Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-31 [Pergaulilah Istrimu Dengan Baik]

Rabu, 10 Nopember 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-31


{ æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö}


" Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik).”
{ An-Nisa`: 19}

Ini adalah kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an dan keimanan, yang berkaitan erat dengan realitas sosial manusia, bahkan dengan hubungan sosial yang paling khusus; ia adalah kaidah al-Qur`an yang ditunjukkan oleh Firman Allah ta’ala,


æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö


"Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik)." (An-Nisa`: 19).

Kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an yang muhkam (bermakna jelas) ini terdapat dalam konteks arahan rabbani yang agung. Allah ta’ala berfirman di dalamnya,


íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áóÇ íóÍöáøõ áóßõãú Ãóäú ÊóÑöËõæÇ ÇáäøöÓóÇÁó ßóÑúåðÇ æóáóÇ ÊóÚúÖõáõæåõäøó áöÊóÐúåóÈõæÇ ÈöÈóÚúÖö ãóÇ ÂÊóíúÊõãõæåõäøó ÅöáøóÇ Ãóäú íóÃúÊöíäó ÈöÝóÇÍöÔóÉò ãõÈóíøöäóÉò æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö ÝóÅöäú ßóÑöåúÊõãõæåõäøó ÝóÚóÓóì Ãóäú ÊóßúÑóåõæÇ ÔóíúÆðÇ æóíóÌúÚóáó Çááåõ Ýöíåö ÎóíúÑðÇ ßóËöíÑðÇ (19)


"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (An-Nisa`: 19).

Di antara hal yang dapat membantu untuk memahami kaidah ini adalah kami akan mengingatkan sebab turunnya ayat yang mulia ini. Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, "Dahulu kondisi mereka, apabila seseorang meninggal, maka wali-walinya lebih berhak atas istrinya; apabila sebagian walinya mau, dia menikahinya, dan apabila wali-walinya mau, mereka menikahkannya (dengan laki-laki lain), dan apabila mereka mau, mereka tidak menikahkannya (dengan siapa pun), maka mereka lebih berhak atasnya daripada keluarganya (sendiri), maka turunlah ayat ini tentang hal itu." (Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4303.)

Al-Allamah Ibnul Arabi al-Maliki berkata,
"Hakikat makna kata ÚóÔóÑó dalam bahasa Arab adalah 'sempurna' dan 'paripurna', dan dari asal kata ini (tersusun kata): ÇóáúÚóÔöíúÑóÉõ (pergaulan) yang dengan hal itulah perkara mereka menjadi sempurna, dan layaklah pemaksaan kekuasaan daripada selain mereka, dan kata ÚóÔóÑóÉñ (sepuluh) adalah kesempurnaan dalam bilangan. Allah ta’ala memerintahkan para suami apabila mereka melangsungkan akad (nikah) dengan perempuan, agar keakraban dan kebersamaan yang terjadi di antara mereka ada dalam kondisi sempurna dan paripurna; karena sesungguhnya ia lebih menenangkan bagi jiwa, lebih menyenangkan bagi mata, dan lebih menyenangkan bagi kehidupan, dan ini merupakan kewajiban bagi suami. Dan sebaliknya jatuhnya (kualitas) pergaulan (antara suami-istri), muncullah sikap saling gugat, dan karena hal itu terjadilah perpecahan, sehingga suami jauh dari istri, dan inilah sebab (terjadinya) khulu'." (Ahkam al-Qur`an, 2/363, karya Ibnul Arabi, dengan sedikit perubahan redaksi.)

Al-Allamah al-Jashshash al-Hanafi rahimahullah berkata mengomentari kaidah (prinsip pokok) ini, æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik),"
"Ini adalah perintah bagi para suami agar mereka bergaul dengan istri-istri mereka secara ma'ruf, dan di antara pergaulan yang ma'ruf itu adalah memberikannya hak-haknya, berupa: mahar, nafkah, dan pembagian giliran (jika dipoligami), tidak menyakitinya dengan ucapan yang keras, (tidak) berpaling darinya dan cenderung kepada wanita lain, tidak bermuka masam dan cemberut wajahnya tanpa dosa (yang dilakukan si istri)." (Ahkam al-Qur`an, 3/47, karya al-Jashshash.)
Sesungguhnya barangsiapa yang merenungkan dan mentadabburi (makna) yang ditunjukkan oleh kaidah yang agung ini, æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik),", niscaya dia menemukan bahwa al-Qur`an ini benar-benar Firman Allah ta’ala, dan penjelasannya dari beberapa aspek:

Aspek pertama: Bahwa kaidah ini walaupun kata-katanya sedikit -sebagaimana Anda lihat- (yakni hanya) dua kata, tetapi ia mencakup makna-makna yang agung, yang panjang kalau dijelaskan, dan tidaklah pembicaraan kita di sini melainkan hanya sekilas dan isyarat saja.

