Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-21 [Bertakwalah Kepada Allah, Dan Ikutilah Orang-Orang Yang Benar]

Jumat, 15 Oktober 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-21


{ íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó }


" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur (benar..)”
{ At-Taubah: 119}
Ini adalah salah satu kaidah (prinsip pokok) yang muhkam dalam masalah interaksi dengan Pencipta dan interaksi dengan makhlukNya. Ia adalah kaidah yang merupakan salah satu di antara perahu-perahu keselamatan, salah satu tonggak kehidupan sosial, dan ia, bagi orang yang mengambil petunjuk dengan petunjuknya, merupakan tanda kebaikan, bukti nyata ketinggian harapannya, dan bukti kesempurnaan akalnya.
Prinsip pokok yang muhkam ini datang setelah kisah jihad yang panjang, cobaan yang besar dalam berkhidmat untuk Agama, dan mempertahankan telaga-telaganya, yang mana semua itu telah dilakukan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, dan ini terdapat di akhir Surat at-Taubah yang termasuk di antara ayat-ayat yang terakhir turun kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala berfirman,


áóÞóÏú ÊóÇÈó Çááåõ Úóáóì ÇáäøóÈöíøö æóÇáúãõåóÇÌöÑöíäó æóÇáúÃóäúÕóÇÑö ÇáøóÐöíäó ÇÊøóÈóÚõæåõ Ýöí ÓóÇÚóÉö ÇáúÚõÓúÑóÉö ãöäú ÈóÚúÏö ãóÇ ßóÇÏó íóÒöíÛõ ÞõáõæÈõ ÝóÑöíÞò ãöäúåõãú Ëõãøó ÊóÇÈó Úóáóíúåöãú Åöäøóåõ Èöåöãú ÑóÁõæÝñ ÑóÍöíãñ (117) æóÚóáóì ÇáËøóáóÇËóÉö ÇáøóÐöíäó ÎõáøöÝõæÇ ÍóÊøóì ÅöÐóÇ ÖóÇÞóÊú Úóáóíúåöãõ ÇáúÃóÑúÖõ ÈöãóÇ ÑóÍõÈóÊú æóÖóÇÞóÊú Úóáóíúåöãú ÃóäúÝõÓõåõãú æóÙóäøõæÇ Ãóäú áóÇ ãóáúÌóÃó ãöäó Çááåö ÅöáøóÇ Åöáóíúåö Ëõãøó ÊóÇÈó Úóáóíúåöãú áöíóÊõæÈõæÇ Åöäøó Çááøóåó åõæó ÇáÊøóæøóÇÈõ ÇáÑøóÍöíãõ (118) íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó (119)


"Sungguh Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka; dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepadaNya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur (benar)." (At-Taubah: 117-119).

Ajaran yang terkandung dalam kaidah ini adalah bahwa orang-orang yang diterima taubatnya oleh Allah, yaitu: Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam beserta orang-orang yang bersama beliau, dan tiga orang yang tidak ikut berperang, mereka adalah para imam orang-orang yang benar, maka ikutilah mereka.
Apabila Anda merenungkan datangnya kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini, íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar", setelah ayat-ayat ini, Anda akan mendapatkan bahwa "benar" itu lebih umum daripada hanya sekedar benar dalam perkataan saja! "Benar" adalah benar dalam perkataan, perbuatan, dan keadaan, yang mana hal itu dipraktekkan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh hidup beliau, sebelum dan sesudah kenabian.
Dan karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam memiliki omongan yang benar, lisan yang terjaga, terpercaya, menepati dan menjaga janji sebelum kenabian beliau, beliau dikenal sebagai ash-Shadiq al-Amin (orang yang benar dan terpercaya), maka hal itu menjadi sebab masuk Islamnya sebagian orang-orang musyrik yang berakal, di mana salah seorang di antara mereka berkata, "Orang ini belum pernah berdusta atas nama manusia, maka (tidak mungkin) kemudian dia berdusta atas nama Allah!"

