Artikel : Al-Quran - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits

Kaedah Ke-37 [Istiqomahlah Sebagaimana Engkau Diperintahkan]

Kamis, 18 Nopember 21
Kaidah (Prinsip Pokok) ke-37


{ ÝóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÃõãöÑúÊó }


" Maka tetaplah kamu istiqamah (pada jalan yang benar) sebagaimana diperintahkan kepadamu.”
{ Hud: 112}

Ini adalah sebuah kaidah al-Qur`an yang agung, yang mengandung kata-kata yang singkat tetapi bermakna luas, yang mencerminkan salah satu pokok di antara pokok-pokok pesan al-Qur`an.
Kaidah al-Qur`an yang muhkam (bermakna jelas) ini terdapat dalam Surat Hud, surat yang agung yang di dalamnya Allah menjelaskan jalan kebenaran dan kebatilan, kemudian Allah menyebutkan di dalamnya tempat kembali golongan (yang mengikuti jalan kebenaran) dan tempat kembali golongan (yang mengikuti jalan kebatilan), berikut teladan-teladan sejarah dari realita kehidupan yang dihadapi para rasul bersama kaum mereka. Kemudian semua kisah-kisah tersebut ditutup dengan Firman Allah ta’ala,


æóãóÇ ÙóáóãúäóÇåõãú æóáóßöäú ÙóáóãõæÇ ÃóäúÝõÓóåõãú ÝóãóÇ ÃóÛúäóÊú Úóäúåõãú ÂáöåóÊõåõãõ ÇáøóÊöí íóÏúÚõæäó ãöäú Ïõæäö Çááåö ãöäú ÔóíúÁò áóãøóÇ ÌóÇÁó ÃóãúÑõ ÑóÈøößó æóãóÇ ÒóÇÏõæåõãú ÛóíúÑó ÊóÊúÈöíÈò (101)


"Itu adalah sebagian dan berita-berita negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah. Dan Kami tidaklah menganiaya mereka tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, karena itu tiadalah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka...." (Hud: 101)
Sampai FirmanNya,


æóÅöäøó ßõáøðÇ áóãøóÇ áóíõæóÝøöíóäøóåõãú ÑóÈøõßó ÃóÚúãóÇáóåõãú Åöäøóåõ ÈöãóÇ íóÚúãóáõæäó ÎóÈöíÑñ (111) ÝóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÃõãöÑúÊó æóãóäú ÊóÇÈó ãóÚóßó æóáóÇ ÊóØúÛóæúÇ Åöäøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (112)


"Dan sesungguhnya kepada masing-masing (mereka yang berselisih itu) pasti Rabbmu akan menyempurnakan dengan cukup (balasan) pekerjaan mereka. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Maka tetaplah kamu istiqamah (pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Hud: 111-112).

Sungguh saya telah melewati waktu yang panjang bersama surat ini, merenungkan dan mencari maksud dari surat ini, dan (akhirnya) nampaklah bagi saya -wallahu a'lam- bahwa surat ini seluruhnya berkisar pada satu ayat, yang mungkin dapat kita namakan, "tema pokok" -jika ungkapan ini benar- bagi surat yang agung ini, yaitu Firman Allah ta’ala,


ÝóáóÚóáøóßó ÊóÇÑößñ ÈóÚúÖó ãóÇ íõæÍóì Åöáóíúßó æóÖóÇÆöÞñ Èöåö ÕóÏúÑõßó Ãóäú íóÞõæáõæÇ áóæúáóÇ ÃõäúÒöáó Úóáóíúåö ßóäúÒñ Ãóæú ÌóÇÁó ãóÚóåõ ãóáóßñ ÅöäøóãóÇ ÃóäúÊó äóÐöíÑñ æóÇááåõ Úóáóì ßõáøö ÔóíúÁò æóßöíáñ (12)


"Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan dadamu sempit karenanya, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan, 'Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?' Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu." (Hud: 12).