Aspek kedua: Bahwa Allah ta’ala mengembalikan perkara pergaulan ini kepada kebiasaan, dan tidak membatasinya dengan sesuatu batasan tertentu, karena (adanya) perbedaan kebiasaan dan tradisi antara negara-negara, sebagaimana hal itu telah populer dan nampak jelas, dan karena (adanya) perbedaan kedudukan para suami dari sisi level ekonomi dan sosial, dan (sisi) lainnya dari bentuk-bentuk perbedaan tingkatan yang merupakan sunnah Allah pada makhlukNya.
Ini bukanlah satu-satunya masalah yang mana syariat mengembalikan urusan-urusan muamalah kepada adat kebiasaan, bahkan hal itu terdapat pada banyak tempat, dan yang paling berkaitan dengan (kaidah) yang sedang kita bicarakan ini, adalah Firman Allah ta’ala,


æóáóåõäøó ãöËúáõ ÇáøóÐöí Úóáóíúåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö


"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf." (Al-Baqarah: 228).

Maka sebagaimana kaidah yang sedang kita bicarakan ini,æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik),", memerintahkan para suami untuk bergaul dengan istri-istri mereka secara ma'ruf (baik), ayat ini, æóáóåõäøó ãöËúáõ ÇáøóÐöí Úóáóíúåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf", (al-Baqarah: 228), juga memerintahkan kedua belah pihak dengan hal itu.
Allah ta ’ala juga berfirman,


ÇáØøóáóÇÞõ ãóÑøóÊóÇäö ÝóÅöãúÓóÇßñ ÈöãóÚúÑõæÝò Ãóæú ÊóÓúÑöíÍñ ÈöÅöÍúÓóÇäò


"Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (Al-Baqarah: 229).

Allah ta’ala juga berfirman,


æóÅöÐóÇ ØóáøóÞúÊõãõ ÇáäøöÓóÇÁó ÝóÈóáóÛúäó ÃóÌóáóåõäøó ÝóÃóãúÓößõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò Ãóæú ÓóÑøöÍõæåõäøó ÈöãóÚúÑõæÝò


"Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula)." (Al-Baqarah: 231).

Dalam masalah nafkah terhadap wanita menyusui dan anak yang disusuinya, Allah ta’ala berfirman,


æóÇáúæóÇáöÏóÇÊõ íõÑúÖöÚúäó ÃóæúáóÇÏóåõäøó Íóæúáóíúäö ßóÇãöáóíúäö áöãóäú ÃóÑóÇÏó Ãóäú íõÊöãøó ÇáÑøóÖóÇÚóÉó æóÚóáóì ÇáúãóæúáõæÏö áóåõ ÑöÒúÞõåõäøó æóßöÓúæóÊõåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö


"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf." (Al-Baqarah: 233).

Hal itu karena nafkah orang kaya tidaklah seperti nafkah orang fakir, dan nafkah orang yang berkecukupan tidaklah seperti (nafkah) orang yang susah.
Dan karena agungnya kedudukan makna-makna yang ditunjukkan oleh kaidah (prinsip pokok ajaran) al-Qur`an ini, æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik),", maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam menekankan hak-hak ini dalam sebuah perkumpulan terbesar yang pernah dikenal dunia pada waktu itu; ketika beliau berkhutbah (di hadapan) manusia pada hari Arafah, beliau bersabda,


ÝóÇÊøóÞõæÇ Çááåó Ýöí ÇáäøöÓóÇÁó¡ ÝóÅöäøóßõãú ÃóÎóÐúÊõãõæúåõäøó ÈöÃóãóÇäö Çááåö¡ æóÇÓúÊóÍúáóáúÊõãú ÝõÑõæúÌóåõäøó ÈößóáöãóÉö Çááåö¡ æóáóßõãú Úóáóíúåöäøó Ãóäú áóÇ íõæúØöÆúäó ÝõÑõÔóßõãú ÃóÍóÏðÇ ÊóßúÑóåõæúäóåõ¡ ÝóÅöäú ÝóÚóáúäó Ðáößó ÝóÇÖúÑöÈõæúåõäøó ÖóÑúÈðÇ ÛóíúÑó ãõÈóÑøöÍò¡ æóáóåõäøó Úóáóíúßõãú ÑöÒúÞõåõäøó æóßöÓúæóÊõåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæúÝö.


