Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-22 [Allah Tidak Menyia-nyiakan Amalan Orang Baik]

Senin, 18 Oktober 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-22


{ Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó }


"Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
{ Yusuf: 90}

Ini adalah salah satu kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam dalam masalah interaksi dengan Pencipta (hablum-minallah) dan interaksi dengan makhlukNya hablum-min naas). Ini adalah kaidah dan tempat berpijak bagi orang-orang yang perbuatan mereka tidak dihargai manusia.

Kaidah ini datang dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalaam,, dan itu ketika saudara-saudara beliau masuk ke (istana) beliau, lalu mereka berkata,


ÝóáóãøóÇ ÏóÎóáõæÇ Úóáóíúåö ÞóÇáõæÇ íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáúÚóÒöíÒõ ãóÓøóäóÇ æóÃóåúáóäóÇ ÇáÖøõÑøõ æóÌöÆúäóÇ ÈöÈöÖóÇÚóÉò ãõÒúÌóÇÉò ÝóÃóæúÝö áóäóÇ Çáúßóíúáó æóÊóÕóÏøóÞú ÚóáóíúäóÇ Åöäøó Çááåó íóÌúÒöí ÇáúãõÊóÕóÏøöÞöíäó (88) ÞóÇáó åóáú ÚóáöãúÊõãú ãóÇ ÝóÚóáúÊõãú ÈöíõæÓõÝó æóÃóÎöíåö ÅöÐú ÃóäúÊõãú ÌóÇåöáõæäó (89) ÞóÇáõæÇ ÃóÅöäøóßó áóÃóäúÊó íõæÓõÝõ ÞóÇáó ÃóäóÇ íõæÓõÝõ æóåóÐóÇ ÃóÎöí ÞóÏú ãóäøó Çááåõ ÚóáóíúäóÇ Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó (90)


"Hai al-Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah." Yusuf berkata, "Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?" Mereka berkata, "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?" Yusuf menjawab, "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karuniaNya kepada kami. Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 88-90).

Apakah ketakwaan itu? Dan apakah kesabaran itu?

Alangkah seringnya kita menghafal definisi takwa. Bahkan sebagian dari kita boleh jadi menghafal banyak definisi takwa, dan (begitu juga) dengan sabar, menghafal pembagian-pembagian sabar. Tetapi kemudian salah seorang dari kita gagal dalam ujian pertama kesabaran, atau terdapat kekurangan yang nyata dalam penerapan makna-makna syariat ini sebagaimana mestinya ketika terdapat hal yang menuntut kesabaran.
Saya tidak memaksudkan dengannya, keterbebasan dari dosa, karena pastinya bukan hal itu yang dimaksud, maksud saya adalah bahwa terkadang kita –kecuali orang yang dirahmati Allah– terlihat goncang dalam merealisasikan takwa atau sabar apabila masalah semakin berat dan datang hal yang menuntut ketakwaan dan kesabaran.
Kita semua hafal bahwa takwa adalah melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
Kita semua mengetahui bahwa hal itu membutuhkan kesabaran dan konsisten dalam kesabaran, menahan diri kepada keinginan Allah dan RasulNya, akan tetapi urusannya adalah pada keberhasilan dalam merealisasikan dua makna yang agung ini pada saat keduanya (dibutuhkan).
Di sini kita patut bertanya-tanya tentang rahasia disatukannya antara ketakwaan dan kesabaran dalam kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam ini, Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó "Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 90).
Jawabannya adalah: bahwa hal itu –wallahu a'lam– karena pengaruh ketakwaan ada dalam melaksanakan perintah, sedangkan kesabaran, pada umumnya, pengaruhnya ada dalam meninggalkan larangan. (Jami' ar-Rasa`il, Ibnu Taimiyyah, 1/38.)

