Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-23 [Masukilah Rumah Dari Pintunya]

Selasa, 19 Oktober 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-23


{ æóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ }


" Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.”
{ Al-Baqarah: 189}
Kaidah al-Qur`an ini datang dalam konteks pembahasan tentang salah satu kebiasaan orang-orang jahiliyah, yang mana apabila mereka melakukan ihram, mereka tidak memasuki rumah dari pintunya, mereka melakukan hal itu sebagai bentuk ibadah, dan mereka mengira bahwa hal itu merupakan kebajikan, maka Allah mengabarkan bahwa hal itu bukanlah kebajikan, karena Allah subhanahu wa ta’ala tidak pernah mensyariatkan hal itu kepada mereka, sebagaimana sebab turunnya ayat ini telah tsabit dalam ash-Shahihain dari hadits al-Bara` radhiyallahu ‘anhu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


íóÓúÃóáõæäóßó Úóäö ÇáúÃóåöáøóÉö Þõáú åöíó ãóæóÇÞöíÊõ áöáäøóÇÓö æóÇáúÍóÌøö æóáóíúÓó ÇáúÈöÑøõ ÈöÃóäú ÊóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÙõåõæÑöåóÇ æóáóßöäøó ÇáúÈöÑøó ãóäö ÇÊøóÞóì æóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ æóÇÊøóÞõæÇ Çááåó áóÚóáøóßõãú ÊõÝúáöÍõæäó (189)


"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, 'Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (Al-Baqarah: 189).

Di Antara Bentuk Aplikasi Kaidah (Prinsip Pokok) Ini:

Apabila sebab turun (ayat ini) yang telah mengatasi kesalahan tersebut termasuk di antara gambaran yang paling terang dan paling jelas yang dapat diatasi oleh kaidah ini, maka terdapat bentuk-bentuk aplikasi lain yang luas (cakupannya) bagi kaidah al-Qur`an yang mulia ini, æóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ "Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya", yang nampak jelas bagi orang yang memperhatikan perkataan para ulama tentangnya, atau dalam pengaplikasian mereka dalam bentuk praktek. Di antaranya:

(1). Ibadah kepada Allahsubhanahu wa ta’ala , karena ia merupakan jalan yang menyampaikan (kita) menuju Allah subhanahu wa ta’ala, dan barangsiapa yang ingin sampai kepada Allah, maka hendaklah dia menempuh jalan yang bisa menyampaikan (dirinya) kepadaNya, dan hal itu tidak mungkin terjadi kecuali melalui jalan yang telah disunnahkan oleh Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, "Maka sampainya (kita) kepada Allah dan keridhaanNya tidak mungkin dapat tercapai tanpaNya, dan mencari petunjuk dari selainNya adalah kesesatan yang sebenarnya. Bagaimana mungkin (kita) bisa sampai kepada Allah tanpa (menempuh) jalan yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bahwa jalan itu akan menyampaikan (kita) kepadaNya, dan menunjukkan orang yang berjalan di atasnya kepadaNya?! Dia telah mengutus RasulNya untuk menyeru kepada (jalan) itu, memposisikannya sebagai pendakwah di atas panji-panjinya, dan memberi petunjuk kepadanya, maka pintu tertutup bagi orang yang menempuh jalan selain (jalan) itu, dan dia terhalang dari jalan petunjuk dan kebahagiaannya, bahkan semakin dia bertambah lelah dan sungguh-sungguh, semakin bertambahlah terusirnya dan jauhnya dari Allah." (Mukadimah kitab beliau, Tahdzib as-Sunan, 1/3.)

Al-Allamah as-Sa'di rahimahullah menguatkan hal ini dalam komentar beliau terhadap kaidah (prinsip pokok) yang sedang kita bicarakan ini. Beliau berkata, "Setiap orang yang beribadah dengan suatu ibadah yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan RasulNya, maka dia beribadah dengan bid'ah, dan Allah memerintahkan mereka agar memasuki rumah-rumah dari pintu-pintunya karena terdapat kemudahan bagi mereka dalam hal itu, yang merupakan salah satu kaidah di antara kaidah-kaidah syariat.(Tafsir as-Sa'di, hal. 88, dan berlaku umumnya kaidah (prinsip pokok) ini telah diingatkan oleh Syaikh kami, Muhammad al-Utsaimin rahimahullah dalam syarah beliau terhadap Shahih al-Bukhari.)