"Maka bertakwalah kalian kepada Allah dalam (masalah) wanita, karena kalian mengambil mereka dengan jaminan keamanan dari Allah, dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh membiarkan seseorang yang kalian benci menginjak tempat tidur kalian, apabila mereka melakukan hal itu, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Dan hak mereka atas kalian adalah memberi mereka rizki dan pakaian dengan cara yang ma'ruf." (Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1218.)

Dan ayat-ayat dan hadits-hadits dalam masalah ini sangatlah banyak.
Maksud (saya) adalah mengingatkan agungnya kaidah (prinsip pokok) Syariat ini, yang mana orang Mukmin merasa sakit karena banyaknya apa-apa yang dia lihat berupa pencemaran kehormatannya dan tidak memperhatikan batas-batasnya! Maka Anda lihat sebagian orang yang tidak memiliki keahlian selain menghapal dan mengulang-ulangi ayat-ayat serta hak-hak yang khusus dengan dirinya sendiri, dan tidak membicarakan tentang nash-nash yang menekankan hak-hak istri, maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang mengurangi (hak orang lain).
Dan sebaliknya, istri juga harus bertakwa kepada Allah ta’ala dalam hak-hak suaminya, menunaikan hak-hak suaminya sebatas kemampuannya, dan ketidakmaksimalan suaminya dalam (menunaikan) haknya hendaknya tidak mendorongnya untuk berbuat tidak maksimal dalam (menunaikan) hak suaminya, serta dia harus sabar dan ikhlas.
Hendaklah masing-masing dari suami-istri mentadabburi apa yang dikisahkan Allah ta’ala dalam Surat ath-Thalaq berupa hukum-hukum dan pengarahan yang agung, karena Allah ta’ala -ketika menyebutkan beberapa hukum yang beragam dalam surat tersebut- Allah menyebutkan (setelah menyebutkan) setiap hukum dengan menyebutkan beberapa faidah takwa yang merupakan sebab segala kebaikan. Allah ta’ala berfirman,


æóãóäú íóÊøóÞö Çááåó íóÌúÚóáú áóåõ ãóÎúÑóÌðÇ (2) æóíóÑúÒõÞúåõ ãöäú ÍóíúËõ áóÇ íóÍúÊóÓöÈõ æóãóäú íóÊóæóßøóáú Úóáóì Çááåö Ýóåõæó ÍóÓúÈõåõ Åöäøó Çááåó ÈóÇáöÛõ ÃóãúÑöåö ÞóÏú ÌóÚóáó Çááåõ áößõáøö ÔóíúÁò ÞóÏúÑðÇ (3)


"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya, dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 2-3).

Allah ta’ala berfirman,


æóãóäú íóÊøóÞö Çááåó íóÌúÚóáú áóåõ ãöäú ÃóãúÑöåö íõÓúÑðÇ (4)


"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (Ath-Thalaq: 4).

Allah juga berfirman,


æóãóäú íóÊøóÞö Çááåó íõßóÝøöÑú Úóäúåõ ÓóíøöÆóÇÊöåö æóíõÚúÙöãú áóåõ ÃóÌúÑðÇ (5)


"Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya." (Ath-Thalaq: 5).

Dan mungkin rahasia dari bertubi-tubinya penjelasan ini adalah bahwa kondisi-kondisi perceraian dan perpisahan -bersama adanya kehamilan, penyusuan, atau masih tersisanya iddah- terkadang mendorong salah satu dari kedua pihak untuk mengurangi dalam melaksanakan kewajiban dan berbuat zhalim, serta hal-hal yang semisalnya dari perbuatan-perbuatan yang melampaui batas. Maka datangnya penjelasan-penjelasan ilahi ini adalah untuk memberi kabar gembira bagi orang-orang yang bertakwa, dan untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang menjauhi sifat takwa, bahwa kebalikan-kebalikan dari janji-janji ilahi ini akan terjadi apabila kalian kurang maksimal dalam merealisasikan syariat Allah, dan makna ini diperjelas dengan ditutupnya surat ini dengan ayat yang menakutkan ini,