Dan bahwa (ayat) yang sebelum dan sesudah ayat ini sampai akhir surat ini (maknanya) kembali kepada ayat ini, wallahu a'lam. Dan saya telah menjelaskan hal itu secara detil di tempat lain.
Orang yang merenungkan surat yang agung ini, niscaya dia akan memperhatikan di dalamnya banyaknya sapaan yang dialamatkan kepada Nabi , baik itu dengan menggunakan dhamir khithab (kata ganti sapaan) yang terdapat di puluhan tempat -dan ini yang paling banyak- atau tanpa menggunakan dhamir khithab (kata ganti sapaan), di antaranya adalah: tempat yang sedang kita bicarakan ini pada kaidah yang muhkam (bermakna jelas) ini,


ÝóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÃõãöÑúÊó æóãóäú ÊóÇÈó ãóÚóßó æóáóÇ ÊóØúÛóæúÇ Åöäøóåõ ÈöãóÇ ÊóÚúãóáõæäó ÈóÕöíÑñ (112)


"Maka tetaplah kamu istiqamah (pada jalan yang benar) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Hud: 112).

Kita memiliki sejumlah renungan bersama kaidah ini:
Renungan Pertama:

Apakah hakikat istiqamah? Dan apa rahasia dari perintah yang terang ini kepada beliau dan para pengikut beliau agar senantiasa berada tetap pada jalan yang benar (istiqamah)?
Tentang hakikat istiqamah, maka kata-kata as-Salaf dari kalangan para sahabat dan orang-orang setelah mereka berkisar pada makna yang sama secara umum, yaitu bahwasanya istiqamah adalah, meniti jalan yang lurus, yaitu Agama yang lurus tanpa ada kebengkokan, baik itu (kebengkokan) ke kanan maupun ke kiri, dan hal itu mencakup melaksanakan semua ketaatan, yang zahir maupun yang batin, dan demikian juga (mencakup) meninggalkan semua hal-hal yang dilarang; maka wasiat ini menjadi komprehensif yang mencakup seluruh perkara-perkara Agama. (Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, syarah hadits no. 21, hadits Sufyan bin Abdullah.)
Adapun tentang rahasia perintah yang terang ini bagi Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya untuk beristiqamah, maka jawaban pertanyaan ini sangatlah panjang, akan tetapi di antara (jawaban) yang paling jelas yang dapat menjelaskan hal itu adalah: agar orang Mukmin mengetahui bahwa tujuan yang paling besar yang diinginkan setan dari anak-anak Adam adalah menyesatkan mereka dari jalan yang lurus. Bukankah musuh Allah pernah berkata,


ÞóÇáó ÝóÈöãóÇ ÃóÛúæóíúÊóäöí áóÃóÞúÚõÏóäøó áóåõãú ÕöÑóÇØóßó ÇáúãõÓúÊóÞöíãó


"Karena Engkau telah menghukum diriku tersesat, maka aku benar-benar akan menghalang-halangi mereka dari jalanMu yang lurus." (Al-A'raf: 16)?!

Oleh karena itu, Allah memerintahkan kita agar mengulang-ulang dalam sehari semalam minimal sebanyak tujuh belas kali Firman Allah ta’ala,


ÇåúÏöäóÇ ÇáÕøöÑóÇØó ÇáúãõÓúÊóÞöíãó (6)


"Tunjukilah kami jalan yang lurus." (Al-Fatihah: 6).
Maka, ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, dan teguhkanlah kami di atasnya, wahai Rabb semesta alam.

Renungan Kedua:
Perintah kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam agar istiqamah ini merupakan perintah agar teguh di atas istiqamah, sedangkan bagi selain beliau merupakan perintah agar istiqamah dan teguh di atas istiqamah.
Ibnu Athiyyah rahimahullah berkata, "Perintah kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam untuk istiqamah -padahal beliau sudah istiqamah- hanyalah merupakan perintah untuk teguh dan konsisten (berada dalam istiqamah), dan ini sebagaimana Anda menyuruh seorang manusia untuk berjalan, makan, atau yang semisalnya, padahal orang tersebut telah melakukan hal itu." (Al-Muharrar al-Wajiz, 3/225)

Perkataan Ibnu Athiyyah ini diperjelas oleh apa yang sudah saya isyaratkan berupa pengulangan doa dalam Surat al-Fatihah dengan, ÇåúÏöäóÇ ÇáÕøöÑóÇØó ÇáúãõÓúÊóÞöíãó "Tunjukilah kami jalan yang lurus."
Ini juga diperjelas dengan bahwa al-Qur`an al-Karim penuh dengan perintah terhadap pokok yang agung ini, atau pujian terhadap pelakunya pada tempat-tempat yang beragam, dan dengan lebih dari satu gaya bahasa. Di antaranya adalah:

(1). Apa yang terdapat dalam Surat asy-Syura, yang membicarakan tentang syariat-syariat terdahulu dan kesamaannya dalam sejumlah pokok-pokok (Agama). Allah ‘azza wa jalla berfirman,


ÔóÑóÚó áóßõãú ãöäó ÇáÏøöíäö ãóÇ æóÕøóì Èöåö äõæÍðÇ æóÇáøóÐöí ÃóæúÍóíúäóÇ Åöáóíúßó æóãóÇ æóÕøóíúäóÇ Èöåö ÅöÈúÑóÇåöíãó æóãõæÓóì æóÚöíÓóì Ãóäú ÃóÞöíãõæÇ ÇáÏøöíäó æóáóÇ ÊóÊóÝóÑøóÞõæÇ Ýöíåö


"Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu, 'Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya...'."
Sampai FirmanNya,


ÝóáöÐóáößó ÝóÇÏúÚõ æóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÃõãöÑúÊó æóáóÇ ÊóÊøóÈöÚú ÃóåúæóÇÁóåõãú


"Maka karena itu serulah (mereka kepada Agama ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka...." (Asy-Syura: 13-15).

(2). Di antaranya juga adalah: Bahwasanya Allah ‘azza wa jalla memerintahkan dengan pokok ini bukan hanya kepada seseorang dari para nabi dan para rasul ’alaihimussalam. Allah telah berfirman kepada Musa dan Harun ’alaihimassalam,


ÞóÇáó ÞóÏú ÃõÌöíÈóÊú ÏóÚúæóÊõßõãóÇ ÝóÇÓúÊóÞöíãóÇ æóáóÇ ÊóÊøóÈöÚóÇäøö ÓóÈöíáó ÇáøóÐöíäó áóÇ íóÚúáóãõæäó (89)


"Allah berfirman, 'Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui'." (Yunus: 89).

Bahkan Allah telah menganugerahkan pokok ini kepada semua nabi dan rasul, karena setelah Allah ta’ala menyebutkan sejumlah banyak para rasul dalam Surat al-An'am, Allah ta’ala berfirman,


æóãöäú ÂÈóÇÆöåöãú æóÐõÑøöíøóÇÊöåöãú æóÅöÎúæóÇäöåöãú æóÇÌúÊóÈóíúäóÇåõãú æóåóÏóíúäóÇåõãú Åöáóì ÕöÑóÇØò ãõÓúÊóÞöíãò (87) Ðóáößó åõÏóì Çááåö íóåúÏöí Èöåö ãóäú íóÔóÇÁõ ãöäú ÚöÈóÇÏöåö æóáóæú ÃóÔúÑóßõæÇ áóÍóÈöØó Úóäúåõãú ãóÇ ßóÇäõæÇ íóÚúãóáõæäó (88)


"Dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya." (Al-An'am: 87-88).

(3). Pada awal Surat Fushshilat terdapat hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengukuhkan makna kaidah ini, karena sesungguhnya Allah ta’ala berfirman kepada NabiNya shollallohu ‘alaihi wa sallam,


Þõáú ÅöäøóãóÇ ÃóäóÇ ÈóÔóÑñ ãöËúáõßõãú íõæÍóì Åöáóíøó ÃóäøóãóÇ Åöáóåõßõãú Åöáóåñ æóÇÍöÏñ ÝóÇÓúÊóÞöíãõæÇ Åöáóíúåö æóÇÓúÊóÛúÝöÑõæåõ æóæóíúáñ áöáúãõÔúÑößöíäó (6)


"Katakanlah, 'Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukanNya'." (Fushshilat: 6).

