjana, mereka adalah serigala-serigala zindiq yang mana tujuan mereka adalah menjilat dengan jilatannya (yang khas) dalam penjelasan al-Qur`an..." sampai akhir ucapan beliau.
Ketika perkataan ini sampai kepada sastrawan ar-Rafi'i, ar-Rafi'i marah layaknya marahnya Mudhar, dan beliau segera menulis bantahan atas perkataan dosa ini dalam belasan halaman dalam buku beliau yang bagus, Wahyu al-Qalam, di mana kami meringkas sebagian darinya sebagaimana yang saya sebutkan barusan, maka semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan, dan mengampuni beliau.
Sampai di sini berakhirlah apa yang ingin saya jelaskan seputar kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang mulia ini, ζσασίυγϊ έφν ΗαϊήφΥσΗΥφ ΝσνσΗΙρ "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu."

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=367