ßóÃóíøöäú ãöäú ÞóÑúíóÉò ÚóÊóÊú Úóäú ÃóãúÑö ÑóÈøöåóÇ æóÑõÓõáöåö ÝóÍóÇÓóÈúäóÇåóÇ ÍöÓóÇÈðÇ ÔóÏöíÏðÇ æóÚóÐøóÈúäóÇåóÇ ÚóÐóÇÈðÇ äõßúÑðÇ (8) ÝóÐóÇÞóÊú æóÈóÇáó ÃóãúÑöåóÇ æóßóÇäó ÚóÇÞöÈóÉõ ÃóãúÑöåóÇ ÎõÓúÑðÇ (9) ÃóÚóÏøó Çááåõ áóåõãú ÚóÐóÇÈðÇ ÔóÏöíÏðÇ ÝóÇÊøóÞõæÇ Çááåó íóÇ Ãõæáöí ÇáúÃóáúÈóÇÈö ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ ÞóÏú ÃóäúÒóáó Çááåõ Åöáóíúßõãú ÐößúÑðÇ (10)


"Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-rasulNya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat perbuatan mereka adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan azab yang keras bagi mereka; maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu." (Ath-Thalaq: 8-10).

Sungguh para pendahulu umat ini memahami dengan sebenar-benarnya makna-makna nash-nash yang agung ini, dan di antaranya adalah kaidah al-Qur`an yang muhkam ini, æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik)."
Maka inilah sang ulama umat dan penerjemah al-Qur`an, Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu berkata, "Sesungguhnya aku suka berhias untuk perempuan sebagaimana aku suka perempuan berhias untukku, karena sesungguhnya Allah ta’ala berfirman,


æóáóåõäøó ãöËúáõ ÇáøóÐöí Úóáóíúåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö


'Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.' (Al-Baqarah: 228).
Dan aku tidak suka meminta -menuntut- penuh semua hakku yang menjadi kewajibannya; karena Allah ta’ala berfirman,


æóáöáÑøöÌóÇáö Úóáóíúåöäøó ÏóÑóÌóÉñ


'Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.' (Al-Baqarah: 228)."(Diriwayatkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 10/210, no. 19608.)

Yahya bin Abdurrahman al-Hanzhali berkata, "Aku mendatangi Muhammad bin al-Hanafiyah, maka dia keluar menemuiku sambil memakai mantel merah dan jenggotnya meneteskan tetesan karena diminyaki oleh ghaliyah -yaitu suatu jenis wewangian yang mahal- maka aku bertanya, 'Apa ini?' Dia menjawab, 'Sesungguhnya mantel ini diberikan oleh istriku kepadaku dan dia meminyaki aku dengan wangi-wangian. Sesungguhnya mereka menginginkan dari kita sebagaimana apa yang kita inginkan dari mereka'."(Disebutkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, 6/160.)
Dan setelah uraian di atas: Inilah pandangan Islam yang mendalam terhadap hubungan rumah tangga, yang diringkas oleh kaidah al-Qur`an yang muhkam ini, æóÚóÇÔöÑõæåõäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝö "Dan bergaullah dengan mereka secara ma'ruf (baik)." Demikian juga æóáóåõäøó ãöËúáõ ÇáøóÐöí Úóáóíúåöäøó ÈöÇáúãóÚúÑõæÝ "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf."
Maka ia adalah hubungan yang ditegakkan di atas pergaulan secara ma'ruf, dan di atas kesabaran terhadap sesuatu yang terkadang terjadi pada kedua belah pihak, berupa kurangnya pelaksanaan kewajiban. Maka apabila hubungan tersebut tidak bisa dilanjutkan lagi, datanglah perintah untuk melepaskan (menceraikan) juga dengan cara yang ma'ruf, yang menjaga hak kemuliaan bagi kedua belah pihak. Semua ini menjadikan orang Mukmin merasa bangga lalu memuji Allah atas petunjukNya dan dan penisbatan dirinya kepada syariat yang agung dan sempurna dari semua sisi ini. Dan sebaliknya dia akan melihat dengan mata kemarahan kepada pena-pena yang hina, dengan ajakan-ajakan buruk yang membuat perempuan lebih berani -apabila dia melihat sesuatu yang tidak disukainya dari suaminya- dan sebaliknya juga membisikkan dalam benak laki-laki -apabila dia melihat sesuatu yang tidak disukainya dari istrinya- hatinya menjadi menyeleweng dari jalan-jalan syariat untuk membuat hubungan yang haram bersama perempuan yang ini atau yang itu!!
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menunjuki kami kepada syariat ini, maka karuniakanlah kepada kami agar kami bisa mengamalkannya, dan teguh di atasnya sampai kami berjumpa denganMu.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=380