(2). Di antara bentuk aplikasi kaidah ini: Dapat diambil (kesimpulan) dari keumuman lafazh dan maknanya bahwa setiap keinginan dari keinginan-keinginan yang penting selayaknya didatangi dari pintunya, dan ia merupakan jalan dan perantara yang paling dekat yang dapat mengantarkan kepadanya. Hal itu menuntut pengetahuan tentang sebab-sebab dan perantara-perantara (yang dapat mengantarkan kepada tujuannya) dengan pengetahuan yang sempurna, agar seseorang dapat menempuh (sebab dan perantara) yang paling baik, paling dekat, paling mudah, dan paling cepat sukses, tidak ada perbedaan antara perkara-perkara teoritis dan praktek, juga tidak ada (perbedaan) antara perkara-perkara agama dan dunia, dan juga tidak ada (perbedaan) antara perkara-perkara yang berdampak terhadap orang lain dan perkara-perkara yang tidak berdampak terhadap orang lain; dan ini termasuk ke dalam hikmah. (Taisir al-Lathif al-Mannan, hal. 45.)

(3). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok) ini: Ia menutup pintu untuk melakukan tipu daya terhadap hukum-hukum Syariat, kecuali dalam apa-apa yang diizinkan oleh Syariat. Hal itu karena orang yang melakukan tipu daya terhadap Syariat tidak mendatangi perkara itu dari pintunya, sehingga dengan (perbuatannya) itu, dia menyelisihi apa yang telah ditunjukkan oleh kaidah (prinsip pokok) yang muhkam (bermakna jelas) ini.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata seraya menjelaskan buruknya perbuatan orang-orang yang suka melakukan tipu daya, yang sudah terbiasa dalam masalah ini,
"Dengan tipu daya mereka, dibolehkanlah kemaluan-kemaluan, harta-harta diambil dari (tangan-tangan) pemiliknya lalu diberikan kepada orang yang tidak berhak mendapatkannya, kewajiban-kewajiban dibatalkan, hak-hak (manusia) disia-siakan; kemaluan-kemaluan, harta-harta, dan hak-hak berteriak dengan keras kepada Rabbnya. Mereka berteriak disebabkan apa yang telah dihalalkan dengannya; dan kaum Muslimin tidak berselisih bahwa mengajarkan tipu daya ini adalah haram, memfatwakannya juga haram, bersaksi atas sesuatu yang mengandung tipu daya adalah juga haram, dan memutuskan perkara dengannya padahal dia mengetahui kondisinya adalah juga haram." (I'lam al-Muwaqqi'in, 3/372.)

Lalu apabila hal ini telah menjadi jelas, maka bandingkanlah: berapa banyak orang-orang yang terjatuh ke dalam kesenangan yang parah ini dari kalangan orang-orang yang memposisikan diri mereka untuk memberi fatwa di sebagian podium-podium media, atau di sebagian situs internet, dan hal itu dibantu oleh berlomba-lombanya banyak manusia dalam perkara ini?! Dan pandangan yang paling rendah sekalipun akan menjelaskan (kepada Anda) bahwa perkaranya sudah sangat serius, dan hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan.

(4). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok) al-Qur`an ini, dalam masalah menuntut ilmu, baik ilmu syar'i maupun bukan syar'i, demikian juga dalam masalah mencari rizki, maka setiap orang yang menempuh suatu jalan dan beramal dengan suatu amal, dan dia mendatanginya dari pintu-pintu dan jalan-jalannya yang dapat mengantarkannya kepadanya, maka dia pasti beruntung, sukses, dan sampai kepada tujuannya, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


æóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ


"Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya," (Al-Baqarah: 189),

dan semakin besar tujuannya, semakin kuat pula perkara ini, dan pasti dia melakukan pencarian yang sempurna tentang jalan yang paling baik dan paling lurus yang dapat mengantarkannya kepadanya. (Al-Qawa'id al-Hisan Li Tafsir al-Qur`an, hal. 9, karya al-Allamah as-Sa'di rahimahullah.)
Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh Qais bin al-Khathim,
Apabila engkau mendatangi kemuliaan dari selain pintunya,
engkau akan tersesat,
dan apabila engkau mendatanginya dari pintunya,
niscaya engkau mendapat petunjuk


(5). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini: adalah pembicaraan bersama manusia.
Sesungguhnya ayat tersebut memberi petunjuk bahwa hendaknya orang Mukmin menempuh cara yang cocok dalam berbicara, dia mengetahui tema yang sesuai yang cara-cara (penyampaian)-nya juga baik, waktu yang sesuai, dan mengetahui tabiat seseorang atau orang-orang yang menjadi lawan bicaranya, karena setiap kondisi memiliki omongannya sendiri, setiap bidang memiliki perdebatannya sendiri, dan setiap peristiwa memiliki kondisinya sendiri.
Berdasarkan hal ini, maka apabila manusia ingin berbicara dengan seseorang yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam ilmu atau kemuliaan, maka tidak selayaknya apabila dia berbicara dengannya dengan (gaya bahasa) yang digunakannya untuk berbicara dengan manusia selain mereka, dan bersikap bijak dalam masalah ini adalah intinya, maka barangsiapa yang diberi hikmah, maka sungguh dia telah diberi kebaikan yang banyak.