Dan dalam surat yang sama, Allah memberikan kabar gembira bagi hamba-hambaNya yang tetap istiqamah di atas AgamaNya, dengan kabar gembira yang paling agung yang diinginkan oleh jiwa manusia,


Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÞóÇáõæÇ ÑóÈøõäóÇ Çááåõ Ëõãøó ÇÓúÊóÞóÇãõæÇ ÊóÊóäóÒøóáõ Úóáóíúåöãõ ÇáúãóáóÇÆößóÉõ ÃóáøóÇ ÊóÎóÇÝõæÇ æóáóÇ ÊóÍúÒóäõæÇ æóÃóÈúÔöÑõæÇ ÈöÇáúÌóäøóÉö ÇáøóÊöí ßõäúÊõãú ÊõæÚóÏõæäó (30)


"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, 'Janganlah kamu takut dan bersedih hati; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu'." (Fushshilat: 30).
Penyebutan ayat-ayat yang ada tentang istiqamah, baik secara redaksi maupun makna, bukanlah tujuan kami di sini, tujuan kami hanyalah mengingatkan hal itu.

Renungan Ketiga:
Sesungguhnya barangsiapa yang merenungkan perintah Allah kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ini, niscaya akan tampak jelaslah baginya keagungan dan pentingnya perintah ini, yakni istiqamah dan konsisten di atas Agama. Bagaimana tidak, padahal kedua hal inilah yang telah menghabiskan (baca: menghentakkan) tempat tidur orang-orang shalih?!
Al-Baihaqi telah meriwayatkan dalam Syu'ab al-Iman dari Abu Abdurrahman as-Sulami, dia berkata, Aku mendengar Abu Ali as-Sari berkata, "Aku melihat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam mimpi! Maka aku berkata, 'Wahai Rasulullah, telah diriwayatkan dari Anda bahwasanya Anda bersabda,


ÔóíøóÈóÊúäöíú åõæúÏñ.


'Surat Hud telah membuat (rambut)ku beruban'.
Maka beliau menjawab, 'Ya.' Lalu aku berkata kepada beliau, 'Ayat manakah dari (surat) tersebut yang membuat (rambut) Anda beruban? (Apakah itu) kisah-kisah para nabi dan kebinasaan umat-umat?!' Lalu beliau menjawab,


áóÇ¡ æóáßöäú Þóæúáõåõ: ÝóÇÓúÊóÞöãú ßóãóÇ ÃõãöÑúÊó


'Bukan, akan tetapi FirmanNya, 'Maka tetaplah kamu istiqamah (pada jalan yang benar) sebagaimana diperintahkan kepadamu.' (Hud: 112)." (Syu'ab al-Iman, 4/82.)

Mimpi ini, sebagaimana tidak samar lagi, sama seperti (mimpi-mimpi) yang lainnya yang tidak bisa dijadikan pegangan dalam hukum-hukum syariat, dan juga tidak (bisa dijadikan pegangan) dalam menshahihkan atau mendhaifkan hadits-hadits. Hadits lainnya adalah hadits yang populer,


ÔóíøóÈóÊúäöíú åõæúÏñ æóÃóÎóæóÇÊõåóÇ.


"Aku telah dibuat beruban oleh Surat Hud dan yang semisal dengannya." (Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dan yang lainnya, no. 3297, dan lihat al-'Ilal, karya Ibnu Abi Hatim, no. 1826. Dan rekan kami, DR. Sa'id ar-Raqib al-Ghamidi, memiliki sebuah tulisan yang membahas secara rinci tentang penjelasan jalan-jalan dan illat-illat hadits ini, yang telah diposting di situs Multaqa Ahl al-Hadits.
(Editor terjemah menambahkan: Yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3297, berdasarkan Sunan at-Tirmidzi yang ada pada kami, adalah dengan lafazh berikut:
Dari Ibnu Abbas , beliau berkata, "Abu Bakar pernah berkata kepada Rasulullah , 'Anda telah beruban wahai Rasulullah'. Sabda beliau,
ÔóíøóÈóÊúäöíú åõæúÏñ¡ æóÇáúæóÇÞöÚóÉõ¡ æóÇáúãõÑúÓóáóÇÊõ¡ æóÚóãøó íóÊóÓóÇÁóáõæúäó¡ æóÅöÐóÇ ÇáÔøóãúÓõ ßõæøöÑóÊú.
'Aku dibuat beruban oleh Surat Hud, al-Waqi'ah, al-Mursalat, an-Naba`, dan at-Takwir'." Dan hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi, no. 2627; dan as-Silsilah ash-Shahihah, no. 955. Ed. T. ).
Dia adalah hadits yang sanadnya mudhtharib, sebagaimana hal itu telah dijelaskan oleh sejumlah para hafizh, seperti at-Tirmidzi, ad-Daruquthni, dan Ibnu Hajar n. Tujuan saya di sini hanyalah isti`nas dengan mimpi ini akan agungnya kedudukan perintah ilahi ini pada diri Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam.