Banyak manusia ketika mendengar kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini, íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar", pikirannya tidak tertuju kecuali kepada perkataan yang jujur, dan sebenarnya ini adalah penyempitan makna dalam memahami kaidah ini; karena kalau manusia merenungkan konteksnya, niscaya dia mengetahui bahwa ia mencakup seluruh perkataan, perbuatan, dan keadaan sebagaimana yang telah dijelaskan.
Sesungguhnya kejujuran memiliki pengaruh yang terpuji dan akibat yang mulia, dan ia merupakan bukti kuatnya akal, perjalanan hidup yang baik, dan kesucian hati.
Kalaulah kejujuran itu tidak berpengaruh selain keselamatannya dari noda dusta, menyalahi kesopanan, dan menyerupai orang-orang munafik, (niscaya itu saja sudah cukup). Ditambah lagi dengan apa yang didapatkan dengan kejujuran berupa kemuliaan, keberanian, karamah, kemuliaan jiwa, dan kewibawaan diri. Barangsiapa yang merenungkan kisah tiga orang yang tidak ikut serta (dalam Perang Tabuk), niscaya dia mendapatkan manisnya kejujuran dan pahitnya kebohongan walaupun setelah lewat beberapa waktu.
Barangsiapa yang merenungkan ayat-ayat yang ada tentang pujian terhadap kejujuran dan sanjungan terhadap pelakunya, niscaya dia menemukan hal-hal yang sangat menakjubkan!

Cukuplah di sini kami mengisyaratkan kepada sejumlah dampak yang ditunjukkan oleh al-Qur`an bagi kejujuran dan pelakunya di dunia dan akhirat:
(1). Orang yang jujur adalah orang yang menempuh jalan para nabi dan rasul yang mana Allah memuji mereka bukan hanya pada satu-dua ayat dikarenakan sikap jujur dalam berjanji dan berkata.
(2). Orang yang jujur akan ditolong dan diberi kemenangan, Allah akan mengirimkan untuknya orang yang membelanya dari arah yang tidak terpikirkan olehnya, bahkan terkadang pembelanya itu adalah salah satu rival di antara rival-rivalnya. Renungkanlah perkataan istri al-Aziz,


ÞóÇáóÊö ÇãúÑóÃóÊõ ÇáúÚóÒöíÒö ÇáúÂäó ÍóÕúÍóÕó ÇáúÍóÞøõ ÃóäóÇ ÑóÇæóÏúÊõåõ Úóäú äóÝúÓöåö æóÅöäøóåõ áóãöäó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó (51)


"Istri al-Aziz berkata, 'Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang jujur'." (Yusuf: 51).

Orang yang benar menempuh jalan yang menunjukkan kepada surga, bukankah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,


Úóáóíúßõãú ÈöÇáÕøöÏúÞö¡ ÝóÅöäøó ÇáÕøöÏúÞó íóåúÏöí Åöáóì ÇáúÈöÑøö¡ æóÅöäøó ÇáúÈöÑøó íóåúÏöí Åöáóì ÇáúÌóäøóÉö¡ æóãóÇ íóÒóÇáõ ÇáÑøóÌõáõ íóÕúÏõÞõ æóíóÊóÍóÑøóì ÇáÕøöÏúÞó ÍóÊøóì íõßúÊóÈó ÚöäúÏó Çááåö ÕöÏøöíúÞðÇ.


"Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya sikap jujur itu akan membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan membawa kepada surga, dan seseorang senantiasa berlaku jujur dan tetap menjaga berlaku jujur sehingga dia dicatat sebagai orang yang jujur di sisi Allah." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5743; dan Muslim, no. 2607, dan ini adalah lafazh Muslim.)

Dan Allah ta’ala berfirman seraya menjelaskan sifat-sifat penghuni surga,


ÇáÕøóÇÈöÑöíäó æóÇáÕøóÇÏöÞöíäó æóÇáúÞóÇäöÊöíäó æóÇáúãõäúÝöÞöíäó æóÇáúãõÓúÊóÛúÝöÑöíäó ÈöÇáúÃóÓúÍóÇÑö (17)


"(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." (Ali Imran: 17).