Di Antara Bentuk Aplikasi Kaidah Ini:
Kaidah al-Qur`an yang mulia ini memiliki banyak pengaplikasian dalam kehidupan orang Mukmin, bahkan juga dalam apa yang dibaca orang Muslim dalam kitab Rabbnya, di antaranya:

(1). Apa yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagai komentar terhadap kaidah ini yang terdapat dalam Surat Yusuf ‘alaihissalaam,,
"Kemudian sesungguhnya Yusuf setelah beliau dizhalimi, beliau diberi cobaan dengan (adanya) orang yang mengajak beliau berbuat keji, dan orang ini merayu beliau agar melakukan perbuatan keji tersebut, maka beliau meminta pertolongan kepada Dzat Yang dapat menolong beliau agar dapat mengalahkannya, maka beliau tetap berpegang (kepada agama Allah) dan memilih penjara daripada (melakukan) perbuatan keji tersebut, beliau lebih memilih penderitaan di dunia daripada kemurkaan Allah, maka beliau ini dizhalimi oleh pihak orang yang menyukai beliau karena hawa nafsunya dan tujuannya yang tidak benar...."
Kemudian Syaikhul Islam membahas tentang cobaan yang diterima Yusuf bersama saudara-saudara beliau, dan bagaimana beliau telah menerima dua macam gangguan lalu beliau menghadapi keduanya dengan ketakwaan dan kesabaran:
Gangguan yang pertama adalah: kezhaliman saudara-saudara beliau terhadap beliau, yang telah mengeluarkan beliau dari kebebasan orang merdeka (dan memasukkan beliau) kepada ikatan hamba sahaya yang batil tanpa kehendak beliau sendiri.
Dan gangguan yang kedua adalah: kezhaliman yang telah menimpa beliau dari istri al-Aziz, yang mengakibatkan beliau memilih menjadi tahanan di penjara dengan keinginan beliau sendiri.

Kemudian Syaikhul Islam membedakan antara kesabaran beliau terhadap gangguan saudara-saudara beliau, dan kesabaran beliau terhadap gangguan istri al-Aziz, dan Syaikhul Islam menetapkan bahwa kesabaran beliau terhadap gangguan yang didapatnya dari istri al-Aziz lebih besar daripada kesabaran beliau terhadap gangguan saudara-saudara beliau, karena kesabaran beliau terhadap gangguan saudara-saudara beliau adalah termasuk dalam masalah kesabaran terhadap musibah yang hampir setiap orang selamat darinya, sedangkan kesabaran beliau terhadap gangguan istri al-Aziz adalah pilihan beliau sendiri, dan beliau menyertainya dengan ketakwaan. Oleh karena itu, Yusuf berkata,


Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó


"Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 90).

Kemudian Syaikhul Islam berkata menjelaskan berlaku umumnya kaidah al-Qur`an ini,
"Demikianlah, apabila orang Mukmin diberi cobaan atas keimanannya dan disuruh agar melakukan kekufuran, kefasikan, atau kemaksiatan –kalau dia tidak melakukannya dia akan diganggu atau disiksa– maka dia akan memilih gangguan dan siksaan daripada harus meninggalkan agamanya: bisa jadi dipenjara dan bisa jadi diusir dari kampung halamannya, sebagaimana terjadi pada kaum Muhajirin ketika mereka memilih meninggalkan negerinya daripada meninggalkan agamanya, dan bersama itu mereka disiksa dan disakiti.
Sungguh Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam telah diganggu dengan berbagai macam gangguan, maka beliau pun bersabar atas hal itu dengan kesabaran yang merupakan pilihan beliau sendiri, karena beliau diganggu adalah hanya agar beliau tidak melakukan apa yang telah beliau lakukan dengan pilihan beliau sendiri, dan ini lebih besar daripada kesabaran Yusuf, karena Yusuf hanya diminta melakukan perbuatan keji, dan beliau hanya dihukum –jika beliau tidak melakukannya– dengan dipenjara, sedangkan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beliau diminta menjadi kafir, dan jika mereka tidak melakukannya, maka mereka akan dihukum dengan dibunuh dan yang lebih rendah dari dibunuh, dan hukuman yang paling ringan adalah dipenjara..." sampai beliau berkata,
"Maka apa yang menimpa kaum Muslimin berupa gangguan dan musibah yang merupakan pilihan mereka sendiri sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya bukanlah termasuk musibah-musibah langit yang terjadi tanpa keinginan hamba itu sendiri, seperti jenis hukuman penjara Yusuf, bukan seperti jenis pemisahan antara beliau dengan bapak beliau, dan ini adalah jenis yang paling mulia di antara kedua jenis tersebut, dan pelakunya lebih besar derajatnya, walaupun orang yang tertimpa musibah diberi pahala atas kesabaran dan keridhaannya, dan dosa-dosanya dihapuskan dengan sebab musibah-musibahnya itu." ( Majmu' Fatawa, 10/121-123, dengan adaptasi redaksi dan diringkas.)