Renungan Keempat:
Bahwa manusia, setinggi apa pun (tingkat) yang telah dia capai dari ketakwaan dan keimanan, dia masih tetap sangat perlu untuk diingatkan terhadap sesuatu yang dapat membuatnya tetap konsisten, dan menambah keistiqamahannya. Dan kalaulah saja ada orang yang tidak membutuhkan hal itu, niscaya Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling berhak untuk (tidak diingatkan) dengan hal ini.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Sesungguhnya (tingkatan) karamah yang paling tinggi adalah konsisten dalam keistiqamahan, maka tidaklah Allah memuliakan seorang hamba dengan sesuatu yang sebanding dengan pertolonganNya untuk melakukan sesuatu yang Dia cintai dan Dia ridhai, dan menambahkan kepadanya dengan sesuatu yang bisa mendekatkannya kepadaNya dan meng-angkat derajatnya dengan sesuatu itu." (Majmu' Fatawa, 11/298.)

Renungan Kelima:
Hendaklah orang Mukmin mengetahui bahwa tahapan istiqamah yang paling agung adalah istiqamahnya hati, karena istiqamahnya hati akan berdampak kepada istiqamahnya anggota badan yang lain, dan itu pasti. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Maka pokok dari istiqamah adalah istiqamahnya hati di atas tauhid, sebagaimana Abu Bakar ash-Shiddiq dan yang lainnya telah menafsirkan Firman Allah ta’ala,


Åöäøó ÇáøóÐöíäó ÞóÇáõæÇ ÑóÈøõäóÇ Çááåõ Ëõãøó ÇÓúÊóÞóÇãõæÇ (30)


'Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka'," (Fushshilat: 30),

bahwa sesungguhnya mereka tidak menoleh kepada yang selain-Nya. Maka kapan saja hati sudah beristiqamah di atas ma'rifat kepada Allah, takut kepadaNya, mengagungkanNya, menghormatiNya, mencintaiNya, menghendakiNya, berharap dan berdoa kepadaNya, bertawakal kepadaNya, dan berpaling dari yang selainNya, niscaya seluruh anggota badan juga akan beristiqamah di atas ketaatan kepadaNya, karena hati adalah raja dari anggota badan, dan anggota badan adalah tentara-tentaranya, maka apabila rajanya telah beristiqamah, niscaya tentara-tentara dan rakyatnya akan ikut beristiqamah juga. Dan sesuatu yang paling besar yang harus diperhatikan keistiqamahannya -setelah hati dari anggota-anggota tubuh lainnya- adalah lisan; karena ia adalah penerjemah hati dan pengungkap (apa yang ada di dalam) hati. (Jami' al-'Ulum wa al-Hikam, syarah hadits no. 21, hadits Sufyan bin Abdullah.)

Barangsiapa yang istiqamah di atas jalan ini, niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan niscaya perjalanannya di atas shirath pada Hari Kiamat akan menjadi lancar. Dan barangsiapa yang keluar dari (jalan) tersebut, maka boleh jadi dia itu adalah orang yang dimurkai (Allah), yaitu orang yang mengetahui jalan petunjuk akan tetapi dia tidak mau mengikutinya seperti orang-orang Yahudi, atau (boleh jadi) dia adalah orang yang tersesat dari jalan petunjuk seperti orang-orang Nasrani dan yang semisal dengan mereka dari kalangan orang-orang musyrik." (Fath al-Bari, Ibnu Rajab, 4/500.)

Kita memohon kepada Allah ta’ala agar Dia menunjuki kita kepada jalanNya yang lurus, dan agar Dia menjadikan kita termasuk di antara orang-orang yang istiqamah, lahir dan batin di atas apa yang dicintai dan diridhaiNya, serta agar Dia meneguhkan kita di atas Islam dan as-Sunnah sampai kita bertemu denganNya kelak.

Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=lihatquran&id=386