Orang-orang yang jujur adalah orang-orang yang akan selamat pada hari disodorkannya (amal-amal) secara besar-besaran kepada Rabb mereka (pada Hari Kiamat), sebagaimana Allah ta’ala berfirman,


ÞóÇáó Çááåõ åóÐóÇ íóæúãõ íóäúÝóÚõ ÇáÕøóÇÏöÞöíäó ÕöÏúÞõåõãú áóåõãú ÌóäøóÇÊñ ÊóÌúÑöí ãöäú ÊóÍúÊöåóÇ ÇáúÃóäúåóÇÑõ ÎóÇáöÏöíäó ÝöíåóÇ ÃóÈóÏðÇ ÑóÖöíó Çááøóåõ Úóäúåõãú æóÑóÖõæÇ Úóäúåõ Ðóáößó ÇáúÝóæúÒõ ÇáúÚóÙöíãõ (119)


"Allah berfirman, 'Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar'." (Al-Ma`idah: 119).

Orang-orang yang benar adalah orang-orang yang layak mendapatkan ampunan Allah dan apa yang dijanjikanNya untuk mereka berupa balasan dan pahala yang besar. Allah ta’ala berfirman,


Åöäøó ÇáúãõÓúáöãöíäó æóÇáúãõÓúáöãóÇÊö æóÇáúãõÄúãöäöíäó æóÇáúãõÄúãöäóÇÊö æóÇáúÞóÇäöÊöíäó æóÇáúÞóÇäöÊóÇÊö æóÇáÕøóÇÏöÞöíäó æóÇáÕøóÇÏöÞóÇÊö


"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim, laki-laki dan perempuan yang Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, dan laki-laki dan perempuan yang jujur..."
sampai FirmanNya,


ÃóÚóÏøó Çááåõ áóåõãú ãóÛúÝöÑóÉð æóÃóÌúÑðÇ ÚóÙöíãðÇ (35)


"Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." (Al-Ahzab: 35).

Setelah ini, sungguh di antara hal yang menyedihkan dan menyakitkan adalah orang Muslim melihat adanya lubang yang terkoyak yang nyata dalam realita kaum Muslimin terhadap apa yang ditunjukkan oleh kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam (bermakna jelas) ini,


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó


"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar", (At-Taubah: 119).

Berapa banyak orang yang berdusta dalam perkataan mereka? Berapa banyak orang yang mengingkari janji-janji mereka? Dan berapa banyak orang yang melanggar perjanjian-perjanjian mereka?
Bukankah di kalangan kaum Muslimin ada orang yang menerima suap, dan mengkhianati pelaksanaan tugas yang diamanahkan kepadanya? Bukankah di kalangan kaum Muslimin ada orang yang tidak mempedulikan pemalsuan transaksi dan dokumen-dokumen resmi, dan bentuk-bentuk pemalsuan lainnya?
Dengan perbuatan mereka ini, mereka –sayang sekali– telah mencoreng wajah Islam yang bersinar, yang tidaklah Islam berdiri melainkan di atas sikap jujur!
Anda benar-benar akan heran dari orang Muslim yang membaca kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam ini, íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar", dan bersama itu banyak di antara kaum Muslimin yang melakukan kebohongan padahal banyak nash-nash syariat yang memerintahkan berlaku benar dan melarang kebohongan!
Andai saja mereka itu merenungkan situasi ini, yang diceritakan oleh Abu Sufyan radhiyallohu ‘anhu sebelum beliau masuk Islam, pada saat beliau berada di negeri Syam, ketika surat dari Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam sampai ke Heraklius. Heraklius berkata, "Apakah di sini ada orang yang satu kaum dengan orang ini yang mengklaim bahwa dirinya itu seorang nabi?" Mereka menjawab, "Ya." Abu Sufyan berkata, "Maka aku diundang bersama sekelompok orang Quraisy, lalu kami masuk ke (istana) Heraklius, dan Heraklius mempersilahkan kami untuk duduk di hadapannya. Heraklius berkata, 'Siapa di antara kalian yang nasabnya paling dekat dengan orang ini yang mengklaim dirinya itu seorang nabi?' Aku menjawab, 'Saya', lalu mereka menyuruhku duduk di hadapan Heraklius, dan mereka menyuruh kawan-kawanku duduk di belakangku. Kemudian Heraklius memanggil penerjemahnya, Heraklius berkata kepada penerjemahnya, 'Katakan kepada mereka, 'Sesungguhnya aku bertanya kepada orang ini tentang seseorang yang mengklaim bahwa dirinya itu seorang nabi, apabila orang ini berdusta kepadaku, maka kalian harus mendustakannya.' Abu Sufyan berkata, 'Demi Allah, kalaulah aku tidak takut kebohongan akan berpengaruh pada diriku, niscaya aku sudah berbohong'." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 7; dan Muslim, no. 74.)