(2). Di antara bentuk aplikasi kaidah al-Qur`an ini: mendidik jiwa agar bisa bertakwa dan bersabar terhadap apa yang dinamakan dengan kecintaan terhadap gambar, yang telah merusak hati-hati sekelompok manusia, disebabkan terpikatnya hati mereka dengan gambar-gambar tersebut, baik itu gambar hidup (video) maupun mati (foto).
Fitnah gambar-gambar ini sungguh sangat besar di zaman kita ini, di mana dunia belum pernah mengenal zaman yang lebih dahsyat (dari zaman kita ini) dalam hal penyebaran gambar, profesionalisme dalam fotografinya, kecanggihan dalam mengubah fitur-fiturnya, serta mudahnya mendapatkan gambar-gambar yang diharamkan dan yang tidak diharamkan melalui internet, handphone, dan sarana-sarana lainnya.

Maka hendaklah orang Mukmin yang ingin menasihati dirinya bertakwa kepada Rabbnya, dan melawan dirinya dalam menjauhi tempat bersenang-senang yang parah ini –yakni terus-menerus memandang gambar-gambar yang diharamkan- dan hendaknya dia meyakini bahwa apa yang Allah campakkan ke dalam hatinya berupa iman, cahaya, kenyamanan, dan ketenangan akan berlipat-lipat kali (lebih lezat) dari kelezatan sepintas yang diperolehnya dengan (memandang) gambar-gambar tersebut, dan barangsiapa yang ingin mengetahui kerusakan perkara ini –yakni kecintaan terhadap gambar-gambar–, maka hendaklah dia membaca akhir kitab al-Allamah Ibnul Qayyim, al-Jawab al-Kafi, beliau sungguh bagus (dalam pembahasannya itu) dan memberi banyak manfaat.

Hendaklah orang yang terjangkit oleh cinta ingat bahwasanya apabila dia menahan dirinya dari hal-hal yang haram, baik itu penglihatan, perkataan, dan perbuatan, menyembunyikan hal itu, dia tidak membicarakannya sehingga tidak terdapat perkataan yang diharamkan: boleh jadi mengadu kepada makhluk, boleh jadi menampakkan perbuatan keji, dan boleh jadi semacam tuntutan untuk yang dicintainya, dan dia bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, dalam menjauhi maksiat kepadaNya, dan terhadap sakitnya rasa cinta yang ada di hatinya, sebagaimana orang yang tertimpa musibah bersabar terhadap sakitnya musibah, maka orang ini termasuk di antara orang-orang yang bertakwa kepada Allah dan bersabar,


Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó


"sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 90).