(6). Di antara bentuk aplikasi kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini adalah apa yang diisyaratkan oleh Ibnul Jauzi dalam bukunya yang menyenangkan, Shaid al-Khathir, di mana beliau berkata,
"Seseorang mengadu kepadaku tentang kebenciannya kepada istrinya, kemudian dia berkata, 'Aku tidak mampu berpisah dengannya karena beberapa perkara, di antaranya: banyaknya hutangku kepadanya, kesabaranku sedikit, dan aku hampir tidak selamat dari ketergelinciran lisanku ketika mengadu, dan dalam kata-kata yang menunjukkan kebencianku kepadanya.'
Maka aku berkata kepadanya, 'Ini (sama sekali) tidak bermanfaat, dan rumah-rumah itu hanya didatangi dari pintu-pintunya, maka hendaknya engkau menyendiri, sehingga engkau akan mengetahui bahwa dia menguasai dirimu itu hanyalah disebabkan dosa-dosamu, lalu engkau akan bersungguh-sungguh dalam meminta maaf dan taubat. Adapun mengumpat dan menyakitinya, maka hal itu tidak bermanfaat, sebagaimana dikatakan al-Hasan al-Bashri tentang al-Hajjaj bin Yusuf, '(Ini adalah) hukuman dari Allah untuk kalian, maka janganlah menghadapi hukumanNya dengan pedang, akan tetapi hadapilah ia dengan istighfar.'
Ketahuilah, bahwasanya Anda sedang berada dalam posisi diuji, dan engkau akan mendapatkan pahala dengan bersabar terhadap apa yang (Allah) putuskan, dan mintalah jalan keluar kepadaNya, maka apabila engkau menyatukan antara istighfar dan taubat dari dosa-dosa, bersabar terhadap keputusan (Allah), dan meminta jalan keluar, niscaya terjadilah tiga macam jenis ibadah yang masing-masing dari ketiganya diberi pahala atasnya, dan janganlah menyia-nyiakan waktu dengan sesuatu yang tidak bermanfaat, dan janganlah melakukan tipu daya karena engkau mengira bahwa engkau dapat menolak apa yang telah diputuskanNya. Dan adapun (perbuatanmu) menyakiti istri, maka itu tidak beralasan, karena dia itu ditakdirkan (Allah) untuk menguasaimu, maka hendaklah engkau menyibukkan diri dengan selain perkara ini.
Telah diriwayatkan dari sebagian as-Salaf, bahwasanya seorang laki-laki mencelanya, lalu dia meletakkan pipinya di atas tanah dan berkata, 'Ya Allah, ampunilah untukku dosaku ini yang telah membuat Engkau menguasakan orang ini atas diriku dengan (celaan) ini'." Demikian perkataan Ibnul Jauzi rahimahullah. (Shaid al-Khathir, hal. 399-400, cetakan Dar al-Kutub al-Ilmiyah.)

Tujuan yang saya inginkan dari penyebutan kisah ini adalah bahwa imam yang juga seorang pemberi nasihat ini menggunakan kaidah (prinsip pokok) al-Qur`an ini, æóÃúÊõæÇ ÇáúÈõíõæÊó ãöäú ÃóÈúæóÇÈöåóÇ "Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya," untuk memecahkan masalah sosial laki-laki tersebut, dan alangkah banyaknya jenis masalah seperti ini, akan tetapi sangat sedikit sekali yang menggunakan kaidah-kaidah (prinsip-prinsip pokok ajaran) al-Qur`an dan petunjuk-petunjuknya untuk memecahkan permasalahan-permasalahan sosial manusia, boleh jadi karena kurangnya pemahaman tentang petunjuk-petunjuknya, atau karena keterbatasan dalam hal itu, dan yang wajib bagi kita adalah kita bertitik-tolak –dalam semua permasalahan-permasalahan kita bagaimana pun beragamnya– dari kitab Rabb kita dan Sunnah Nabi kita shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan meyakini hal itu dengan yakin; karena Allah subhanahu wa ta’ala, berfirman,


Åöäøó åóÐóÇ ÇáúÞõÑúÂäó íóåúÏöí áöáøóÊöí åöíó ÃóÞúæóãõ


"Sesungguhnya al-Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus", (Al-Isra`: 9),
dalam segala sesuatu: dalam masalah akidah, hukum-hukum halal dan haram, masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik, akan tetapi urusannya ada di (tangan) kita, dan pada kekurangan kita dalam mencari jalan keluar dari permasalahan-permasalahan kita dari kitab Rabb kita subhanahu wa ta’ala. Kita memohon kepada Allah agar Dia membantu kita memahami kitabNya, mengambil petunjuk dengan petunjuknya, dan mengambil sinar dengan sinarnya.


Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=371