Renungkanlah wahai orang Mukmin bagaimana orang yang dulunya musyrik ini menjauhi kebohongan pada hari itu, karena dia memandang kebohongan sebagai cela dan kekurangan yang tidak layak bagi orang yang mengetahui kemuliaan bersikap benar dan keburukan kebohongan?! Itulah kepribadian Arab, yang memandang kebohongan termasuk di antara akhlak yang paling buruk!
Oleh karena itu, ketika Ibnu Ma'in rahimahullah ditanya tentang Imam asy-Syafi'i, beliau berkata, "Biarkanlah kami, demi Allah, kalau saja bohong itu dihalalkan, niscaya kepribadian beliau mencegah beliau untuk berbohong!" (Lisan al-Mizan, 5/416.)
Tertulis dalam biografi al-Hafizh Ishaq bin al-Hasan al-Harbi (wafat th. 284 H), bahwa Imam Ibrahim al-Harbi pernah ditanya tentang beliau, maka beliau menjawab, "Orang terpercaya, bahkan kalau saja bohong itu halal, niscaya Ishaq tetap tidak akan pernah berbohong!" (Tarikh Baghdad, 6/382.)
Ibrahim al-Harbi (wafat th. 285 H) berkata tentang Imam, ahli hadits, Harun al-Hammal, "Kalau saja bohong itu halal, niscaya Harun akan tetap meninggalkan berbohong untuk menyucikan dirinya."
Alangkah bagusnya Imam al-Auza'i ketika beliau berkata, "Demi Allah, andai saja seorang penyeru dari langit menyerukan bahwa bohong itu halal, niscaya aku tetap tidak akan berbohong!"
Maka di mana kedudukan orang-orang yang berkepribadian bohong dari hal ini?! Bahkan mereka merendahkan hal ini, malah tidak hanya sampai di sini, mereka bahkan menambahkan sesuatu dari kebiasaan-kebiasaan orang kafir dalam berbohong, sebagaimana dalam apa yang dinamakan sebagai kebohongan April (April Mop)! Dan sebagian dari mereka mengklaim bahwa hal itu adalah kebohongan putih! Mereka tidak sadar bahwa kebohongan itu semuanya hitam! Kecuali apa yang dikecualikan oleh syariat yang disucikan.

Dikatakan, kalaupun tidak ada kerugian yang akan didapatkan oleh orang-orang yang berbohong selain mereka –dengan sebab kebohongan mereka ini– akan tertinggal dari kafilah kaum Mukminin yang selalu jujur, yang dimaksud oleh Allah dalam kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam ini, , íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÇÊøóÞõæÇ Çááåó æóßõæäõæÇ ãóÚó ÇáÕøóÇÏöÞöíäó "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar", niscaya hal itu sudah cukup untuk membuat mereka jera.
Alangkah indahnya kalau kita, para bapak dan para pendidik, mendidik generasi kita berdasarkan pada akhlak yang agung ini, dan juga menanamkan kebencian pada kebohongan, dan kita menjadi teladan yang hidup bagi mereka, yang dapat mereka lihat dengan mata kepala mereka sendiri.
Ustadz yang juga seorang sastrawan besar, Muhammad Karad Ali, berkata, "Kalau kita berpegang kepada kejujuran, kita menjadikannya sebagai simbol lahir dan batin kita dalam kondisi-kondisi kita pada umumnya, niscaya kita akan menghemat bagi orang-orang yang berkumpul di sekeliling kita, dan orang-orang yang memegang perkara di antara kita: waktu, harta, permainan dan kebatilan, dan niscaya kita dan anak-anak kita akan hidup bahagia, tidak merasa galau dan takut, menikmati apa yang kita peroleh, mendapat keberkahan dalam apa yang kita ambil dan apa yang kita berikan, kita akan hidup dalam naungan kemuliaan, merasakan makna kemanusiaan, merasa nikmat dengan qana'ah, dan kita akan diliputi keridhaan." (Aqwaluna wa Af'aluna ( Bab Qauluna fi ash-Shidq)). Demikian.

Segala puji bagi Allah, Rabb sekalian alam.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=369