(3). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok) al-Qur`an yang agung ini, bahwa manusia terkadang dicoba dengan adanya para pendengki yang mendengki terhadap dirinya atas apa yang diberikan oleh Allah berupa sebagian keutamaanNya, dan terkadang dia mendapatkan berbagai bentuk gangguan dalam bentuk perkataan maupun perbuatan, sebagaimana terjadi pada salah satu dari dua anak Adam ketika saudaranya dengki terhadapnya, karena Allah menerima kurbannya dan tidak menerima kurban saudaranya, dan sebagaimana terjadi pada Yusuf bersama saudara-saudara beliau, dan terkadang hal ini juga terjadi pada istri bersama madunya, atau pada seseorang bersama rekan kerjanya.
Jenis dengki seperti ini pada umumnya terjadi di antara orang-orang yang berserikat dalam kepemimpinan, harta, atau pekerjaan. Apabila sebagian mereka mengambil suatu bagian dari hal itu dan (sebagian) yang lain tidak mengambilnya; dan terjadi di antara orang-orang yang berdebat, karena kebencian salah seorang dari mereka apabila yang lainnya lebih unggul daripadanya. (Lihat Majmu' Fatawa, 10/125-126.)
Maka hendaklah orang yang diberi cobaan dengan hal itu mengingat kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini, ,


Åöäøóåõ ãóäú íóÊøóÞö æóíóÕúÈöÑú ÝóÅöäøó Çááåó áóÇ íõÖöíÚõ ÃóÌúÑó ÇáúãõÍúÓöäöíäó


"sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (Yusuf: 90).

Dan hendaklah dia juga mengingat Firman Allah ta’ala,


æóÅöäú ÊóÕúÈöÑõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ áóÇ íóÖõÑøõßõãú ßóíúÏõåõãú ÔóíúÆðÇ


"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu." (Ali Imran: 120).

(4). Di antara bentuk aplikasi kaidah al-Qur`an yang agung ini adalah apa yang berulang kali dibicarakan dalam surat Ali Imran dalam tiga tempat, semuanya menggunakan lafazh, Åöäú ÊóÕúÈöÑõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ "Jika kamu bersabar dan bertakwa."

Yang pertama dan kedua: terdapat di tengah pembicaraan tentang Perang Uhud. Allah ta’ala berfirman,


æóÅöäú ÊóÕúÈöÑõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ áóÇ íóÖõÑøõßõãú ßóíúÏõåõãú ÔóíúÆðÇ


"Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu." (Ali Imran: 120).

Yang kedua: terdapat dalam Firman Allah ta’ala,


ÅöÐú ÊóÞõæáõ áöáúãõÄúãöäöíäó Ãóáóäú íóßúÝöíóßõãú Ãóäú íõãöÏøóßõãú ÑóÈøõßõãú ÈöËóáóÇËóÉö ÂáóÇÝò ãöäó ÇáúãóáóÇÆößóÉö ãõäúÒóáöíäó (124) Èóáóì Åöäú ÊóÕúÈöÑõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ æóíóÃúÊõæßõãú ãöäú ÝóæúÑöåöãú åóÐóÇ íõãúÏöÏúßõãú ÑóÈøõßõãú ÈöÎóãúÓóÉö ÂáóÇÝò ãöäó ÇáúãóáóÇÆößóÉö ãõÓóæøöãöíäó (125)


"(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin, 'Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?' Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda." (Ali Imran: 124-125).

Dan yang ketiga: terdapat di akhir Surat Ali Imran, dalam konteks pembahasan tentang sebagian metode al-Qur`an dalam menghadapi gangguan musuh dari kalangan orang-orang musyrik dan Ahli Kitab. Allah ta’ala berfirman,


áóÊõÈúáóæõäøó Ýöí ÃóãúæóÇáößõãú æóÃóäúÝõÓößõãú æóáóÊóÓúãóÚõäøó ãöäó ÇáøóÐöíäó ÃõæÊõæÇ ÇáúßöÊóÇÈó ãöäú ÞóÈúáößõãú æóãöäó ÇáøóÐöíäó ÃóÔúÑóßõæÇ ÃóÐðì ßóËöíÑðÇ æóÅöäú ÊóÕúÈöÑõæÇ æóÊóÊøóÞõæÇ ÝóÅöäøó Ðóáößó ãöäú ÚóÒúãö ÇáúÃõãõæÑö (186)


"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." (Ali Imran: 186).

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=370